Chapter 3 -Our & Destiny-

61 27 13
                                    

"Aku pulang" ucapku begitu membuka pintu rumah.

Senyap, sepi, gelap tanpa suara maupun penerangan. Jika ibu masih hidup mungkin rumah tidak akan sesenyap ini. Ada ibu yang menyambutku ketika aku pulang dan rumah yang terang juga hangat. Aku terkadang masih mengharapkan itu, meski tidak mungkin.

Dari kecil aku membenci tempat yang gelap dan terkesan dingin, aku membenci gang gelap yang kulewati setiap pulang sekolah, aku membenci lorong menuju gudang sekolah, dan aku membenci guntur saat malam hari. Semua itu karna gelap dan dingin dan sekarang rumahku terasa seperti itu, rumahku terasa seperti gang gelap, lorong sekolah, dan malam dengan suara guntur.

Aku membenci rumah tanpa ibu dan kakak. Aku membenci kenyataan bahwa hanya aku dan ayah yang masih berada dirumah ini. Ayah yang selalu pulang larut malam dalam keadaan mabuk selalu membuatku muak. Jika kalian pikir aku anak yang tidak berbakti, kalian salah. Dulu aku mencintai kedua orangtua ku, semua berubah setelah ibu meninggal. Ayah menjadi sangat membenciku, bahkan lelaki tua itu selalu berusaha membunuhku.

Lalu ia memiliki suatu kebiasaan baru ketika semua hal buruk yang terjadi padanya, selalu dilimpahkan aku dan kakakku. Hingga Kakak memutuskan untuk pergi dari rumah setelah dia diterima bekerja sebagai detektif di kepolisian Seoul.

Aku bisa saja ikut dengan kakaku. Dan meninggalkan lelaki tua itu di rumah sendiri. Tapi aku sudah janji pada ibu, bahwa aku akan menemani mereka hingga akhir hayatnya. Janji pertama sudah kutepati, aku berada disisi ibu ketika beliau meninggal. Dan sekarang sisa lelaki tua itu.

Setelah memasak ramyeon aku melangkahkan kakiku ke kamar, lalu menjatuhkan bokongku dikursi yang berhadapan dengan meja belajar. Menikmati Ramyeon yang tadi kumasak, sambil membaca novel karya John Grisham "A Time To Kill".

Aku merupakan mahasiswi jurusan hukum, tidak heran jika aku membaca novel karya John Grisham. Aku selalu melakukan ini, membaca beberapa novel bertemakan hukum, lalu merangkum kasus-kasus didalamnya, untuk kutanyakan pada dosenku ketika kelas.

Aku mengambil secarik kertas dan...

"Ah pena yang cantik itu" gumamku, lalu menyambar pena cantik yang tergeletak diantara buku-buku lainnya.

Dan mulai mengoreskan tinta yang ada pada pena ini

'A'

"Hah, tinta merah ternyata" kukira ini pena dengan tinta hitam nyatanya aku salah.

Lalu tiba-tiba aku merasakan sesuatu

Apakah bunga lily yang diberikan pemilik toko mengeluarkan bau lily menyengat seperti ini?

Bahkan itu bukan bunga yang segar lagi.

"Kim... Ye... Seul" suara bariton yang tak asing memanggil namaku

"Nde ?" aku spontan berbalik ,menatap mata hazel dengan bola mata hitam pekat yang terasa begitu dalam.

____________________________________________________________________________

Sudah kukatakan takdir ini sengaja mempertemukan kita.

Aku datang disaat gadis itu mulai menggunakan pena nya. Aku mulai menyukai permainan ini.

"Kim...Ye...Seul" dari belakang aku mendekat kearahnya, sangat dekat dan...

"Nde ?" gadis itu berbalik.

Aku bertatap mata dengan manik coklat miliknya dalam jarak yang teramat dekat. Bahkan aku bisa merasakan hangatnya napas seorang manusia. Mata coklatnya indah, tapi terasa sangat kelam, matanya menyiaratkan bahwa gadis ini terasa begitu kesepian. Tapi...

Death Pen -KTH-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang