6

1.2K 139 3
                                    

Dengan mata yang ketakutan, jantung berdetak kencang dan Jongin yang masih ia rengkuh di dadanya, Hyein duduk di sana di lantai sambil menatap tubuh sang Bos Mafia yang sudah tak bergerak itu. Dia terlalu jauh dari Chanyeol untuk melihat apakah pria itu masih bernapas atau tidak. Chanyeol terbaring di lantai, basah kuyup dengan luka di perutnya yang masih berdarah.

"Chanyeol?"

Dia menggoyang-goyangkan kakinya, mencoba melepaskan diri dari rantai itu. Dengan hati-hati ia meletakkan Jongin di lantai yang dingin lalu mencoba menarik kakinya sendiri. Pergelangan kakinya tergores dan berdarah di beberapa titik. Terasa sakit dan terbakar setiap kali belenggu besi itu menggesek kulitnya. Dia menarik rantai itu, dan tentu saja sia-sia. Lalu ia berteriak. "Sial!"

Dia melihat ke sekeliling aula, mencoba menemukan sesuatu yang bisa dia gunakan untuk membuka belenggu itu. Akhirnya dia melihat sepotong besi kecil yang tipis dan merangkak ke arahnya. Untungnya rantai itu cukup panjang sehingga ia bisa mengambilnya. Dia memasukkan besi itu ke dalam lubang kunci dan mencoba memutarnya. "Ayolah!" Bisiknya.

Membuka kunci tampak begitu mudah di film. Tapi kenyataannya itu tidak mudah; itu tidak berhasil. Ia harus mencoba sesuatu yang berbeda. Kali ini, ia menyelipkan potongan besi itu di antara kakinya dan belenggu dan menggunakan seluruh bobot tubuh dan kekuatannya untuk membengkokkan belenggu itu. "Ya!" Dia bersorak saat cara itu benar-benar bisa bekerja.

Dengan susah payah, ia berhasil membuka belenggu itu dan menarik kakinya. Ia pun menghela nafas lega. Dia mengusap pergelangan kakinya yang terluka, mencoba sedikit menenangkan rasa sakit yang menyengat itu. Saat akhirnya dia terbebas dari belenggu itu, dia bangun dan segera menghampiri Chanyeol.

Dengan sangat pelan ia mendekati pria jangkung itu dan berlutut di sampingnya. "Cha-chanyeol?" Bisiknya hampir tak terdengar. Ia mengulurkan tangannya yang gemetar dan dengan lembut menyentuh dada pria itu. Kulitnya terasa dingin dan agak basah. Luka di perutnya masih berdarah, menodai kulit di bawah pusarnya dengan warna merah tua.

Hyein menahan napas saat ia mengarahkan tangannya ke leher Chanyeol. Dia menempelkan jari-jarinya ke sana, mencoba merasakan denyut nadi. Jantungnya mulai berdetak kencang saat ia bisa merasakan denyut nadi. Lemah tapi masih ada. "Syukurlah." Hyein menarik napas. Air mata mulai mengalir di pipinya. "Terima kasih, Tuhan."

Dia menatap wajah Chanyeol yang babak belur. Ada bekas luka di alis kanan dan beberapa luka lecet yang tersebar di seluruh wajahnya. Hyein membiarkan matanya memandang turun dari mata tertutup Chanyeol ke bibirnya yang sedikit terbuka dan kemudian kembali ke luka pada alisnya. Masih berdarah dan membentuk garis tipis dari pelipis sampai ke telinganya. Dan baru sekarang Hyein menyadari bahwa pria jangkung itu menindik telinganya. Bulatan yang berkilauan, berwarna merah gelap, tapi hampir mendekati warna hitam menghiasi telinganya. Bagaimana mungkin dia tidak menyadari itu sebelumnya?

Hyein tersadar dari pikirannya itu saat Chanyeol mengembuskan napas, secara tiba-tiba. Dia tersentak saat mata pria itu terbuka. "Chanyeol."

Chanyeol berkedip beberapa kali, perlahan menolehkan kepalanya. "Kenapa kau menangis?"

Hyein mengulurkan tangan ke wajahnya dan mencoba menyeka air matanya yang masih mengalir. "Aku... Hei! Apa yang kau tertawakan?" Dia merengek saat Chanyeol mulai tertawa kecil. "Kupikir kau sudah mati!"

Chanyeol tersenyum pada anak itu. "Aku tidak mati secepat itu." Katanya sambil mencoba bangun. Dia menempelkan telapak tangannya ke luka di perutnya saat dia berusaha untuk duduk. "Fuck!" Dia mengutuk.

Hyein menjerit saat Chanyeol meraih ujung bajunya dan merobeknya. "Aku akan membelikanmu yang baru." Kata sang Mafioso sambil merobek seluruh bagian atas baju itu.

The Phoenix And His Healer || ChanyeolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang