MTM - 17

257K 13.2K 208
                                    

***

"Jadi kenapa?"

Arga sudah sampai di rumah sejak satu jam lalu, ia sempat meminta ijin pada Seina untuk mandi lebih dulu dan gadis itu mengijinkannya.

Sekarang keduanya sudah duduk di balkon kamar Arga. Arga sendiri sudah sangat ingin tahu apa yang ingin Seina katakan.

"Kita pindah dari sini," jawab Seina.

Arga menolehkan kepalanya ke arah Seina. Menatap gadis itu dengan lekat.

Pasalnya Seina sudah setuju kalo mereka akan tinggal di sini untuk sementara waktu sampai rumah Arga selesai dibangun. Tapi kenapa tiba-tiba mau pindah?

"Kenapa?" tanya Arga lagi.

"Bukannya lo udah ngeiyain buat tinggal di sini sampe rumah gue yang lagi dibangun selesai?" tambah Arga.

"Udah cukup gue ngebohongin orangtua lo. Gue gak mau nyusahin mereka juga," desis Seina pelan.

Arga mengernyitkan keningnya. Ia sama sekali tidak mengerti dengan maksud perkataan gadis yang duduk di sampingnya.

Arga memukul puncak kepala Seina pelan. "Ngomong yang jelas!"

"Sakit ...," decak Seina.

Gadis itu memajukan bibirnya selagi tangannya mengusap-usap kepalanya sendiri.

"Manja! Buruan lanjutin, kenapa tiba-tiba minta pindah?"

Seina terdiam beberapa saat sampai akhirnya ia buka suara, "Tadi sepulang gue dari butik, gue disambut sama nyokap lo. Dia pergi ke dapur buat bikinin gue susu, susu hamil katanya. Gue ngerasa gak enak, Gar."

Arga terkekeh, menurutnya tidak ada yang salah dengan hal itu.

"Untuk sementara waktu, emang itu yang harus kita lakuin kan? Lo harus terima apapun yang Mama kasih buat calon cucunya, termasuk susu itu. Salahnya di mana? Ya walau gue tau, gak ada calon cucunya di rahim lo. Tapi seenggaknya buat nutupin kebohongan kita, emang itu yang harus kita lakuin," ujar Arga.

"Bukan gitu, Gar. Gini deh, gue pulang dari butik di mana kerjaan gue kebanyakan cuma duduk dan pas pulang ke rumah? Gue dilayanin sama nyokap lo yang gue tau dia di rumah gak cuma duduk, banyak pekerjaan rumah yang dikerjain. Bahkan pas gue sampe rumah, dia masih nyapu tapi rela ngebikinin gue susu? Gue gak bisa liat itu, Gar."

"Parahnya lagi pas gue mau bantuin, dia ngelarang dengan bilang gue gak boleh capek-capek," lanjut Seina.

"Gue masih punya hati, Gar. Udah cukup bohong aja, gue gak mau nyusahin juga. Jadi, ayo kita pindah!"

"Seenggaknya saat gue cuma tinggal berdua sama lo, gue gak akan dapet perhatian berlebihan kayak gitu dari nyokap lo. Jadi gue gak ngerasa bersalah." Mata Seina nampak berkaca-kaca, sepertinya memang ada perasaan bersalah di hatinya.

Melihat eskpresi Seina sekarang, Arga sedikit tertegun.

Laki-laki itu tahu jika Seina sudah berbicara dengan ekspresi dan nada yang demikian, itu menandakan apapun yang dikatakannya menjadi hal yang benar-benar diinginkannya. Setidaknya itu yang Arga perhatikan sejak dulu.

Musuh Tapi Menikah? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang