Telingaku menangkap suara pintu terbuka tepat ketika aku selesai mengalungkan sebuah kamera ke leher. Dengan cepat aku melangkah ke depan, enggan membuat spekulasi terlebih dahulu karena tentu akan memakan waktu lama. Well, jarang sekali seseorang mengunjungiku.
Lagi pula hanya tiga orang yang memegang kunci rumahku. Yang pertama dan kedua tentu ayah dan ibuku, aku anak satu-satunya jadi hanya mereka keluarga terdekatku. Yang ketiga adalah Namjoon, pria yang menyamar sebagai sahabatku sejak sekolah menengah tapi pada akhirnya memilih untuk menyerah dan mengubah statusnya sebagai kekasihku setahun belakangan.
Tamu itu Namjoon.
Pria itu masuk dengan cengiran lebar khas miliknya dan sebelah tangannya mengangkat satu cup yang kutebak adalah teh hijau untuk diberikan padaku.
Tapi ekspresinya berubah begitu melihat sebuah kamera telah bertengger manis di leherku.
Oh God! Aku lupa jika memiliki janji padanya hari ini.
"Kau ingin pergi bertamasya lagi?" Sebelah alisnya terangkat, wajahnya yang tampan berubah jengkel. "Ayolah, bahkan di hari liburmu?" Tanyanya lagi sembari menyerahkan cup tadi padaku.
"Maaf, ini sangat darurat. Aku harus melakukannya sekarang, karena jika tidak—"
"Mereka akan menutupnya?"
Tebakan yang tepat, Joon.
Aku hanya bisa mengangguk sebagai jawaban sembari menyesap teh hijau yang langsung menghangatkan tenggorokan.
Pada akhirnya Namjoon menyerah dan membiarkanku pergi bertamasya di hari libur. Bahkan pria itu menemaniku.
Lagi di hari liburnya—yang jarang sekali terjadi—Namjoon tidak mendapat kesempatan untuk menghabiskan waktu denganku.
"Kau tidak ikut masuk?" Tanyaku pada Namjoon begitu kami sampai di depan deretan ruko yang menjadi tujuanku. "Ingin memberi sedikit kejutan mungkin?"
Namjoon mengangkat kedua bahunya. "Sebenarnya ingin, tapi jika dirimu disana aku tidak bisa untuk tidak menatapmu dan menggenggam tanganmu sepanjang waktu. Itu akan membuat spekulasi bukan? PD-nim tidak akan suka."
Ah ya, seorang idol harus bertindak hati-hati.
Menjadi bahan perbincangan publik di dunia industri hiburan yang sangat ganas bukanlah sesuatu yang menyehatkan dan justru sangat mematikan. Aku tentu tidak ingin memukul mundur karir Namjoon yang amat berkilau itu.
Setelah memberi kecupan singkat di dahi, Namjoon melepasku pergi untuk melakukan tamasya.
Ah mungkin kalian bingung.
Bagiku dan Namjoon tamasya bukanlah sesuatu seperti kami pergi ke taman bermain atau taman kota untuk menghilangkan penat, ya walaupun kadang kami juga melakukannya. Tapi definisi tamasya kami kali ini berbeda, kami punya semacam misi khusus. Misi memperbaiki.
Pekerjaanku sebagai seorang penulis di salah satu perusahaan majalah kadang mempertemukanku pada berita terbaru dunia industri hiburan yang semakin menjamur.
Semua agensi besar tentu mampu bertahan dengan semua persaingan yang ada. Tapi jangan tanyakan keadaan sebagian besar agensi yang kebanyakan tidak memiliki banyak koneksi, keuangan yang sulit, dan parahnya lagi kekurangan tenaga, mereka sangat terpuruk bahkan beberapa sudah gulung tikar. Padahal menyimpan bakat-bakat besar, sayang sekali.
Maka itu, dua tahun belakangan setidaknya sebulan sekali aku melakukan wawancara panjang dengan agensi-agensi tersebut. Mencari bakat-bakat emas yang tidak tersentuh, menyalurkannya pada sebuah tulisan dan rekaman singkat. Aku bahkan sampai memohon pada ketua redaksi agar menambah satu kolom berita untuk artikelku satu ini, jika memang tidak bisa dimasukkan aku akan menaruhnya di blog pribadiku.
