3. Rindu tak bertuan

53 3 3
                                    

    Udara sejuk full ac yang menusuk tulang. Seluruh permukaan kulitku terasa kaku kedinginan. Meskipun baju dinas yang panjang menutupi sampai pertengahan betisku tetap saja tak bisa mengusir rasa dingin yang menyerang.

     Ruangan ini terlalu besar. Lebih besar dari rumah yang ditempati orang tuaku. Sekitar seratusan orang memenuhi ruangan ini. Tak ada suara yang menarik yang bisa kudengar. Hanya bunyi tak tik tuk yang bersautan mesin ict dari ujung ruang.

Mereka semua termasuk aku sibuk mengerjakan board-board yang datang mengalir sepanjang line dari depan. Sibuk mengejar target.

    Disudut ruangan ada anak rework yang hanya terdiri dari enam orang, Lina, Yana, Edi, Untung, Ginanjar dan Rudi. Duduk di kursi mengitari meja panjang segi empat.

      Dilain tempat ada teman akrabku Yayuk, Mayang, Tika dan Gunawan berada dalam box-box test board yang berukuran dua kali dua yang suhu udaranya sedang.

      Box itulah tempat aku meringkuk mencari hangat ketika seluruh tubuhku merasa dingin yang amat sangat. Bahkan saat mataku tak bisa menahan kantuk yang hebat Gun selalu mengizinkan boxnya untuk aku tidur beberapa saat.

    Tiba-tiba bel istirahat berbunyi. Jam di handponeku menujukkan pukul satu tepat. Pantas perutku mulai merintih-rintih.

      Kulihat anak-anak bagian operator lainnya mulai berhamburan keluar. Akupun bergegas keluar menuju kantin yang berada paling belakang pabrik.

    Saat aku sampai rupanya teman-temanku sudah sampai duluan. Kantin terlihat sangat ramai. Para leader, staf dan menejer tanpa terkecuali,bergabung dalam ruangan besar.

      Disini tak ada perbedaan meskipun lain golongan dan jabatan, semua duduk manis menghadapi makan siang. Aku memilih duduk disebelah yayuk yang masih kosong.

      Kulihat ada Gun juga duduk diujung meja. Gun melempar senyum tipis kearahku. Sesaat mata kami berpandang. Duh, sejuknya yang kurasakan. Apalagi ketika bibirnya bergerak manis.

      "Niah nanti sore kau bisa tak temanin aku jalan? ujarnya sambil mengaduk-aduk teh obeng dihadapannya.

     "Emang mau kemana? tanyaku sambil menatapnya sedikit senang.
     "Ke Nagoya yok, aku mau cari kado buat seorang teman. Masalahnya temanku ini perempuan. Aku tak pandailah milih kado apa yang cocok untuknya." ujar Gun menjelaskan.

      "Pergilah Niah, nanti kubilang sama sopir bis jemputan. Tak usah tunggu kau." timpal Tika tanpa persetujuanku. Sambil menyeka sisa kuah yang menempel didagunya yang bagus dipandang.

     "Kau telpon aja bibimu biar mereka tak khawatir jika kau terlambat pulang." sambung Mayang si ketua gengku.

      Ah, mereka sepertinya sangat senang kalau aku jalan dengan Gun. Mereka tampak sangat percaya Gun pasti menjagaku.

      Ya cuma Gun. Kulihat wajah Gun cerah. matanya berpindah-pindah menatap temanku, seolah mengatakan terima kasih karena sudah diizinkan.

     Aku sangat tahu sikap Mayang. Orangnya agak tegas dengan siapa kami berkawan, dengan siapa kami pergi.

      Walau terkadang ada pernah aku membuat janji diam-diam dengan seorang teman yang kerja disini juga hanya lain bagian.

     Kupikir aku juga perlu rekreasi pikiran diluar jam kerjaan  Tanpa harus dengan mereka melulu. Karena kami bekerja disini sampai jam tiga petang untuk sif siang. Dan ada juga sif malam dalam sebulan pasti ada pertukaran sif.

      Dalam jarak tenggang jadi aku punya banyak waktu peluang sepulang kerja.
     "Pergilah Niah! Kapan lagi mumpung ada yang ngajak. Asal jangan lupa coklatnya ya" ujar Yayuk tak mau ketinggalan.

      "Okelah kalau begitu aku akan pergi dengan Gun. Tenanglah aku pasti beliin sesuatu untuk kalian." jawabku senang. Kulihat Wajah Gun juga senang. Entahlah badai apa yang ia sembunyikan.

      Dan entah rasa apa sehingga aku selalu gagal menolak setiap ajakkannya. Tak lama kemudian bel masuk terdengar sangat panjang.

      Berombong-rombong anak-anak persis ayam beriringan, termasuk kami mulai meninggalkan kantin, kembali menuju ruang kerja.

     Tepat pukul tiga sore, persis didepan bangun kecil tempat satpam jaga, kami berbaris-baris antri keluar. Saku-saku seragam yang yang telah kami tukar dengan baju  santai diperiksa satu-satu oleh pak satpam.

     Di perusahaan ini sangat ekstra ketat pemeriksaan. Dikhawatirkan ada tangan jahil yang membawa  barang pabrik.

     Dari jauh aku lihat Gun melambaikan tangan. Setelah tiba didekatnya kamipun pergi meninggalkan lingkungan pabrik menuju Nagoya mall.

     Saat berdua dengan Gun didalam taxi, aku rasa ada dentum-dentum halus, debar-debar nyaman kerap datang, khusyuk dan sahdu. Bahkan kalau tiba dikamar hayal dan rindu kian berkembang. Entah siapa yang mau dengar pekik rinduku yang tak bertuan. Inikah cinta itu ibu?! jeritku dalam hati.

     Namun entahlah dengan Gun, nampaknya terlihat biasa aja. Bicaranya juga datar dan santay
.
     Ketika mobil yang kami tumpangi berhenti didepan Nagoya Hill shopping mall, pun tak ada sinya-sinyal kalau Gun juga punya perasaan spesial.

      Aku hanyalah teman, teman yang baik dan pengertian. Padahal kalau saja Gun tahu sebenarnya aku pingin lebih permintaan. Aku tak pernah mengalami hal ini sebelumnya.

     Rasa yang meraja manis tak pernah kurasakan ketika aku masih berteman dengan Riko, sahabatku yang di Palembang.

     Tatapan Riko tak seperti tatapan Gun yang menggoncang. Gerak-gerik Gun tak pernah bisa kubaca. Sikapnya tak ada yang aneh  Sekedar teman tak lebih itu.

      Sepertinya tak kan ada terjadi first love bagiku baginya. Tak adalah itu! Bentak hatiku kesal.

                      $$$

#Tolong lanjut ya ..yang ke 4, jika masih penasaran.

&
Cinta tanpa pengungkapan seperti membungkus hadiah tapi tak berani memberikannya
    
                    

Sepotong cinta untuk RaniahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang