STORM : 9. HANCUR

486 89 8
                                    

anomalee present

STORM


SoonHoon

.

.


Aku berusaha bangkit, sekali lagi, dari keterpurukanku yang mendalam untuk yang kesekian kali. Rasanya sakit luar biasa, jauh lebih sakit di banding ibu dan adikku meninggal. Atau ayah, ibu tiri, dan saudaraku meninggal.

Sangat sakit, hingga rasanya segalanya terenggut udara dan aku tidak bisa melakukan apapun.

Aku pikir semuanya akan mudah.

Aku pikir semuanya benar bahwa bila kita baik kita akan bahagia.

Nyatanya hanya sebentar.

Kehidupan memang hanya kebohongan yang indah.

Bagaimana bisa? Bagaimana aku bisa bersamanya dalam waktu yang lama tanpa mencurigai apapun. Apa aku benar terbutakan oleh cinta?

Sungguh aku merasa bagai orang paling bodoh di dunia. Dia tentu sangat berbeda jauh di banding aku. Dia seorang yang bukan manusia, aku tidak ingin menyebutnya apa tapi aku akan sakit jika mengingatnya.

Aku berkencan, di kencan termanisku, di setiap tarikan napasku yang telah tertinggal orang tua dan saudaraku. Aku pikir Soonyoung adalah orang yang baik.

Tepat setelah ia meninggalkanku, aku seperti orang gila.

Aku tidak memiliki apapun lagi, aku ingin kembali ke apartemennya, memeluk dan mengucap betapa aku membutuhkannya.

Tapi tidak setelah aku dan dia membubuhkan perjanjian tersirat bahwa kami akan mencari hidup masing-masing.

Soonyoung.

Menurut orang lain mungkin dia adalah definisi iblis kejam dengan wajah menakutkan.

Hanya saja, menurutku dia adalah pria yang paling ku sayangi.

Aku pergi ke sebuah jalan di seberang apartemen di mana Soonyoung dulu tinggal. Aku tidak peduli lagi, aku merindukannya jadi aku meloloskan egoku. Aku ingin menemuinya saja, melihat untuk mengobati rasa rindu.

Tidak peduli ia marah atau apapun, asalkan aku dapat melihatnya.

"Anda ingin kemana?"

Menoleh pada salah satu wanita di dalam lift, aku tersenyum. "Lantai 6. Anda?"

Wanita itu mengerjap bingung. "Maaf maksud anda lantai 6 mulai basement? Mungkin lantai 5."

Aku menggeleng, "Lantai 6, ada ruangan nomor 66 di sana."

"Tuan, aku akan menekan lift ini di lantai 5. Karena tidak ada lantai 6 di sini."

'J-jadi aku selama ini?'

"Tuan anda baik-baik saja?"

"A-ah iya."

"Anda terlihat pucat." Tatapan khawatir itu aku terima tapi aku hanya mengangguk dan sungguh turun di lantai lima. Berharap atapnya masih dapat terbuka untuk umum.

Dan tebak apa.

Sungguh, tidak ada lantai 6 di apartemen ini, hanya ada atap kosong yang luas. Tempat beberapa peralatan tak terpakai dan jemuran yang lain.

BRUKK!!!

Lututku jatuh mengenai lantai, kemudian air mataku turun deras.

Selama ini aku berada di mana?

Perempuan yang dulu mengatakan alamat Soonyoung siapa?

Sungguh kepalaku pening. Ini baru saja beberapa hari setelah Soonyoung pergi.

Aku tidak tahu apa yang akan menimpaku ke depan.

Tidak ada yang dapat menenangkanku selain Soonyoung, meski aku menangis sepuasnya di atap, tetap saja aku turun dengan perasaan hampa yang menggerogoti dadaku.

Memandang jauh ke depan bagaimana aku akan hidup, sedang rumah pun aku tidak punya.

'Berjanjilah kau tetap harus hidup Ji.'

Pekerjaanku raib, dan aku sedikit memiliki trauma dengan sungai dan kembang api sekarang.

'Karena kau, aku dapat merasakan cinta yang sesungguhnya.'

Tahukah kau rasanya seperti aku ingin mati?

Aku tidak memiliki siapapun lagi Soon. Aku ingin mati, aku ingin bersama orang tuaku di neraka.

'Jihoonnie aku mencintaimu.'

Jihoon berada di salah satu emperan toko yang sudah tutup di malam hari, berbekal suara seraknya ─karena lama menangis semalaman, ia sudah menyanyi dari satu toko ke toko lain. Dari satu taman ke taman lain.

Lumayan, ada yang dapat membuat laparnya tertahan meski hanya roti kasar.

Gigitannya lemah, roti yang hanya terasa hambar menjadi asin karena air matanya.

Ia memakan dengan rakus, namun dengan tangisan sebagai pengiringnya.

Bayangan yang ia impikan sirna.

Di mana ia dan Soonyoung akan menghabiskan sisa waktunya berdua, penuh bahagia setelah derita menerpanya dengan kuat.

Di mana ia dan Soonyoung akan menikmati segalanya bersama.

Kemudian ia menangis lebih keras.

Menyakiti dirinya sendiri dengan jambakan keras dan pukulan di dada, di rasa dapat untuk mengurangi sesaknya. Nyatanya nol.

Ia tetap merasakan sesaknya ditinggal oleh satu-satunya orang yang ia punya.

Sesal merambati tubuhnya, ia memberikan apa yang Soonyoung inginkan.

Segalanya sudah ia lakukan untuk prianya.

Pikiran jahat terlintas, ia ingin mengikuti orang lain yang patah hati karena cinta. Ia tidak dapat bertahan meski hanya sehari dalam pahitnya hidup sendirian lagi.

Dengan tenaga yang tersisa ia pergi ke rel kereta api cepat, tidak peduli bagaimana ia akan dikuburkan nanti, bagaimana ia ingin menjadi orang baik.

Semua terlalu menyedihkan dan ia menyesal.

Dalam sekejap, ia telah berada di tengah rel kendaraan panjang itu. Melihat dengan putus asa sekelilingnya. Detik terakhir sebelum ia menutupkan matanya.

Menoleh untuk melihat kereta api yang melintas dalam jarak yang jauh, ia akan berlari menghampiri, agar kereta itu tak sempat mengerem.

Badannya tentu akan hancur. Badan hancur yang telah dinodai oleh seorang iblis dengan tipu muslihatnya.

To Be Continue

Kemungkinan chap depan endingnya, jadi mungkin di private ya kawan, maaf ya. Makasih kontribusinya

[END]  STORM [RANDOM PRIVATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang