10. Singapura penghapus rindu

28 2 0
                                    

Setumpuk pcb telah menungguku. Rasa rinduku yang terbendung dua hari ini kutatap dengan sedikit kerutan alis di dahiku.

     Kulihat tiga senyum temanku yang beseberangan duduk didepanku. Mereka juga bersiap-siap mengerjakan pekerjaan rutin kami.

    Yang jelas aku rindu duduk disini. Aku rindu bergabung dengan seperangkat komponen yang setia menemani pikiranku yang sering kali mengangkasa.

     " puk..puk ..puk." tiga kali tepukan lembut menghampiri pundakku. Aku menoleh cepat. Kak Eva mengambil kursi duduk disebelahku.

      "Jangan terlalu banyak kerja dulu. Sini biar kakak bantu biar cepat selesai." suara khas kak Eva, leaderku. Kak Eva selalu begitu, meskipun suaranya keras dan kencang tapi dia selalu baik pada semua orang, terutama bagi kami sebagai operator bawahannya.
    Kak Eva selalu menolong dan siap menggantikan kalau kami berhalangan atau sakit. Dengan gesit kak Eva memeriksa board-board di atas mejaku.

     "Kak Eva orangnya  baiklah.  makasih kak Eva." pujiku sambil menatap bibirnya yang terpoles lifstik merah tebal. Senyum manisnya melebar.

     " Dua minggu lagi kita akan Singapore. Jaga tuh kesehatan. Banyak barang kita yang rusak. Kita harus segera memperbaikinya.
Kau, Yayuk, Tika, Mayang dan anak rework sudah kudaftarkan untuk ikut kesana. Seminggu ini segera kau urus paspormu!" ujar kak Eva tanpa menoleh kearahku. Matanya tetap sibuk memperhatikan komponen di pcb.

    "Selesai makan siang kita kumpul di ruang atas. Tadi sudah kubicarakan dengan mereka yang ikut tugas." sambungnya lagi.
    "Iya kak." jawabku datar. Terus terang aku senang mendengarnya. Alhamdulillah, aku bisa ikut. mungkin karena aku termasuk anak yang patuh dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaan. Mungkin karena itu kak Eva memilihku.

     Maklumlah disini menurut pendengaran, ada juga anak-anak yang kurang memberi perhatian dan pokus pada pekerjaan. Yang kadang membuat kak Eva naik darah karena mereka sering banyak ngobrol dan bersantai. Bahkan tak jarang mereka tak mencapai target yang sudah ditentukan.

    Lain hal dengan aku. Aku lebih banyak menghabiskan waktuku dengan bertatap mata dengan board kesayanganku. Aku lebih banyak bekerja. Dan itu sering kali membuatku lupa jam makan, lebih banyak menerbangkan khayal. Dan aku bisa lupa segalanya. Hanya satu hal yang belum bisa  aku lupakan. Gun!

     Makhluk manis yang cukup menyita pikiranku. Sudah kualih-alihkan, tetap saja wajahnya yang berputar di depan mataku.

    Heran, sebegitu banyak kesibukan yang mengasyikkan, keramaian yang membisingkan masih saja namanya, wajahnya yang tergambar.

     Satu pikiran yang kerap  mengajakku bermain dan selalu lupa pulang.
    Sedetik kemudian aku mengusirnya cepat-cepat. Pergi Gun! Teriakku kencang. Kukerjapkan kelopak mataku mengusir bayangan Gun yang menempel di ujung ingatan.

     Bel yang mengagetkan, aku dan kak Eva segera mengakhiri pekerjaanku. Aku dan kak Eva berpisah disimpang lorong ruangan. Aku menuju kantin. Kulihat kak Eva menuju ruang atas. Mungkin sedang mempersiapkan meeting kami siang ini.

     Suasana kantin yang ramai. Ruangan yang sangat besar dapat menampung seratus lebih karyawan. Hari ini aku tak melihat ke dua teman akrabku, Yayuk dan Tika. Juga tak ada  Ganda dan Gun. Hanya ada Mayang yang nampak di mataku. Aku malas memperhatikan orang-orang disini. Begitu banyak berbaur jadi satu. Biasalah kalau jam makan siang keadaan biasa berubah ramai persis pasar.

    "Hei Niah, kau sudah dengar ada meeting jam dua ini!" suara Mayang di belakangku ikut antrian mengambil makanan.

Sepotong cinta untuk RaniahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang