Ini semakna bintang yang jatuh di tanah
Gelap merekat menggelandang ditelan kerlip kunang malamDan dikau serupa pijar yang enggan peduli pada dera yang melanda
Sesama purnama mendekap langitLalu kemana hendak ku tumpah lara wahai surga
Dengan sisa hati pedih
Dengan duka maha tinggi
Di ujung jemari kupuisikan air mata ini...kasihAku terbawa hanyut mengikuti ujung jari yang mengajakku menari di atas layar catatan handponeku.
Entah mengapa aku menjadi begitu akrap dengan tulisan cengeng dan sedikit melo. Hanya aku merasa senang saja menuang beberapa kata dan kalimat yang mewakili seluruh perasaaanku.
Seakan tulisan itu berkata..terbanglah bersamaku. Dan dengan patuh aku ikuti irama kata hatiku.
Seperti puisi yang baru saja kubuat pas dengan keadaan hatiku sekarang. Kesenangan menulis ini sebenarnya sudah kugemari sejak aku masuk SMP dulu.
Tapi pada waktu itu yang kutulis tentang ibu, pahlawan, bunga, tanah air dan sebagainya. Tak ada yang menyangkut perasaan khusus pada seseorang.
Kuperhatikan tulisanku yang panjang. Seolah aku dan hatiku sedang bertamasya tapi dalam keadaan berduka.
Dari pagi tadi aku berharap ada suara langkah yang kutunggu itu datang. Datanglah Gun...bisik hatiku pelan. Kututup handponeku lalu kumasukkan ke laci meja dihadapanku.
"Wah yang sudah punya pacar!!" Sebuah teriakan mengagetkanku. ekor mataku menangkap wajah Gun yang tiba-tiba muncul didepanku.
"Boleh juga ya si Ganda itu, bisa merebut seorang yang bernama Raniah Puspa Dewi." ujar Gun menggodaku yang masih diam.
" Sudah kaya, tampan pula dia. Cocok deh buatmu Raniah. Tapi kalau bisa cari pria itu yang seiman." kata Gun lagi sambil duduk dan mulai membantuku seperti sebelumnya. Sebelum dia melupakan akulah hati yang pernah diabaikan beberapa hari ini.
"Berteman itu enggak ada larangan. Walaupun beda kepercayaan. Agama islam kan agama damai, agama yang membawa keselamatan." kataku agak serius sambil tak henti tanganku memeriksa pcb satu persatu.
Begitupun Gun ikut menyatu dalam pekerjaanku. Kemudian kami terlibat percakapan yang mengasyikkan tentang bagaimana perbedaan agama bukanlah hal yang menakutkan.
Rasanya sudah berabad aku tak bercerita dengan Gun. Hari ini begitu saja tumpah ceritaku padanya. Gun dengan senang mendengar apapun yang aku kisahkan. Seperti sekarang sambil bekerja aku terus cerita tentang sahabatku, Lavina yang beda kepercayaan.
Dulu waktu SMP aku berteman dengan Lavina, anak dari golongan non muslim, hindu. Kami duduk sebangku. Aku sangat akrab dengannya.
Lavina sangat baik padaku dan akupun ingin selalu berusaha baik kepadanya. Tak jarang kami sering berbagi makanan, mainan dan banyak lagi kebaikannya padaku.
Suatu hari di sekolah, Lavina meminta tolong selamatkan ia dari anak-anak nakal yang sering mengejeknya, mengganggunya. Akupun memberi perlindungan padanya. Bahkan aku memberi tempat yang aman baginya. Agar anak-anak itu tak lagi mengganggunya.
Memang sekarang sangat marak isu dan radikalisme yang mencoba mencari ayat dan dalil lawannya. Yang menjadikan kebencian menjadi populer.
Yang mengoyak masyarakat dengan mengadu domba, mencemari otak anak-anak menjadi jahat.
Saling mengerti dan mengingatkan dengan upaya aktip saat untuk solat, puasa dan berdoa saling menghargai kepercayaan yang berbeda.Interaksi dengan agama yang berbeda di sekolah, perantauan, organisasi, kantor atau perusahaan yang sedang aku jalani sekarangpun banyak yang berbeda suku, bangsa dan agama.
Tapi kulihat aman-aman saja. Perbedaan tidak terasa menjauhkan. Bahkan merasakan empati dengan berinteraksi sesama umat yang berbeda kepercayaan. Selagi tidak membawa pengaruh pada kemungkaran.
Kulihat Gun tersenyum mendengarkan ceritaku panjang lebar.
"Jadi, aku dan Ganda hanya berteman. Dan gimana kau dan Rida, nampaknya semakin dekat saja." ujarku kemudian. Lalu Gun menceritakan hubungannya yang semakin rapat saja dengan Rida.Terus kata Gun minggu ini ia dan Rida akan ke Tanjung Pinang, ke rumah orang tuanya Rida.
Gun terus bicara tanpa memperhatikan kekacauan yang tiba-tiba saja mengamuk, memecah-mecahkan isi didadaku.Gun tak kan bisa membaca kesakitan rindu yang selama ini kupendam. Gun tak kan pernah melihat kehancuran rasa yang remuk di jantungku sekarang.
Gun, mengapa kau lakukan itu padaku. Mengapa kau tak kasihan. Mengapa kebaikanmu harus menumbuhkan butir-butir kerinduan. Mengapa Gun?
Mengapa harus ada perasaan yang semacam ini Tuhan. Mengapa harus sepahit ini mendengarkannya. Mustinya jangan Kau hadirkan rasa ini, Tuhan...tarik napasku seakan sesak yang menyumbat menghentikan aliran napasku.
Entahlah apa yang terjadi dengan rotasi di kepalaku. Seolah jaringan yang ada didalam tubuhku bekerja begitu cepat.
Tiba-tiba saja semua benda disekelingku berputar-putar. Mendadak pandanganku gelap. Duniaku seakan menghilang. Perasaanku mengambang. Hanya sesekali ada yang menyerang. Sakitnya...keluhku dalam hati. Kurebahkan kepalaku di meja kerjaku.
Bleess....aku tak ingat apa-apa lagi.
$$-$$
Besok lagi ya..
Tolong ikutin yang ke 8..
Jangan sampai ketinggalan ya...
#Tq ya..sudah meluangkan waktu membaca dan memberikan suaranya
Aku tunggu commentnya ya...happy reading..
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong cinta untuk Raniah
Teen FictionCinta terkadang memang bukanlah mesti dianggap Tuhan Yang mesti disembah ditempuh dengan kecewa dan air mata Terus dipuja dan berharap akan jadi tujuan sebuah hati yang benar tulus memberikan cinta dan melabuhkan perasaan yang terakhirnya hanya untu...