ENAM

13 0 0
                                    

Keesokan harinya di sekolah, Vania masih sama saja, dengan wajah datar dingin tak tersentuh, mengikuti pelajaran di kelas. Dan seperti biasa, ia menatap Gideon dengan tatapan yang tidak terartikan. Gideon ingin sekali bertanya untuk apa ia datang ke rumahnya kemarin, namun setiap saat ia ingin mendekati Vania, gadis itu selalu punya cara untuk menghindarinya.

Bahkan ketika Gideon memanggilnya, Vania pura-pura tidak mendengarnya, sampai ibu penjual di kantin pun membantunya memanggilnya, tetapi Vania juga tidak menggubrisnya.

Gadis aneh, pikir Gideon.

Pulang sekolah, saat dirinya sudah was-was dengan dikurungnya Gita di dalam toilet tua, namun ternyata Gideon mendapati Gita sudah tertawa terbahak bersama dengan teman-temannya. Itu berarti, hari ini Vania tidak menjalani misi jahatnya, mengurung teman sekelasnya di toilet.

Vania lewat di depannya, dan secepat kilat ia mencegat langkah Vania dengan menggenggam lengan atas tangannya. Gideon membalikan tubuh Vania yang lebih pendek darinya itu, berusaha menatap matanya. "Aku mau tanya."

Gadis itu hanya melirik Gideon beberapa detik, dan membuang tatapan sebal. "Apa?"

"Kemarin, ada apa ke rumah? Kau hampir membuat mamaku salah paham antara hubunganku denganmu."

Vania mengurutkan alisnya, "Hubungan? Apa hubungan gue sama lo?"

Gideon sadar sepertinya pertanyaannya ada yang salah. Ia mengganti pertanyaanya dengan perintah.

"Jangan datang ke rumah lagi." Gideon melepaskan cengkramannya, lalu menggaruk tengkuknya. "Kalau nggak penting."

"Vania?" seorang wanita cantik berusia akhir tiga puluhan berdiri di antara mereka berdua. "Ini siapa?"

Gideon terdiam beberapa detik membiarkan otaknya mencerna. Beberapa saat kemudian, ia baru sadar kalau yang berdiri di hadapannya pasti mama dari Vania. Skakmat! Ia terlihat mencengkram lengan anaknya lama, mama nya pasti mengira ada hubungan antara dirinya dengan anaknya.

Wanita cantik itu tersenyum saat keduanya tidak ada menjawab pertanyaannya. "Pasti temannya Vania ya? Saya Mama nya Vania." Gideon mengangguk namun tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

"Kapan-kapan main ke rumah Vania ya, dia suka kesepian di rumah, nggak ada temannya." Mama Vania itu tersenyum lebar, entah apa yang ada di otaknya, namun raut wajahnya sangat lega dan senang. Akhirnya anak perempuan yang terkenal pendiam ini memiliki teman, meski laki-laki, namun firasat nya sebagai ibu mengatakan kalau bocah laki-laki di hadapannya adalah laki-laki baik.

"Mama, aku selalu sibuk. Pulang." Vania beranjak dari tempat berdirinya dan menuju mobil mewah warna hitamnya. Mira Shelene menatap Gideon seperti menaruh harapan yang besar pada dirinya. "Tante pulang dulu ya, terima kasih sudah mau menjadi teman Vania."

***

Gideon pulang ke rumahnya dan mendapati sayuran diatas mejanya yang hanya tersisa sedikit. Ibunya pasti masak terlalu terburu-buru tadi pagi sehingga ia tidak sempat memasak lebih. Laki-laki bertubuh gembul itu mengambil nasi putih dari rice cooker kemudian makan dalam diam. Satu jam lagi, ibunya akan pulang, dan dirinya akan siap-siap mencuci baju kotor, menjemurnya, lalu belajar sampai malam.

Ia penasaran akan satu hal. Dari mana gadis itu tahu rumahnya? Sampai saat ini, tidak ada satupun teman di sekolahnya yang tahu rumahnya dimana. Dan bagaimana cara gadis itu mencari tahu? Dengan mengekori dirinya pulang?

Matanya mengintip keluar halaman dari jendela ruang tamunya yang tertutup oleh hordeng warna hijau. Matanya mencari sesuatu, namun tidak menemukannya. Ia menghela nafas panjang, tidak tahu apa kebodohan yang tengah ia lakukan sekarang ini. Mengharapkan gadis itu ada di depan rumah? Hah! Konyol sekali Gideon Lee!

VANIA & GIDEON (Tjaya's Fam Series IV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang