6.Tangan Bersih

1.5K 292 84
                                    

Kejadian alat make-up yang berdarah-darah sudah dua hari berlalu tapi wajah Tiffany masih terus memberengut. Taeyeon masih terus diabaikan, beberapa kali gadis pendek itu mencoba meminta maaf tapi tidak Tiffany gubris.

"Bisakah kau berhenti melakukannya? " Tanya Tiffany pada Taeyeon yang sibuk berjalan mondar-mandir. "Kau membuat ku pusing. "

"Tiffany-Ssi masih marah lagi? "

"Kalau aku jawab tidak, apa kau akan menurut? "

"Tentu," Taeyeon mengangguk. "Aku berjanji. "

"Aku tidak marah lagi. "

"Benarkah? "

"Benar. "

"Gomawo Tiffany-Ssi. " Taeyeon berlari menuju sofa, menghamburkan dirinya untuk memeluk Tiffany. Begitu erat sampai membuat Tiffany sesak.

"Cepat lepaskan atau aku akan marah lagi. " Ancam Tiffany dengan diselingi batuk kecil.

"Tiffany-Ssi akan berbicara dengan ku terus kan? "

"Tergantung mood. "

"Apa itu mood? "

Tiffany memutar bola matanya, pertanyaan aneh Taeyeon adalah alasan kenapa dia malas berbicara dengan gadis mungil itu. Jika saja bukan karena wajah polosnya jelas Tiffany tidak segan untuk mengusirnya. Lagipula Taeyeon itu berbahaya.

Terlalu lama dengan Taeyeon membuat Tiffany naik darah, lalu sakit kepala akan datang dengan tiba-tiba, melewati satu hari saja kepala Tiffany seperti ingin pecah. Dia bahkan tidak yakin apakah akan terus baik-baik saja sampai hari ke seratus nanti, atau dia akan sekarat lebih dulu karena terserang kanker otak yang muncul akibat ulah ajaib Taeyeon yang tidak terlintas oleh nalar manusia biasa.

Tiffany membuka ponselnya, menandai tanggal yang sudah dia dan Taeyeon lalui bersama. Baru empat tanggal yang bercentang merah, itu artinya masih tersisa 96 hari yang kalau dikonversikan ke jam akan menghasilkan angka sebesar 2.304, dan bila diubah ke dalam satuan detik makan akan diperoleh hasil 8.294.400.

"Itu lama sekali. " Tiffany mengerang frustrasi.

"Tiffany-Ssi kenapa? " Taeyeon menoleh ke arah Tiffany yang sibuk mengacak rambutnya. "Rambut Tiffany-Ssi berantakan." Tangan Taeyeon reflek bergerak, jari-jemarinya ia gunakan untuk menyisir rambut Tiffany.

Tiffany diam, menyisir rambutnya jelas bukan hal yang terlarang. Tapi, wajah Taeyeon terlalu dekat saat itu. Tiffany bahkan merinding saat merasakan hembusan napas hangat milik Taeyeon.

"Jangan sentuh! " Tiffany menjauhkan tangan Taeyeon.

"Tiffany-Ssi marah lagi? Apa Aku berbuat salah?" Taeyeon memundurkan posisi tubuhnya, kepalanya tertunduk.

Tiffany sebenarnya merasa iba pada Taeyeon, tapi rasa iba itu tidak lebih besar dari gengsi.

"Kau salah karena sudah berani memegang rambutku dengan tangan kotor mu. "

Taeyeon memperhatikan tangannya, lalu menarik tangan Tiffany. Keduanya ia bandingkan, semuanya terlihat sama kecuali warna merah terang yang menempel di semua ujung jari Tiffany.

"Bagaimana caranya supaya punya tangan seperti ini? " Taeyeon menunjuk kuku Tiffany.

"Kau tidak tahu? "
Taeyeon menggeleng.

"Ini tidak mudah, kau harus mencabut bagian kuku mu agar dia tumbuh kembali dengan warna yang cantik. " Tiffany terkikik geli saat Taeyeon mengangguk seolah mengerti. Berbuat iseng ternyata menyenangkan juga.

*

Taeyeon PoV

Tiffany-Ssi sudah tidur, dan aku masih menatap keluar jendela. Ternyata jika di daratan bintang jadi pindah di bawah. Mereka berkelap-kelip menerangi rumah yang kecil dan rumah yang tinggi seperti milik Tiffany.

Tuan Sirius tidak terlihat lagi disini,entah kemana dia pergi. Aku sedikit sedih karena dia tidak muncul lagi, untungnya ada Tiffany yang akan mau menemani ku. Dia suka sekali berbicara dengan suara yang keras, kalau itu sudah terjadi artinya dia marah. Kalau Tiffany marah, aku harus menutup telinga rapat-rapat supaya tidak sakit. Seperti tadi, dia memarahi ku karena katanya tangan ku kotor. Kalau bersih harus seperti miliknya, bagian ujungnya berwarna merah.

Oh iya, aku lupa.
Kuku ku harus dicabut supaya nanti mirip dengan punya Tiffany. Aku mencari sesuatu yang bisa membantu untuk melepaskannya karena jika menggunakan tangan kosong tidak akan bisa, kalaupun bisa pasti akan lama. Aku harus menyelesaikannya sebelum Tiffany terbangun. Jangan bilang-bilang, ini kejutan.

Aku menemukan benda yang mirip seperti capit kepiting di tempat kemarin, tempat yang sama dimana aku menemukan cat warna dan kuas untuk melukis. Ku rasa ini akan membantu ku.

"Aku pinjam dulu ya Tiffany-Ssi." Ucapku dengan suara yang pelan, karena kalau berteriak nanti akan membuat Tiffany terbangun.

Kata Tiffany, jika ingin menggunakan barang harus bilang dulu. Kalau tidak begitu, maka akan jadi pencuri. Aku tidak mau, kalau di lautan sana pencuri berwajah jelek, bertangan banyak, dan suka pipis sembarangan. Pipisnya berwarna hitam, jorok sekali. Aku tidak mau disamakan dengan pencuri.

Sudah aku tidak mau membahas pencuri lagi, sekarang aku mau fokus mencabut kuku ku dulu.

"Daebak! "
Tiffany ternyata tidak berbohong, saat aku selesai mencabutnya keluar sesuatu yang berwarna merah. Itu pasti zat pewarna yang akan membuat aku punya tangan yang sama seperti milik Tiffany. Aku senang sekali. Besok aku akan menunjukkannya pada Tiffany setelah aku menyelesaikan semuanya. Aku juga mau menanyakan sesuatu kepada Tiffany.

Apa harus sesakit ini jika ingin punya tangan yang bersih? Jika iya, Tiffany pasti tersiksa karena rasanya perih sekali. Ini benar-benar tidak mudah.

LamentationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang