Part 3

101 3 0
                                    

           

Murid-murid berkumpul di aula sebelum pukul 7 malam. Mereka yang penasaran, langsung menuju aula setelah pelajaran terakhir. Duduk di masing-masing meja asrama, menunggu para guru dan kepala sekolah datang.

Pintu utama terbuka tepat pukul 7 malam. Profesor Connaway, kepala sekolah Hogwarts, masuk ke dalam ruangan diikuti oleh barisan guru dan kelompok kementrian yang datang akhir-akhir ini.

Murid-murid terpana melihat kehadiran mereka. Tak ada makanan yang tersentuh. Bahkan seorang Billy menahan diri untuk tidak mencomoti makanan yang disajikan di depannya.

Ketika Profesor Connaway sudah berdiri di atas podium, murid-murid dapat melihat wajah tuanya yang tampak lelah. Terakhir kali Profesor Connaway menampakkan wajahnya di hadapan para murid adalah dua minggu yang lalu, dan kini ia terlihat lebih tua dua tahun.

"Selamat malam," sapa Professor Connaway. Ia telah menyihir hingga suaranya mampu di dengar oleh semua insan di dalam aula. "Sungguh keajaiban kita berkumpul di sini pada malam ini, meski demikian, ini bukan keajaiban yang menyenangkan."

Menteri yang berdiri di sebelah Profesor Connaway berdeham dengan suara berat, namun kepala sekolah tidak menghiraukan.

Menteri di sebelah Profesor Connaway berdeham lagi.

"Mungkin lebih baik saya membiarkan ketua games ini, Joseph Potter, untuk menjelaskan lebih lanjut," putus Profesor Connaway, berjalan turun dari podium.

Joseph Potter, menteri yang sudah sering nampak belakangan ini, berdiri di atas podium dan mulai bersuara. "Saya akan langsung pada poinnya saja. Games ini, The Battle of Hogwarts Games, bukanlah games biasa yang seperti kalian pikirkan. Ini adalah sebuah games yang nantinya akan menentukan nasib kita, para penyihir, ke depannya.

"Saat ini sudah sedikit sekali para penyihir di luar sana yang benar-benar terlatih. Apakah akibatnya? Akibatnya sangat fatal. Dengan kemampuan yang tidak pernah benar-benar diasah, penyihir-penyihir itu hampir mengungkapkan pada dunia tentang kaum kita.

"Kita ingat bagaimana sejarah-sejarah berkisah. Mengapa terjadi perang? Mengapa terjadi pemberontakan? Ini semua adalah akibat dari pelatihan yang sangat kurang.

"Maka dari itu, games yang telah melegenda ini akan kami adakan bagi murid-murid berprestasi seperti anggota Quidditch, prefek, serta ketua murid. Masing-masing asrama akan kami pilih empat murid dari kelas empat hingga tujuh, dua laki-laki dan dua perempuan, kami letakkan di dalam area sekolah ini selama dua minggu. Aturan mainnya sangat gampang. Bunuhlah, sebelum kau dibunuh."

Joseph Potter tersenyum, menampakkan deretan giginya yang menguning. Entah ia mengharapkan tepukan tangan atau apa, alih-alih semua murid menatapnya dengan tatapan ngeri.

"Gunakan seluruh apa yang kalian pelajari selama ini. Mantra, kutukan, transfigurasi, ramuan, dan sebagainya untuk mengalahkan musuh kalian. Hanya akan ada dua pemenang pada akhirnya," Joseph terdiam sebentar, "Atau tidak ada sama sekali, jika selama dua minggu kita tidak mendapatkan pemenang."

Selama beberapa saat ada keheningan di dalam aula. Hingga seorang murid laki-laki kelas tujuh dari Gryffindor berdiri dan bersuara, "Ini bercanda 'kan?"

Murid perempuan kelas tujuh yang lain, dari Ravenclaw, berdiri pula, "Kalian ingin kita saling membunuh?"

"Ayahku akan mendengar tentang ini," omel seorang murid dari meja Slytherin.

Setelah itu banyak sekali murid yang berdiri, aula mulai ribut. Teriakan-teriakan murid, yang didominasi oleh murid kelas atas mengisi aula. Hantu-hantu sekolah datang dan tak ingin terlambat ikut andil dalam keributan, terutama Peeves. Beberapa hantu kuno mengumpat-umpat dalam bahasa yang kuno juga, lalu meneriakkan bahwa ini adalah kabar paling konyol yang pernah mereka dengar selama hidup dan kematian mereka.

"Berhenti!" teriak Joseph, suaranya berkali-kali lipat lebih keras, mengungguli keributan dalam aula. "Tidak ada protes, dan saya yakin saya tidak mempersilakan siapa pun mengajukan pertanyaan."

Murid-murid bergeming.

"Besok pagi, pukul sembilan, kami akan melakukan seleksi itu di aula. Terima kasih."

Begitu selesai, Joseph menyulut kemarahan lagi dari murid-murid, namun ia beserta para menteri lainnya berjalan keluar dari ruangan dengan santai. Dengan sentikan pelan, mereka membuat murid-murid yang menyerang mereka terbang dan menghantam ruangan.

Di meja Gryffindor, Niamh, Piper, Dave, serta Billy saling tatap dalam kengerian.

--

The Battle of Hogwarts GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang