Chapter 6

88 15 6
                                    

Happy Reading!

_____________________________

Aku sedang jatuh, terdiam di pojok ruangan yang gelap, berharap kamu datang memberikan cahaya dan aku melihatmu dalam keadaan baik baik saja.
____________________________


"Ta?" Seseorang muncul dari balik pintu kamar Mentari. Ia menoleh sekilas lalu kembali menatap ke arah luar jendela kamarnya. "Are you okay?"

Mentari menggeleng lemah tanpa mengalihkan pandangannya.

"Ikut gue!"

"Enggak. Gue mau sendiri, Lang!"

"Gue tau lo sedih atas kecelakaan yang menimpa temen lo. Gue juga bisa ngerasain kalo misalnya gue yang ada di posisi lo, Ta. Sedih, gue tau itu. Tapi lo nggak bisa kayak gini terus, lo harus bisa nerima kenyataan."

"Maksud lo apa? Gue harus nerima kenyataan kalo Senja udah meninggal, iya?!" Air matanya tak bisa ia bendung lagi. Sekuat apapun ia menahannya, tapi air mata itu tetap keluar.

"Bukan itu maksud gue. Gue cuma mau lo berubah, Ta. Jangan kayak gini. Lo harus bisa mencoba jalani hari tanpa dia, karena nggak selamanya lo bergantung sama dia. Please, Ta, lo dengerin gue. Asal lo tau ya, keadaan lo ini udah persis kayak mayat hidup."

Mentari tak menghiraukan perkataan Langit.

"Wait, lo mau ngapain?" tanya Langit sesaat setelah Mentari mengambil sesuatu dari laci meja belajarnya. "Jangan konyol, Ta. Taruh guntingnya sekarang!"

"Enggak, gue mau nyusul Senja."

"Lo mau nyusul dia ke mana? Ke surga? Yang ada lo malah masuk neraka karena lo bunuh diri."

"Mending lo keluar sekarang."

"Nggak, gue nggak akan keluar. Dengerin gue, Ta. Korban kecelakaan itu emang remaja laki-laki, tapi belum tentu itu Senja. Bisa jadi itu orang lain dan temen lo selamat."

"Lo harusnya yakin kalo dia pasti baik-baik aja. Bukannya lo yang pengen ketemu sama dia, tapi kenapa lo malah pesimis gini sih, Ta?"

"Tapi buktinya dia bahkan nggak ada di sini, Lang. Dia juga nggak datang di ulang tahun gue." Mentari terduduk di lantai dengan lutut tertekuk. Gunting yang ia pegang tadi sudah jatuh lebih dulu.

"Apa dengan lo bunuh diri semua masalah lo selesai? Enggak, Ta. Yang ada lo malah bikin kedua orangtua lo terpuruk, sahabat lo juga bakalan sedih, termasuk gue. Dan udah pasti Senja bakalan lebih sedih lagi, Ta. Apa lo nggak kasian sama mereka semua? Semua orang sayang sama lo, Ta."

"Terus gue harus gimana?" Ia menatap nanar wajah Langit. Raut khawatir tergambar jelas di wajahnya.

"Lo jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh, apa lagi mau nyoba bunuh diri. Sekarang lo ikut gue, gue ajak lo ke suatu tempat."

"Nggak, gue nggak mau." Mentari bangkit, ia menatap Langit tajam. "Mending lo keluar."

"Tapi, Ta—"

"Gue pengen sendiri, Lang!" Nada bicaranya naik satu oktaf.

"Ta—" Belum sempat Langit menyelesaikan kalimatnya, Mentari sudah menarik lengannya. Tapi, cowok itu menahannya.

"Keluar!" Tangan kirinya mengarah pada pintu kamar. "Keluar sekarang!"

"Gue nggak akan keluar sebelum lo mau ikut gue."

Mentari dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang