ANGKASA BAGASKARA | 01

7.3K 143 2
                                    

Suara pijakan kaki berbalut sepatu hitam itu mengiringi setiap langkah yang dituju oleh sosok lelaki dengan perawakan tinggi dan besar. Mata elangnya menelusuri setiap sudut yang ia lewati dengan sebuah siulan di bibirnya. Satu tangannya di masukkan ke saku celana, sedangkan tangan yang lainnya dia biarkan tetap pada posisinya.

Sosok itu kemudian berbelok ke kiri untuk menuju sebuah tangga besar penghubung lantai dua. Menaiki satu persatu anak tangga dengan santai. Saat kakinya sudah berada di tangga paling atas, dia mengambil arah kanan untuk menuju ke sebuah ruangan misterius yang jaraknya tidak jauh dari tangga penghubung. Melewati sekitar 3 ruangan untuk sampai pada tempat tujuan.

Saat tubuh kekar itu sampai pada depan pintu berwarna putih, dia langsung memutar knop dan mendorong pintunya sedikit untuk kemudian memasuki ruangan tersebut tanpa memberi ucapan apapun.

Dia lalu menutup pintu dengan rapat, tidak memperdulikan kondisi ruangan yang lumayan gelap akibat sinar lampu yang sudah tidak berfungsi dengan baik.

Melanjutkan perjalanannya menuju sebuah sofa berwarna cokelat tua dan membuka jaket serta topi hitamnya. Menyisakan t-shirt putih polos yang menutupi tubuh kekar penuh tatto itu. Melempar jaketnya asal sembari duduk di sofa. Menyandarkan punggungnya di sana dan mengeluarkan ponselnya dari saku celana.

Menyalakan benda pipih itu dan membuka salah satu aplikasi paling penting dalam hidupnya. Memperhatikan sederet pesan yang terkirim beberapa jam lalu, membacanya serius tapi dengan raut wajah datar. Sebelum akhirnya jempol kanan dan kirinya bergerak, menekan satu persatu abjad yang ada pada keyboard ponselnya.

Sorry baru bales, gue baru ada waktu. Besok gue ke rumah lo. 

Setelah membalas pesan tersebut, dia langsung keluar dari aplikasi utama dan beralih pada aplkasi lainnya untuk mengecek sesuatu.

Akan tetapi, pergerakannya itu terhenti ketika sebuah suara tiba-tiba terdengar dari sudut ruangan. Membuat mata elangnya bergerak ke kiri, menatap sumber suara—yang ternyata sedang berjalan menghampirinya.

Sosok yang sedang menghisap puntung rokok tanpa mengenakan pakaian atas—alias telanjang dada.

"Masih hidup lo ternyata," suara seraknya itu membuat sang tokoh utama memandanginya dengan tertawa kecil. Langsung mengabaikan benda pipih digenggamannya dan melepas sandaran pada sofanya—untuk kemudian memeluk lelaki dihadapannya secara jantan.

"Udah abis berapa gelas lo?" Si tampan bertanya pada sang tuan rumah, yang langsung mendapat gelengan kepala sebagai jawaban, "dikit," singkatnya, berbisik.

Kini keduanya duduk berdampingan, matanya saling tertuju satu sama lain.

"Angkasa Bagaskara. Apa imbalan yang bakal gue dapat setelah yang lo inginkan berhasil gue wujudin?" Pertanyaan dengan nada khas, yang malah mendapat respons tidak terduga.

Angkasa menghembuskan nafasnya panjang, melipat kedua tangannya di depan dada dan memalingkan wajah, menatap lurus ke depan. "Gue ke sini bukan untuk ngebahas perihal itu,"

Membuat lawan bicaranya mengangkat sebelah alisnya, bingung. "Perihal imbalan yang pernah lo janjiin untuk gue?" Katanya, memastikan.

Dan Angkasa kembali menatapnya, santai. Lalu menganggukkan kepalanya, "biar itu jadi keputusan gue sama temen-temen gue,"

"Jadi tujuan lo ke sini apa, bangsat?" Lelaki itu mengerutkan keningnya, sulit mengontrol raut tidak senangnya.

Angkasa menelan salivanya, lalu menggeser tubuhnya supaya lebih dekat. Tatapan yang ditunjukkan berubah menjadi serius, "gue mau ajak lo kerja sama,"

"Hm?" Lelaki itu terlihat bingung.

Dan Angkasa kembali melanjutkan kalimatnya, "tentu yang gue mau bukan sekedar yang kemarin. Ada banyak hal yang nantinya peran lo bakalan berarti banget buat gue,"

ANGKASA BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang