bungkus satu paket

64.7K 11.3K 1.8K
                                    

"Papa Taeil yang paling cakep, anaknya yang cantik udah pulang nih," kataku sambil sedikit menadakan kalimat barusan.

"Halo anak papa yang paling cantik tak ada duanya. Soalnya anak papa cuma satu," papa membalas dengan nada super random.

"Papa nggak mau gitu jadi penyayi? Suara papa kan enak."

"Ck kamu ini. Suara enak aja mana bisa? Wajah ganteng sama usia muda itu yang paling penting. Papa mah apa, udah uzur. Kamu aja yang jadi penyanyi."

Hahaha, aku refleks tertawa. Moon Ilra jadi penyanyi? Bisa rusak deh mic-nya.

"Eh pa, Ilra punya kabar baik."

"Apa apa?"

Aku menatap papa sambil tersenyum lebar. "Ilra dapet kerja! Yey!!"

🙈🙈🙈

"Pokoknya aku serahin kerjaan ini ke kamu ya, Ra. Jangan kecewain aku," kata Yuqi sebelum kaki kami menginjakkan rumah nenek Yuqi.

"Astaga, iya Yuqi. Aku emang goblok, tapi ngeprivat anak SD ya pasti bisalah," sesumbarku. Yuqi menghela nafas lalu menarikku memasuki rumah besar ini.

"Nek, aku bawa nih guru privatnya!" kata Yuqi sedikit lantang. Maklum, rumahnya besar.

"Iya Qi, benㅡeh? Ini gurunya?"

Wanita paruh baya itu menatapku nggak percaya. Aku tersenyum cerah lalu membungkuk.

"Siang nek, saya Ilra! Moon Ilra anaknya Moon Taeil! Saya satu kelas dengan Yuqi, nek! Tapi jangan salah. Saya suka anak kecil, nggak kayak Yuqi!"

Yuqi mencibir kesal melihatku menjatuhkan dia di depan neneknya. Haha, bodo amat.

Neneknya Yuqi menatapku sambil mengerjapkan matanya berkali-kali.

"O-Oh, halo. Senang berkenalan sama kamu," kata dia agak canggung. Aku tersenyum makin lebar. "Kalau begitu ayo nenek antar ke kamar cucu nenek."

Sebelum mengekor neneknya, si Yuqi udah lebih dulu menahan pergelangan tanganku.

"Kayaknya mulut kamu perlu diprivatin dulu sebelum kamu ngeprivatin orang lain," bisiknya yang kubalas tawa tertahan.

Nenek membawaku naik ke lantai dua. Hm, kayaknya kamar si cucu ada di atas deh.

Benar aja, nenek membuka salah satu pintu kamar yang ada di dekat tangga. Wanita paruh baya itu mempersilahkan aku untuk masuk dengan ramah.

"Nenek!"

Seorang perempuan lucu berkuncir dua menyapa nenek dengan semangat membaranya. Astaga lucunyaa!!

"Ella, ini gurunya dateng."

Adik itu menatapku sejenak sebelum akhirnya kembali tersenyum. "Halo kak! Aku Ella!"

Duh, fix dia lucu banget. Jadi pingin bungkus bawa pulang.

🙈🙈🙈

Bungkus Ella aja apa sama adiknya sekalian ya?

Ya Tuhan, tanganku gatal ingin meremas muka lucu Eric, adik semata wayang Ella yang masih berumur lima tahun itu.

"Eric sama Ella kok bisa lucu sih? Makan apa coba?" tanyaku disela-sela kegiatanku mencubiti pelan pipi Eric.

"Papa Elic ganteng, makanya Elic lucu," kata Eric sambil tertawa. Ella yang duduk di sampingnya tertawa pelan.

"Sebenernya Ella nggak pingin belajar, kak."

Aku mengernyit lalu menatap Ella bingung. Nggak mau belajar tapi sewa guru privat? Jadi?

"Ella cuma mau main ya sama guru Ella?"

Benar aja, dia mengangguk.

"Ella kesepian kak. Papa sibuk kerja, nenek nggak mungkin bisa seharian nemenin Ella. Si Eric sibuk sama robot-robotannya," curhat Ella.

Aku tersenyum tipis lalu mengusap rambut lembutnya pelan. Aku penasaran sih, kemana ibunya? Tapi aku sadar, terlalu gila untuk melontarkan pertanyaan tersebut di hari pertama kami saling mengenal. Apalagi dia masih kecil.

"Sama dong. Kak Ilra juga kesepian, butuh temen. Kayaknya Ella sama Eric bakal cocok deh jadi temen kakak."

"Emang kakak mau temenan sama anak kecil? Kakak kan udah gede," tanya Ella. Eric menatapku sebentar lalu mengangguk.

"Kakak kan udah gede, mainnya sama yang gede juga," sahut Eric.

Aku tertawa terbahak. "Badan kakak aja yang gede. Jiwa kakak masih kayak kalian kok. Nanti kalau mau mandi bola ajak kakak deh. Nanti kakak temenin."

"Selius kak? Asiiiik mandi sama kak Illa!"

"Hus! Mandi bola, bukan mandi aja," ralat Ella super lucu. Haduuuh, imut-imut banget sih anak orㅡ

Klek.

"Ella, Eric papa pulㅡ"

Aku, Eric dan Ella sontak menghentikan aktivitas kami saat mendengar pintu kamar terbuka. Berbeda dengan aku yang cuma bisa mematung, dua bocah tadi malah berlari penuh semangat menghampiri seseorang di ambang pintu sana.

Aku melongo.

"Papaaa Elic kangen!" teriak Erik sambil memeluk pria yang dia panggil papa itu.

"Ella juga!"

Dan terjadilah adegan peluk-pelukan di antara tiga orang tersebut.

Nyempil jangan?

"Papa juga kangen," balas si papa sambil mengusap sekaligus mencium puncak kepala Ella dan Eric.

Iri jangan?

Aku masih terduduk di atas kasur kecil Ella dan Eric sambil tetap melongo seperti orang bodoh. Bukan apa-apa, hanya saja....

Dia melepas pelukannya bersama sang anak lalu menatapku menelisik. Aku mengerjap, bingung harus bereaksi seperti apa.

"Kau guru privat Ella dan Eric?" tanyanya sambil berjalan mendekat ke arahku.

"Y-Ya, om!" jawabku lalu berdiri dan membungkuk penuh semangat. "Moon Ilra, 20 tahun, mahasiswi semester 4, teman sehidup semati Yuqi, suka anak kecil, apalagiㅡ"

 "Moon Ilra, 20 tahun, mahasiswi semester 4, teman sehidup semati Yuqi, suka anak kecil, apalagiㅡ"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saya Jung Jaehyun, orang tua Ella dan Eric."

Dia. Memotong. Ucapanku. Dengan wajah super dingin plus seksinya.

Tapi aku hanya bisa meringis.

Saya suka anak kecil, apalagi kalau bapaknya cakep kayak om Jaehyun. Duh, jadi pingin bungkus satu paket sekalian.

Ella, Eric sama bapaknya. Ehe.

🙈🙈🙈

Eheeeew jahe napa gantenq dah huhuuu

Falling For Dokter JehaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang