“Saya sudah menahan diri untuk tak menyentuh Bapak sejak tadi,” bisik Bagas dengan suara berat tepat di telingan Nara yang membuat bulu kuduk berdiri. Mengingatkannya akan kejadian semalam dimana Bagas juga berbisik di telinganya. Jantung kembali berdetak kencang antara gugup dan cemas, perutya terasa tak nyaman sedikit melilit dan membuatnya mual.
Mungkinkah Bagas sudah menyadari siapa Nara sebenarnya?
Posisi sekarang, tangan Nara masih memegang serbet mengusap dada Bagas untuk menghilangkan sisa kopi yang masih melekat, mulai kering dan lengket. Nara sebisa mungkin hanya fokus pada dada si murid. Namun, sayang kopinya terlalu lama di sana hingga sangat sulit dibersihkan hanya dengan serbet, dia lalu menampik tangan Bagas yang sejak semula terus menuntun tangannya dan merunduk nyaris berjongkok untuk membasahi serbet dengan air di baskom.
“Saya akan mengingat ini, kamu seharusnya les tata karma. Kamu lebih membutuhkan itu,’ dengus Nara kesal. Luntur sudah akting coolnya sekarang wajahnya masam dia juga tak mau repot-repot menyembunyikan.
“Kalo yang mengajarnya Pak Nara, saya dengan senang hati,” balas Bagas dengan nada santai, matanya mengawasi setiap gerakan yang dilakukan oleh gurunya itu.
“Tidak akan mau saya jika muridnya kamu.”
Bekas kopi di badan Bagas telah bersih baik dada maupun perut. Nara meninggalkan Bagas berdiri memerhatikan guru lesnya mondar mandir lincah di dapur sedang membereskan serebet dan baskom kemudian berlalu memasuki kamarnya dan tidak lama kembali dengan membawa baju kaos.
“Ini baju untuk mengganti baju kaosmu yang terkena kopi. Bahan baju ini mengikuti badan jadi jangan khawatir itu tak muat.” Nara menyerahkan kaos berwarna hitam pada Bagas yang dengan cepat dikenakannya.
Mereka kembali duduk di sofa dengan posisi seperti tadi, berseberangan. Hanya diam, belum ada yang membuka suara setidaknya itu yang membuat Nara merasa gugup sebab muridnya sedang menatap lekat. Pandanganya kali ini sedikit berbeda, lebih ramah dari biasa yang pandangan tengil khas miliknya yang akan mengundang emosi dan gairah bersamaan.
“Saya bertemu seseorang, Pak,” kata Bagas membuka suara lebih dulu dengan nada bicara yang sulit diartikan. Nara mulai gusar, kepalanya berdenyut dan dia dihantui rasa khawatir.
“Kamu kemari karena ingin les bukan? Tunggu disini, saya akan menggambil bahan ajar seperti janji saya sebelumnya akan menjelaskan mengenai beberapa soal yang kemungkinan akan keluar.” Nara bersiap berdiri dari duduknya untuk mengambil bahan ajar yang sudah dia siapkan berupa printout soal di dalam kamar. Namun, langkahnya dihentikan oleh tangan kanan yang memegang erat tangannya dengan cengraman di pergelangan.
Kepala Nara terasa sakit menyengat, khawatir jika jati dirinya terbongkar dan akan dikuliti oleh seorang pemuda berusia 19 tahun yang semalam kedapatan berkunjung ke club malamnya. Dalam situasi normal seorang murid akan senewen jika kedapatan gurunya main-main di club malam apalagi club tersebut yang berisi banci. Harusnya, tetapi kondisi sebalikannya berlaku untuk Nara dimana dia yang ketakutan bukan main Bagas mengenalinya dalam balutan gaun malam dan make up yang menutupi seluruh wajah.
Bagas menatap tenang dan sedikit melempar senyum manis sebab dia berhasil menangkap gelagat panik Nara.
“Saya belum selesai bicara, loh. Pak,” tangannya perlahan menarik turun badan Nara untuk kembali duduk diseberangnya.
“Semalam saya bertemu seseorang di sebuah club itu… “ Bagas sengaja menggantung kalimatnya dan melakukan kontak mata kepada Nara bermaksud untuk meyakinkan guru les privatnya yang terpaksa duduk dengan jinak diseberangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Banci dan Murid Hot
General FictionSetiap Nara berhadapan dengan Bagas hanya ada dua hal yang menjadi fokusnya Headline di berita kriminal "Pemuda 19 tahun dicabuli guru les privatenya yang Banci." Atau "Pemuda 19 tahun perkosa guru les privatenya yang banci"