ANGKASA BAGASKARA | 02

6.5K 127 0
                                    

Beberapa jam lalu.

Angkasa tidak mengerti kenapa hujan kali ini turun sangat deras dan nampaknya akan lama berhenti. Di tambah, ia sedang berada di luar rumah, mau tak mau harus mencari tempat berteduh. Angin kencang berhembus dari arah selatan mengakibatkan rambutnya yang basah bergerak, bahkan pakaian yang ia kenakan tak mampu membuatnya selamat dari rasa dingin yang menerpanya. Terus memeluk tubuhnya dengan kedua tangan, merasa menyesal karena tidak membawa jacket dari rumah.

Angkasa sendiri saat ini sedang berteduh di depan ruko kosong, mengikuti perintah Bela—sang Ibu yang tiba-tiba saja pergi ke sebuah halte—yang posisinya berada di sebrang tempat ia singgah. Menerobos hujan hanya untuk berpindah ke tempat tersebut, yang padahal menurutnya berteduh di tempat ini bukanlah sebuah kesalahan.

Alhasil, sekarang Angkasa sendirian di sini.

Akan tetapi, bukan tanpa alasan Bela melakukan itu. Tadi ia sempat memberitahu sang anak perihal akan berteduh di halte berserta alasannya—yang ternyata langsung mendapat persetujuan dari Angkasa disertai dengan tanda tanya besar di kepalanya.

Sudah hampir dua jam Angkasa di sini, menunggu hujan yang tidak kunjung reda. Rasa tak sabar untuk bertemu dengan Ibunya melonjak begitu cepat mengingat dirinya harus melontarkan semua pertanyaan yang ada di kepalanya. Mencari jawaban atas segala kebingungannya.

Meskipun sebelum meninggalkannya, Bela sudah sempat berkata singkat dan to the point.

Perihal Bela mengucapkan kalimat mengenai hal yang sudah sangat lama ingin Angkasa ketahui. Yang akhirnya tanda tanya besar di kepalanya selama ini akan terpecahkan, membuat segala kebingungan yang memenuhi otak Angkasa sejak dulu akan berkahir.

Terus mengingat perkataan tersebut, yang entah kenapa membuat Angkasa merasa tidak sabar untuk melakukan langkah selanjutnya.

"Bentar lagi kamu liat anak dari orang yang bunuh Ayah kamu, Sa,"

Angkasa terus menunjukkan tatapannya pada hal di depannya. Meskipun terlihat samar karena penglihatannya itu terhalang oleh air hujan yang turun lebat.

Si tampan lalu mundur beberapa langkah untuk bersandar pada kayu yang menjadi penutup ruko kosong itu. Dengan mata yang masih memandangi halte di depannya, ia merogoh saku celana untuk mengambil bungkus rokok. Mengambil sebatang lalu menyalakannya dengan korek gas. Menghisapnya tanpa ekspresi guna mengurangi rasa dingin pada tubuhnya.

Dua hari lalu Angkasa dan Bela sempat bertemu dengan seseorang yang di kenal dengan nama Kenzo, membahas mengenai sosok penting yang sudah lama sekali di incar oleh Bela. Setelah pembahasan panjang itu selesai dan mereka berhasil mendapatkan informasi yang mereka mau, barulah mereka memikirkan langkah selanjutnya.

Tapi, siapa sangka bahwa harta karun yang mereka cari akan di dapat dengan semudah ini?

Orang yang Angkasa yakini terlibat dalam kasus pembunuhan Ayahnya lima belas tahun lalu sudah berada di depan matanya. Penantian panjang Bela untuk menemukan sosok tersebut akhirnya menemukan titik terang setelah bertahun-tahun harus menyimpan segala rasa sedih, kecewa dan amarahnya.

Membuat Angkasa sendiri merasa tidak sabar untuk melakukan hal yang ingin dia lakukan sejak bertahun-tahun lamanya.

Suatu hal yang tidak diketahui oleh siapapun, termasuk Ibunya sendiri. Diluar dari rencana Bela untuk menghancurkan keluarga pembunuh itu.

Lelaki itu tetap pada posisinya. Mata elangnya menatap lurus sosok cantik berbadan kecil yang sedang bersandar pada tiang halte. Berdiri dengan bete, sesekali memandangi hujan yang turun bergitu lebat.

Tidak, si cantik itu nampaknya terlihat kesal. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang cemberut.

Di samping itu, dia nampaknya tidak menyadari kehadiran Ibu Angkasa di sampingnya—yang sedang meliriknya secara diam-diam.

ANGKASA BAGASKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang