8. Itu tidak benar

8.9K 464 12
                                    

Reiner sedang duduk diruang makan, menunggu Amanda. Makanan yang tadi sudah dingin telah dipanaskan kembali oleh pelayan. Sedangkan disebelahnya sudah ada Tomi berdiri dengan wajah seriusnya.

"Bagaimana, sudah kau urus?" Tanya Reiner dengan pandangan lurus kedepan.

"Tinggal menunggu perintah anda tuan" Jawab Tomi.

Setelah itu, terdengar langkah kaki menuruni anak tangga, semua menoleh termasuk Reiner. Reiner dan Tomi terpaku beberapa saat akan kecantikan Amanda yang tanpa polesan make up, dengan dress selututnya.

"Palingkan pandanganmu Tomi, atau kucongkel matamu" Ancam Reiner serius. Lantas Tomi mengalihkan tatapannya sekaligus berniat untuk pamit.

"Kalau begitu saya pamit undur diri tuan" Tomipun beranjak dari tempat itu.

Amanda sudah duduk dikursi makan menghadap Reiner yang sedari tadi menatapnya. Amanda yang ditatap merasa risih dan berusaha untuk tidak terganggu.

"Makan!" Ucap Reiner, setelah mengakhiri tatapannya.

Amanda yang mendengarnya segera melahap makanannya yang terlihat lezat dimatanya. Amanda begitu lahap sampai-sampai tidak memedulikan Reiner yang sedari tadi menatapnya sambil sesekali melahap makanannya santai.

Beberapa menit kemudian makanan tersebut habis tak bersisa karena Amanda memang begitu lapar. Reiner tertawa sinis.

"Apa Edward jarang memberimu makan? Sehingga kau makan seperti babi yang sedang kelaparan?" Ejek Reiner, yang membuat dada Amanda seperti ditusuk ribuan jarum, begitu menyakitkan, bahkan Amanda sendiri kehilangan kata-kata untuk menjawabnya. Amanda terlalu lapar hingga tidak memerdulikan cara makannya. Tapi, apa yang dikatakan Reiner tentang ayahnya yang jarang memberinya makan itu salah.

"Tidak mampu menjawab? Apa yang kukatakan tadi benar?"

"Tidak. Itu tidak benar"Amanda menunduk, rasanya harga diri begitu mudah diinjak oleh Reiner.

Reiner berdiri dari kursinya, kemudian menghampiri Amanda yang masih menunduk.

"Berdiri. Ikut aku!!" Ucap Reiner menarik tangan Amanda kasar, hingga Amanda meringis. Reiner begitu cepat berjalan hingga Amanda kesusahan menyamai langkahnya, ia seperti diseret.

Amanda diajak masuk kesebuah ruangan yang agak gelap, yang hanya disinari bola lampu kecil dengan cahayanya yang remang-remang, didinding ruangan tersebut terdapat beberapa bercak darah yang sudah mengering. Amanda melihat kesebuah meja dan dua kursi kayu yang saling berhadapan. Diatas meja ada beberapa benda tajam seperti pisau,palu, dan juga gunting.

Amanda merasa badannya bergetar, kakinya lemas,untuk apa Reiner mengajaknya kesini? Semua pikiran buruk memenuhi otaknya apa Reiner akan membunuhnya?. Mendadak dadanya terasa sesak, matanya mulai mengabur karena butiran bening yang sebentar lagi keluar.

Reiner yang berada disamping Amanda tersenyum menyeringai, senang melihat Amanda yang gemetar ketakutan karenanya. Reiner sengaja membawa keruangan yang sering ia gunakan untuk menyiksa musuhnya, seharusnya ada banyak darah dilantai ruangan itu, tapi Reiner selalu menyuruh pelayan membersihkanya, agar ruangan tersebut tidak bau oleh darah orang yang ia bunuh.

Reiner memukul tengkuk Amanda hingga pingsan dan menangkapnya agar tidak jatuh kelantai. Reiner mengangkat dan membawa Amanda duduk dikursi kayu dengan keadaan pingsan, lalu mengikat tangannya kebelakang kursi, setelah selesai dengan tangan Amanda, berikutnya ia mengikat satu persatu kaki Amanda dikaki kursi. Selesai, Reiner meniggalkan Amanda sendirian diruangan itu.

***

Disebuah mansion kediaman paris.Seorang pria sedang duduk disebuah kamar dengan perasaan frustasi, sudah dua hari ia menyuruh mata-mata untuk mencari anaknya, namun belum juga menghasilkan apapun.

"Dimana kamu nak, ayah khawatir" lirih Edward.

Perasaan bersalah menyelimutinya, ia tidak seharusnya menjadikan anaknya sebagai umpan untuk menarik musuh yang selama ini sedang mengincarnya, yang bahkan ia sendiri tidak tahu orangnya. Edward merasa orang itu begitu licin, susah sekali ia jebak untuk masuk keperangkapnya, bahkan rencana berpura-pura keluar negeri dengan memanilulasi identitasnya pun dapat ditebak.

Edward terus merenungkan kesalahanya, hingga terdengar suara ribut-ribut dilantai bawah. Edward bergegas keluar kamar dan mendapati pengawal-pengawalnya sedang kualahan melawan penyusup.

"Tuan cepat lari, kami akan lindungi tuan sebisa kami" Teriak salah satu pengawalnya yang sedang berlari menujunya.

Edward tidak dapat berpikir apa-apa lagi ia bergegas menuruni tangga dengan diikuti oleh salah satu pengawal kepercayaanya dari belakang. Namun sangat disayangkan saat sudah berada dipintu keluar, pengawal Edward tertembak, sehingga berbalik dan melihat pengawalnya sudah terkapar dengan kepala berlubang tepat dijidatnya. Edward panik beralih menatap orang yang tengah menatapnya.

"Ouw.aku meleset, kukira peluru itu akan mengenai kepalamu" Ucap Tomi sarkastis.

"Siapa kalian?" Tanya Edward tanpa basa basi.

"Eih, kau tidak sopan sekali kepada tamumu ternyata" Ucap Tomi, lalu berjalan menuju sofa dan duduk disana.

"Simpan saja pertanyaanmu untuk tuanku, aku tidak berhak menjawabnya" Ucap Tomi, dengan senyum terlukis dibibirnya, saat ini ia sedang memikirkan bagaimana nantinya, si tua bangka didepannya ini akan disiksa habis-habisan oleh tuannya Reiner.

Edward yang mendengarnya hendak bertanya lagi, namun kepalanya ditimpuk seseorang sehingga ia jatuh pingsan.

***

THE VENGEANCE(# Mafia Lovers)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang