Tanganku bergerak merapatkan coat coklat tebal yang membungkus tubuhku. Cuaca hari ini sangat dingin, benar-benar membuat tubuhku menggigil bahkan dengan tiga lapis pakaian. Dengan langkah cepat aku pergi ke halte bus tidak jauh dari tempat tinggalku, aku baru saja akan pergi bekerja.
Saat tengah duduk kedinginan, ponsel di saku coat milikku bergetar menandakan ada seseorang yang menghubungiku.
Beberapa detik setelah aku mengangkat panggilan, samar-samar aku mendengar lawan bicaraku tengah berbicara dengan seseorang, namun kemudian suaranya sudah kembali teralihkan sepenuhnya pada panggilan. "Ya chagi! Kau belum berangkat bukan?"
Tepat saat pria itu bertanya, bus yang akan membawaku bekerja datang. Tanpa menunggu lama, aku segera menaiki bus dan duduk di kursi paling belakang. Aku tidak ingin mati kedinginan di luar sini.
"Baru saja naik bus." Jawabku setelah duduk dengan nyaman.
"Apa kau tidak kedinginan? Katanya akan turun salju hari ini."
Mataku menatap keluar jendela, sama sekali tidak ada salju yang turun. "Aku sangat kedinginan, tapi salju tidak turun sama sekali disini."
"Apa kau tidak memakai pakaian berlapis? Kau tidak membawa hotpack yang aku berikan hah?"
Aku terkekeh pelan, apa pria ini lupa kalau hotpack yang dia berikan hanya cukup untuk aku pakai sekali.
"Kenapa malah tertawa?" Tanyanya bingung. "Aku sedang tidak di Korea, jadi tidak bisa mengantarmu dan memberikan pelukan hangat."
Tentunya rayuan itu tidak mempan untukku, pria itu terlalu sering melakukannya. Tapi ucapannya barusan tentang dirinya yang sedang tidak di Korea membuatku teringat kapan terakhir kali aku bertemu dengannya, ah itu sudah sebulan yang lalu rupanya.
"Kau di Korea atau tidak, memelukku atau tidak, suhu dingin akan tetap membuatku kedinginan bodoh." Ucapku dengan nada meledek, sekuat tenaga diriku menahan keinginan untuk menangis saat ini juga.
"Yaa kau tidak ingat bahwa i'm your hope? Saat aku pulang nanti kuatkan dirimu, karena aku semakin tampan."
Aku menarik napas berusaha menahan bendungan air mata yang sedikit lagi akan keluar dan kemudian berusaha tertawa pelan. Tapi yang kudapatkan setelahnya malah air mataku yang mengalir di kedua ujung mataku.
Untung saja Hoseok tidak sedang melihatku saat ini.
"Kau pasti akan semakin kurus seperti kurang gizi." Jawabku dengan suara bergetar, aku sudah tidak sanggup lagi berbicara padanya.
Hoseok sepertinya menyadari perubahan suaraku, karena pria itu tidak langsung berbicara dan menyisakan hening cukup lama. "Aku akan cepat kembali, kau tenang saja, oke?" Ucapnya kemudian.
Aku sudah tidak kuat lagi, beberapa bulan tidak bertemu dengannya dan hanya bisa berkomunikasi beberapa kali benar-benar membuatku tersiksa, dan rasa rindu sepertinya sudah sampai pada puncaknya.
Aku terisak pelan, untung saja bus tidak begitu ramai karena suhu dingin yang menusuk sehingga membuat orang-orang malas untuk sekedar bepergian, aku jadi tidak perlu mendapatkan tatapan aneh dari penumpang yang lain. Tanganku menyeka air mata yang terus-menerus keluar dari sudut mataku.
Di seberang sana, Hoseok juga diam tidak bersuara, seperti memberiku waktu untuk menenangkan diri terlebih dulu.
"Chagi dengarkan aku, sebentar lagi pekerjaanku akan selesai disini dan aku akan langsung menemuimu. Kau tidak perlu sebegitu rindunya denganku, walaupun aku tau bahwa aku itu orang yang sangat mudah dirindukan."
Walaupun ucapannya barusan membuatku tertawa pelan, tetap saja isakanku tidak berhenti.
Akhirnya setelah beberapa saat isakanku berhenti, itupun dibantu Hoseok yang menenangkanku dari jarak jauh.
"Ah dandananku luntur, aku tidak bisa terlihat cantik lagi kalau begini." Ucapku saat menyadari eyeliner yang luntur ketika aku menyeka air mata.
"Siapa yang mau kau pamerkan dengan kecantikanmu itu, hah? Kau itu hanya boleh terlihat cantik saat bersamaku, walau kau sebenarnya tidak cantik sama sekali."
"Ya terserah kau Tuan Jung." Tepat setelah aku mengucapkan kalimat barusan, bus yang kunaiki sampai di halte yang menjadi tujuanku. "Hei, akan aku matikan panggilannya, aku sudah sampai, nanti setelah duduk dengan manis di ruanganku akan ku hubungi lagi kau."
"Ya berhati-hatilah cantik, sampai ketemu nanti."
Aku tidak begitu ambil pusing dengan kalimat terakhirnya, tanganku langsung menggeser layar untuk mematikan sambungan.
Sembari terus merapatkan coat tebal yang kupakai, kakiku terus berlari kecil agar cepat sampai ke dalam gedung dimana kantorku berada.
Untungnya gedung tempatku bekerja memasang penghangat ruangan, sehingga aku tidak perlu mati kedinginan disini.
"Nona, tadi ada yang mencarimu." Ucap seorang resepsionis yang sebelumnya menyapaku begitu aku melewatinya tadi. "Dia bilang akan menunggu di ruanganmu."
Aku berpikir sejenak. Sepertinya aku tidak membuat janji temu dengan siapapun hari ini. Rasa penasaranku tiba-tiba muncul.
"Laki-laki atau perempuan?" Tanyaku penuh selidik.
"Laki-laki." Jawab resepsionis itu singkat.
Otakku mulai bekerja, mengingat-ingat apakah aku pernah membuat janji dengan seseorang hari ini. Tapi aku tak kunjung menemukan jawaban, maka segera aku pamit pergi pada sang resepsionis setelah sebelumnya berterimakasih atas info yang dirinya sampaikan.
Ruangan yang hanya dibatasi oleh dinding kaca, membuatku leluasa mengintip ke dalam ruanganku. Dan benar saja, disana telah duduk seorang laki-laki dengan coat coklat yang sama persis denganku. Kami terlihat seperti pasangan saja.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu karena memang ini ruanganku, aku segera masuk. Namun tubuhku membeku begitu laki-laki yang tengah duduk tadi menolehkan kepalanya.
Wajah tirus, senyum yang manis, dan mata yang melengkung karena tersenyum.
Mataku memanas dan napasku tercekat melihat siapa yang tengah berdiri di depanku ini.
"Apa kau setiap hari tampil cantik seperti ini?" Pertanyaan itu keluar dengan ringan dari mulutnya yang terus menyunggingkan senyum. Dia Hoseok, orang yang beberapa waktu lalu menghubungiku dan bilang bahwa dirinya sedang tidak di Korea.
Aku tidak menjawab pertanyaannya dan langsung melangkah maju untuk memeluk Hoseok dengan sisa kekuatan yang aku punya, karena sungguh kakiku lemas seketika. Air mataku keluar dengan begitu deras dengan isakan seperti anak kecil yang meminta permen.
Aku memeluknya erat dan dibalas dengan pelukan yang tak kalah eratnya oleh Hoseok.
"Apa kau gila? Tiba-tiba datang ke kantorku dan membuatku terkena serangan jantung?!" Omelku yang masih berada di dalam dekapannya.
Hoseok menepuk-nepuk punggungku dengan pelan. "Kau baik-baik saja, tidak usah berlebihan."
Tanganku mendorong tubuh Hoseok menjauh, Hoseok mengambil beberapa lembar tisu dari meja kerjaku kemudian memberikannya padaku.
"Ish kau ini, bagaimana bisa kau ingusan seperti anak kecil di saat bertemu denganku." Ejeknya sembari menghapus sisa-sisa air mataku.
Tangannya turun ke tengkukku kemudian menariknya mendekat ke wajah tirusnya. Setelah sebelumnya tersenyum manis, Hoseok menghapus jarak diantara kami. Sebuah kecupan manis mendarat di bibirku, membuatku tanpa sadar memejamkan mata. Aku sangat rindu rasa manis dari bibirnya.
Tidak begitu lama, hanya beberapa detik.
Wajahnya masih dihiasi senyuman lebar. "Ah senangnya bisa bertemu denganmu lagi."
Aku tidak menjawab, hanya saja aku langsung mendekap tubuhnya lagi dengan erat dan menyandarkan kepalaku di dada bidangnya.
Aku menghela napas lega, kembali mencium aroma parfumnya seperti memberikan kembali ketenangan untukku. "Hoesok-ah, aku senang kau pulang."
"Aku selalu menepati janjiku untuk kembali, chagi-ya."