Cerita

12 6 1
                                    

(Kali ini Chiya's pov)

Sudah lebih dari 0, aku melewati hari hari bersama Yuu. Kami yang selalu berdua, mengundang tanda tanya dari orang lain seperti "Jadian?". Bahkan, ada yang menyebar bahwa kami sudah jadian, padahal itu HOAX.
Tapi, aku juga senang. Setidaknya orang lain tahu bahwa aku menyukai dengannya. Dia milikku. Aku tak ingin menjelaskan hal hal apa saja yang dapat membuatku jatuh hati pada Yuu tiap harinya. Tapi, ya mungkin sedikit kuceritakan?

Pernah sehari, aku berada dalam titik terburukku. Aku yang menderita bipolar, mengalami depresi, perasaan sedih paling mendalam,sangat mendalam, tanpa sebuah alasan yang jelas. Bahkan, tersirat sekilas dalam otakku untuk mengakhiri hidup.
Aku duduk dengannya di jam pelajaran yang kosong sedang bercerita. Mm tidak, lebih tepatnya dia bercerita aku yang mendengar. Bibirku yang terasa seperti sedang terjahit, bukan sakitnya yang terfokus disini, yaitu rasa yang menghambat ratusan kata kata yang biasanya aku suarakan untuk keluar. Mereka semua tertahan di dalam mulut yang bungkam.
Aku memasang wajah yang menurutku paling normal, namun, entah bagaimana itu masih mengundang perhatian teman teman untuk bertanya 'kenapa?'.

"Eh kenapa?" Tuh kan.. Yuu saja bertanya padaku, ada apa dengan diriku. Aku hanya menggeleng sambil mengulum senyum, lalu kembali memasang muka yang kuanggap paling normal tadi. Bagaimana bisa aku menjelaskan hal hal seperti ini padanya? Bagaimana bisa aku menjelaskan bagaimana rasanya?
Dia bercerita seputar keluarganya. Dari situ aku mengetahu bahwa ia memiliki seorang kakak perempuan. Aku bukanlah seorang siswa yang memiliki tingkat ke-kepo-an tertinggi, jadi aku hanya diam, tanpa bertanya siapa namanya, berapa umurnya, bagaimana rupanya, dan lain sebagainya.
Yuu menghentikan ceritanya.

"Kenapa?" Tanyanya lagi. Dan lagi lagi aku menggeleng.
"Sungguh? Gak bohong?"
"Enggak"

Lalu, kami pun membisu. Tak ada yang berbicara satu sama lain.

"Kamu tau?" Kali ini aku yang berbicara "Anna itu anggun, sangat manis, dan bertalenta, berbanding jauh dengan aku"

"Terus?"

Aku menatapnya. Ya inilah unek unek yang sedari tadi mengganggu ku. Dan menjatuhkan moodku hingga lantai terendah. "Lalu, kenapa masih pilih aku? Maksudku, lihat dia, suaranya bagus, kalem, ramah, bisa ini, bisa itu, wajahnya aja mirip sama kamu. Dan kamu tau? Ibuku pernah bilang, kalau jodoh itu pasti pubya kemiripan satu sama lain? Keknya jodohmu Anna deh. Soalnya kalian mirip banget serius"

"Bisa gak sih kalau ga usah banding bandingin antara kamu sama orang lain? Kamu ya kamu. Yang aku suka itu kamu. Kamu punya ciri khas tersendiri. Kamu punya kelebihan tersendiri. Sudahlah positif thinking aja" jelas Yuu.

Positif thinking apanya? Itu faktanya kan? Anna memenangkan lomba sana sini, sedangkan aku sekali saja tidak pernah. Kegagalan bahkan sudah seperti teman abadiku. Anna dan aku menyukai hal  yang sama. Suka menulis. Suka bahasa inggris. Tapi, semuanya dia lebih dari diriku. Lalu bagaimana aku bisa ber-positif thinking seperti katanya.

"Udahlah. Akui aja. Aku sepayah itu aku tahu. Kamu bilang aku punya kelebihan? Apa coba kelebihanku? Aku pengen tau"

"Kamu punya kelebihan yang bikin aku iri sama kamu"

"Hah????"

"Iya. Kamu punya sesuatu yang ga aku punya. Cuman aku ga bisa bilang apa itu"

"Udahlah, akui aja. Aku ga punya kelebihan apapun."

"Kamu ya kamu. Aku suka-nya sama kamu. Jadi, bisa ndak jangan banding bandingkan dirimu sama orang lain?"

Moodku lumayan naik. Mendengar perkataanya. Tapi, tetap saja aku ragu. Kalian tahu cowok kan? Sebagian besar cowok, hanya mengatakan hal hal seperti itu untuk menggombal saja, hanya omong kosong untuk menghibur saja. Jadi, rasanya tidak mungkin jika aku langsung percaya pada ucapan Yuu sekalipun aku menyukainya. Seseorang pasti bisa berbohong termasuk Yuu. Bahkan bisa saja ungkapan perasaannya itu juga bohong. Ya aku berprasangka buruk. Itu bagian dari diriku.
Moodku kembali turun. Aku meletakkan kepalaku di atas meja.

"Kenapa siih?" Tangannya menyentuh kepalaku.
Aku tersenyum, tanda bahwa aku baik baik saja. Meskipun moodku naik turun tidak jelas.

Dan hari itu berakhir sampai disitu. Aku mengulanginya hingga dua sampai tiga kali, sampai akupun jatuh percaya padanya, bahwa itu 100% fakta. Bukan rekayasa.
Gugup ketika aku menatapnya sudah semakin berkurang. Tapi mendapat elusan di kepala itu lah yang membuatku kini salting tak terkira.

ChiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang