-FOURTH-

43.2K 1.7K 13
                                    


Rhea mematut diri di depan kaca full-body yang berada dalam walk in closetnya.

Gaun berwarna gold sebatas lutut melekat indah pada tubuhnya yang mungil, ditambah dengan sebuah pita di bagian pinggang membuat Rhea terlihat lebih manis. Juga, padu padan high-heels Dior berwarna senada dengan gaunnya membuat penampilannya terlihat mempesona.

Wajah Rhea yang kebetulan baby face itu dibiarkan tanpa riasan apapun selain baby powder dan lip balm. Rambut sebahunya yang bit brownis Ia biarkan tergerai indah.

Pikiran Rhea melayang jauh entah kemana. Memikirkan kejadian yang mungkin akan terjadi nanti.

"Maafin Rhea Pa, Ma. Tapi Rhea harus lakuin ini. Harus."

Rhea keluar dari walk in closet dan duduk ditepi ranjang. Melamun.

"Astaga!" Rhea tersentak kaget saat sebuah tangan mengelus bahunya lembut. Menghela napas setelah tau itu berasal dari Kak Bia -Rhea biasa memanggilnya- yang notabenya istri dari Regan -kakak Rhea.

"Ngelamun mikirin apa si Dek? Sampai kaget banget gitu?"

"Bukan apa-apa kok, Kak." jawab Rhea seadanya.

Bia ikut duduk di samping Rhea, kemudian meneliti gadis itu seksama. "Kamu nggak berniat make up gitu Dek?"

Rhea menggeleng, membuat Bia menghela nafas. "Ya udah, kita kebawah sekarang. Udah ditunggu soalnya."

Rhea hanya membalas dengan gumaman dan mengikuti langkah Bia keluar kamarnya.

Di setiap langkah kakinya, Rhea selalu merapalkan do'a kepada Tuhan. Berdoa agar dia diberi kekuatan menghadapi ini semua. Pikiran negatif mulai berputar di otaknya. Kemungkinan yang akan terjadi jika dirinya mengungkapkan rahasia yang beberapa hari ini Ia jaga dari keluarganya.

"Dek?" panggil Bia yang membuat Rhea sadar jika mereka sudah sampai di ruang tamu.

Sebelumnya Rhea sempat menatap Kakak Ipar cantiknya itu, kemudian melangkah maju setelah wanita 26 tahun itu mengangguk. Rhea menatap tamu sepasang suami istri yang duduk di hadapan Dirga dan Lena.

"Malam Om, Tante." sapa Rhea.

"Malam Rhea. Kamu cantik sekali," wanita yang terlihat masih muda itu menatap Rhea dengan berbinar.

Rhea hanya tersenyum kecil, malas menanggapi basa-basi lama itu. Setelahnya, Rhea duduk di antara kedua orang tuanya.

"Manis sekali anak kalian ini,"

Dirga dan Lena terkekeh pelan mendengar pujian dari calon besannya tersebut.

Rhea mengedarkan pandangannya. Ayahnya bilang malam ini membahas rencana pertunangannya, namun dirinya tak melihat ada pria lain selain Ayahnya dan suami dari pasutri itu.

"Dia terlambat." kata Lena seolah tau apa yang ada di benak anaknya.

Rhea hanya mengangguk kecil.

"Maafin ya, Sayang. Dia emang lagi sedikit sibuk di kantor. Maklum, bisa dibilang dia itu workaholic." pasutri di depannya menampilkan raut tidak enak hati yang hanya Rhea balas dengan senyuman.

Setelah itu Dirga, Lena, dan pasutri di depannya mulai membicarakan bisnis yang enggan Rhea ketahui. Masih untung Ayahnya tidak memaksa Rhea kerja di perusahaan keluarganya. Bayangkan saja, dia akan selalu berhadapan dengan kertas dan layar datar? Sungguh pasti hidup Rhea akan sangat monoton.

Rhea menatap semua yang ada di ruang tamu. Berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk bicara, membicarakan alasan kehancurannya setelah ini. Dalam hati Rhea memanjatkan puja pada Tuhan agar hidupnya masih di beri kebahagiaan setelah malam ini. Setidaknya, jangan takdirkan Rhea untuk bunuh diri.

Because Of Accident Or Matchmaking?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang