2

190 17 0
                                    


        "Bagaimana hari pertamamu?" tanya Brody saat mereka makan malam. Brody baru saja pulang dari kantor dan langsung mengajak adiknya makan malam.
"Menyenangkan," jawab Kendall berbohong, dia memaksakan seulas senyum di bibirnya. Tapi Kendall bukanlah gadis yang ahli dalam hal menyembunyikan sesuatu, Brody tahu jika Kendall hanya berbohong.
"Kau mendapat teman baru?" tanyanya lagi.
"Namanya Cara dan Hails," jawabnya setelah mengangguk.
"Gigi sangat membantuku," lanjutnya. Brody tersenyum, berusaha menghargai usaha adiknya untuk terlihat baik-baik saja.
"Habiskan makan malammu lalu pergi tidur," ucap Brody. Kendall tidak menjawab, dia hanya melanjutkan makan malamnya dengan perlahan, dia tidak berniat untuk tidur lebih awal. Dia bahkan tak ingin tidur. Mimpi buruk dan berakhir dengan kelumpuhan saat dia terbangun membuatnya takut untuk tidur. Kebiasaan itu sudah terjadi ditahun pertamanya menjadi siswa High school di LA, beruntung dia tidak memiliki masalah dengan makan. Biasanya korban bully akan menderita bullimia atau anorexia. Keluarganya tak ada yang tahu karena Kendall tidak pernah mengatakannya. Mereka hanya bertanya mengapa Kendall sering pingsan dan saat diperiksa dokter ternyata dia menderita anemia yang cukup parah. Jadi jika Kendall terlihat lemas, kuyu dan sering pingsan mereka menganggap karena anemia yang diderita Kenny.
***
         Tengah malam Kendall memaksa tetap terjaga dengan membaca buku, sungguh dia tidak mau tidur. Tidur hanya membuatnya ketakutan tapi sepertinya tidak untuk kali ini. Matanya tidak  bsa diajak kompromi. Gadis itu tertidur dengan posisi tengkurap dengan wajah menindih buku. Satu jam berlalu Kenny sudah berada di alam mimpi hingga mimpi membawanya ke fase mimpi buruk. Teman-teman sekolahnya membully dengan berbagai macam siksaan. Gadis itu terbangun namun lagi-lagi dia merasa tubuhnya seolah ditindih oleh sesuatu yang besar dan menakutkan membuatnya tak bisa bergerak. Antara sadar dan tidak Kendall berusaha melawan sesuatu yang menindihnya itu namun dia hanya mampu mengerang.
"Ken. Kenny bangunlah." Kendall membuka mata. Brody berada di depannya dengan wajah cemas. Oh, ia merasa lega, tubuhnya seperti telah bebas. Gadis itu langsung bangkit dan memeluk kakaknya.
"Hanya mimpi buruk, tak apa," ucap Brody menenangkan. Tadi dia terbangun dari tidurnya saat mendengar suara Kendall yang berteriak. Bergegas dia berlari menuju kamar Kendall yang terletak tepat di sebelah kamarnya. Saat membuka pintu adiknya mengerang dengan tubuh bergerak-gerak gelisah.
"Sudah, tak perlu takut," ucapnya kemudian. Dia lalu mengambil air putih yang berada di meja samping tempat tidur dan memberikannya kepada Kendall. Kendall langsung meneguknya hingga habis.
Mengambil tisu dan mengelap dahi adiknya yang telah basah oleh keringat. Brody diam sejenak memperhatikan adiknya yang masih terengah-engah.
"Brody. Bo-bolehkah. Bolehkah aku tidur bersamamu? Aku. Aku butuh tidur," ucap Kendall gugup. Dahi Brody berkerut, merasa ada yang aneh dengan ucapan adiknya. Namun akhirnya dia mengangguk, tak mau mempermasalahkan soal ucapan adiknya karena ini sudah tengah malam.
"Ayo, kita tidur di sini saja," ucap Brody. Kendall menggeser tubuhnya untuk memberi ruang bagi Brody.
Baru setengah jam Brody melanjutkan tidurnya, ia sudah terbangun lantaran adiknya kembali mengerang gelisah. Dia bangun lalu membangunkan adiknya lagi. Lagi, begitu gadis itu membuka mata, ia langsung memeluk kakaknya. Kali ini dia sambil menangis dan menggumamkan kata maaf berulang kali. Brody tak bisa tinggal diam lagi. Brody mulai curiga pasti terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya.
"Kau mimpi apa?" tanya Brody sambil memandang lekat adiknya.
"A-Aku takut," jawab Kendall dengan menggelengkan kepalanya.
"Katakan. Ada apa denganmu. Sungguh kau membuatku khawatir." Gadis itu mendongak menatap wajah kakaknya yang cemas. Ini tengah malam dan mereka terbangun gara-gara dirinya. Kendall mengutuk dirinya sendiri, seharusnya dia tidak usah meminta Brody menemaninya dan sekarang lihatlah.
"Kenny, kumohon," desah Brody.
"Aku bermimpi buruk dan selalu berakhir dengan aku yang tidak bisa bergerak saat aku terbangun. Seolah-olah ada yang menindihku, sesuatu yang besar dan menakutkan. A-Aku tidak bisa bernafas, jantungku rasanya seperti berhenti berdetak." jelas Kendall panjang lebar.
"Kau sering mengalaminya?" tanya Brody penasaran.
"Setiap kali aku pergi tidur. Aku takut untuk tidur," jawabnya pelan. Brody tampak terkejut, dia mengusap wajahnya dengan kasar lalu kembali fokus pada adiknya.
"Sudah berapa lama kau mengalami ini?"
"Sejak tahun pertama SHS." Brody menelan ludah, mulutnya sedikit menganga antara kaget dan marah, entahlah.
"Mengapa Kris dan Bruce tidak bilang soal ini?" ucapnya dengan nada sedikit naik.
"Mereka tidak tahu. Tidak ada yang tahu." Kali ini Brody benar-benar terkejut, bagaimana bisa tidak ada yang tahu kondisi yang dialami gadis kecil ini dan untuk waktu yang selama itu. Emosi Brody naik ke ubun-ubun, rasanya dia ingin menelphone orang tua adiknya lalu memaki-makinya tapi melihat gadis di depannya kembali menangis membuatnya tak tega. Dia lalu menarik gadis itu, memeluknya dan menenangkannya. Brody mengerti jika tidak ada yang tahu jika Kenny mengalami gangguan tidur mengingat mansion keluarga itu sangatlah besar ditambah kamar masing-masing penghuni juga luas dan kedap suara belum lagi letak kamar mereka juga tidak berdekatan, jika Kenny tak menceritakan maka tak akan ada yang tahu, itu wajar. Melihat karakter adiknya ini, mustahil dia akan menceritakan tentang kondisinya. Brody ingin marah atas sikap adiknya namun dia tak cukup tega untuk menyalahkan. Pantas saja adiknya selalu terlihat kuyu dan tak bertenaga, inilah jawabannya.
"Sshh sekarang tenangkan dirimu. Besok aku akan mencari solusinya."
"Aku takut," desah gadis itu.
"Semua akan baik-baik saja, oke. Percaya padaku. Sekarang ayo kembali tidur." Kendall menggeleng.
"Aku belajar saja, aku sudah tidak mengantuk," ucapnya sambil menyeka wajahnya.
"Tidak. Kau butuh tidur. Kemari, aku punya cara supaya kau tidak bermimpi lagi." Brody membenamkan wajah adiknya di dadanya. Mereka tidur dengan posisi setengah berbaring, puggungnya dia sandarkan di headboard dengan posisi rendah. Tangannya mendekap kepala adiknya dengan erat.
***
      "Kau menyukainya," ujar Liam saat melihat temannya sejak tadi tak mengalihkan pandangannya ke arah gadis yang kini sedang asyik mengobrol bersama teman-temannya. Harry yang menyadari Liam berbicara kepadanya segera mengalihkan pandangannya.
"Tidak." sahut Harry kikuk membuat keempat temannya tergelak.
"Sepertinya dia sangat susah didekati meski dia masih sangat polos. Bertaruh dia pasti belum pernah berkencan," Louis menimpali lalu menghirup minumannya.
"Kau terdengar sangat mengenalnya," sahut Harry dingin membuat Louis terkekeh.
"Jadi menurutmu tidak ada seorang pria pun yang tertarik padanya," ucap Harry sedikit sinis.
"Kau bercanda, semua orang tahu gadis itu sangat cantik, tidak ada yang tidak menyukainya," sahut Louis menyeringgai bermaksud menggoda Harry.
Brengsek, Harry menggeram dalam hati rasanya dia ingin menimpuk muka menyebalkan sahabatnya itu tapi sebelum dia melakukan itu perhatian Harry teralih akibat mendengar seseorang yang terbatuk. Harry menoleh mendapati gadis yang sejak tadi diam-diam diperhatikannya terbatuk. Temannya yang berambut pirang menepuk punggungnya sambil menyodorkan air kepadanya lalu tiba-tiba Harry tersentak saat gadis itu tiba-tiba memergoki Harry yang tengah menatapnya. Harry segera mengalihkan pandangannya ke arah lain tapi entah mengapa jantungnya berdebar-debar hanya karena ditatap oleh gadis bernama Kendall Jenner.
***
       "Ken dari tadi Harry terus menatapmu," kata Hailey kepada Kendall. Kendall tidak jadi menyuapkan sandwich ke mulutnya.
"Jangan dilihat," sergah Hailey sebelum Kendall memutar kepalanya ke arah Harry. Kendall melongo lalu mengedikkan bahunya acuh, lalu melanjutkan makannya.
"Sepertinya dia menyukaimu," ucap Hailey membuat Kendall tersedak oleh sandwich yang dimakannya. Melihat Kendall terbatuk, Gigi segera menepuk punggung sepupunya sambil memberikan minuman kepadanya. Kendall tidak langsung minum namun dia mengarahkan pandangannya ke arah Harry dan mendapati Harry memang tengah memperhatikannya.
"Sekali lagi membuka mulutmu, akan kusumpal kau," ancam Gigi kepada Hails.
"Kau tidak boleh jatuh cinta dengannya," sahut Cara membuat kendall mengerutkan keningnya heran. Siapa juga yang akan jatuh cinta kepada Harry, batinnya.
"Taylor masih mengejar Harry, aku yakin dia tidak akan suka jika kau dekat dengannya," jelas Cara.
"Tapi Taylor dan Harry kan bukan pasangan kekasih, tidak ada yang salah jika Kenny dan Harry pacaran," sergah Hailey tak setuju.
"Hails, apa kau belum jelas. Aku benar-benar akan menyumpal mulutmu jika kau tak mau berhenti bicara," sahut Gigi geram.
"Arrggg, baiklah. Aku tidak akan bicara lagi. Puas," sungut Hailey.
"Jangan berdebat. Aku tidak akan mendekati Harry, terima kasih Cara telah mengingatkanku," ucap Kendall menyela. Gadis itu menundukkan kepalanya sambil mengaduk minumannya dengan gusar. Dia tidak ingin kejadian di sekolahnya dulu terulang. Dia tidak mau bermasalah lagi dengan siapapun. Dia sudah lelah dibully karena kesalahan yang tidak dia perbuat.
***
         Brody membuka pintu ruang dokter Anne seorang dokter spesialis spikologi.
"Selamat siang Mr. Jenner, silakan duduk," sapa dokter Anne ramah. Brody tersenyum lalu menyambut uluran tangan dokter Anne.
"Brody saja, dok," ujar Brody sambil tersenyum.
"Baiklah. Jadi apa yang bisa saya bantu?" tanya dokter Anne tho the point.
"Begini dokter, adik perempuan saya mengalami gangguan tidur, sudah berlangsung cukup lama setahun lebih kira-kira," ucap Brody menjelaskan sementara dokter Anne menyimak.
"Dia akan bermimpi buruk dan berakhir dengan tidak bisa menggerakkan tubuhnya saat dia terbangun. Itu terjadi setiap kali dia tidur. Aku tidak tahu cara mengatasinya, adikku jadi takut untuk tidur," lanjut Brody.
"Berapa usia adikmu?"
"16 tahun."
"Apakah dia pernah bercerita soal mimpi buruknya atau mungkin dia pernah mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan?" tanya dokter Anne.
"Aku belum sempat bertanya mengenai mimpi buruknya, aku baru mengetahuinya semalam. Adikku menyembunyikannya seorang diri dalam waktu selama itu," jawab Brody murung.
"Tapi dia memang mempunyai pengalaman buruk di sekolahnya yang lama. Dulu dia tinggal di LA dengan orang tua kami, dia baru tinggal di London beberapa hari ini. Dia menjadi korban bully yang dilakukan teman-temannya," lanjutnya.
"Sepertinya aku harus bertemu dengannya. Ini adalah kasus yang sering terjadi di kalangan remaja dan berakibat fatal bagi korbannya."
"Tolong bantu adik saya dokter, aku tidak tega melihat wajahnya yang selalu pucat akibat kurang tidur."
"Itu adalah tugas saya. Bawa dia kemari. Aku akan berbicara kepadanya."
"Terima kasih, dokter. Aku akan mengajaknya," sahut Brody.
***
        Kendall berjalan sendirian di koridor gedung sekolahnya. Dia baru saja dipanggil oleh guru pembimbing, ia diberi tugas untuk mengejar materi yang terlewat akibat kepindahannya. Membawa setumpuk buku di tangannya membuatnya agak kerepotan dan lagi dia merasa sangat terganggu oleh tatapan murid yang dia lewati. Dia ingin berlari namun rasanya kakinya malah berjalan sangat lambat. Baru disadari kehadiran Gigi ternyata banyak membantu, setidaknya dia tidak akan merasa segugup ini.
"Kendall!" Kendall menoleh saat namanya dipanggil. Dia melihat laki-laki berambut coklat emas berlari ke arahnya. Dia sangat tampan tapi Kendall tidak mengenalnya.
"Kau membawa banyak buku. Mari kubantu." Pria tadi mengambil setengah dari tumpukan buku yang Kendall bawa.
"Sebenarnya aku bisa," ucap Kendall, merasa kikuk.
"Tak apa. Ngomong-ngomong namaku Justin. Justin bieber," ucap pria tadi.
"Umh apakah kita pernah sekelas?" tanya Kendall, sambil melangkah menuju loker.
"Tidak. Aku seniormu," jawab Justin.
"Lalu bagaimana kau bisa tahu namaku?"
"Kau bercanda," sahut Justin terkekeh. Kenny mengerutkan keningnya, bingung mengapa Justin malah tertawa.
"Tidak ada yang tidak mengenalmu, miss Jenner. Kau adalah gadis paling cantik di sekolah ini bahkan di dunia, tak ada yang tidak mengenalmu," lanjut Justin. Bukanya senang dengan pujian itu, gadis itu malah tertegun, tubuhnya mendadak jadi kaku. Tidak, tidak lagi, ucap batinnya berulang-ulang.        
Kendall sudah tidak lagi mendengar ucapan Justin, tapi ia merasa bising dengan telinganya yang seolah berdenging. Bayangan buruk berkelebat di otaknya membuatnya lemah. Kendall benci merasakan perasaan seperti itu.
"Ken, kau mendengarku?" Tepukan Justin di bahunya membuatnya terkejut dan sadar dari pikiran buruknya. Kendall gelagapan dan tak bisa mengontrol dirinya sendiri. Mereka telah sampai di loker, Kendall buru-buru menyimpan buku-bukunya.
"Ken, kau baik-baik saja?" tanya Justin, dengan dahi berkerut.
"Emh, iya. Maaf. Aku baik. Kau tadi bilang apa, aku tidak dengar," ucap Kendall terbata.
Justin memincingkan jidadnya, heran dengan sikap Kendall yang berubah jadi aneh.
"Apakah kau sakit, wajahmu pucat."
"Hah, tidak."
"Kita ke ruang kesehatan." Justin menarik tangan Kendall membuat tubuh gadis itu terhuyung.
"Justin, aku baik-baik saja. Aku harus ke kelas," ronta Kendall.
"Tidak Ken, kau sangat pucat. Kau harus diperiksa."
"Justin, aku tidak kenapa-kenapa. Tolong lepaskan aku," ronta Kendall lagi. Dia semakin panik saat Justin tidak segera melepaskannya. Justin justru mencengkram tangannya dengan kuat dan terus memaksanya berjalan.
"Justin, lepaskan. Kau menyakitiku," ucap Kendall sedikit berteriak. Gadis itu sedikit meringis dan lagi-lagi Justin tidak menggubris.
"Apa yang kau lakukan, brengsek!" Tiba-tiba pukulan mendarat di wajah Justin membuatnya terjatuh. Kendall benar-benar terkejut melihatnya.
"Apa yang kau lakukan, bajingan!" bentak Justin setelah dia bangun. Justin memegangi bibirnya yang terasa bengkak dan memang bibir Justin memar akibat pukulan yang dilayangkan Harry.
"Kau tidak mendengarnya kesakitan. Apa yang akan kau lakukan kepadanya, playboy keparat," sahut Harry dengan tatapan tajam. Justin menyeringgai.
"Jangan bersikap seperti malaikat, Harry. Kau tidak suka aku mendekatinya. Aku ingin membawanya  ke ruang kesehatan karena dia sangat pucat. Apa kau mengerti tuan sok tahu," cibir Justin. Harry langsung mengarahkan tatapannya kepada Kendall yang kini terlihat ketakutan.
"Kuberitahu padamu Ken, jangan dekat-dekat dengan bajingan ini, dia jauh lebih berbahaya dari pada spicopat," ucap Justin yang justru memancing kemarahan Harry.
"Brengsek," umpat Harry. Dia kembali melayangkan tinju namun kali ini Justin bisa mengelak. Harry dan Justin saling memukul membuat Kendall menjadi panik.
"Hentikan. Hentikan, kumohon," teriaknya. Kendall menjadi frustasi karena tak ada seorang pun yang membantunya melerai pertengkaran mereka. Ya Tuhan, kejadian di sekolahnya dulu kembali terulang. Kepala Kendall tiba-tiba berdenyut dan pening. Dia terus berteriak agar mereka berhenti hingga suaranya melemah dan akhirnya dia tidak ingat apa-apa lagi.
Harry dan Justin yang melihat Kendall tiba-tiba jatuh segera menghentikan pertengkaran mereka. Keduanya lantas menghampiri gadis itu yang tergeletak di lantai.
"Ini gara-gara kau," ucap Justin.
"Ini salahmu, brengsek," balas Harry tidak terima. Harry yang akan mengangkat tubuh Kendall dihalangi oleh Justin.
"Aku saja yang membawanya," ucap Justin.
"Aku yang akan membawanya,"sahut Harry bersikeras.
"Aku, brengsrek." Justin tak mau kalah, mereka malah berebut ingin membawa gadis itu. Tubuh Kendall nyaris ditarik oleh kedua pria itu, andai saat ini ia sadarr, ia pasti akan merasa kesakitan. Aksi mereka terhenti oleh teriakan melengking seorang gadis.
"Justin, apa yang kau lakukan!?"
Selena dan squadnya menatap kedua pria itu dengan tatapan tajam.
"Astaga wajah kalian," pekik Karlie dengan ekpresi syok, sementara Taylor menatap tajam ke arah gadis yang pingsan yang sedang diperebutkan Harry dan Justin.
"Kalian bertengkar gara-gara dia," teriak Selena marah, jari telunjuknya mengarah ke Kendall. Justin akhirnya membiarkan Harry membawa Kendall. Buru-buru Harry membawa Kendall pergi dari kerumunan itu. Dia membawa Kendall ke ruang kesehatan.
Mrs. Molly, dokter yang menjaga ruang kesehatan terkejut Harry membawa murid yang pingsan.
"Astaga, baringkan di sini," ucapnya memberi jalan kepada Harry.
"Kenapa dia?" tanyanya kemudian.
"Aku tidak tahu. Dia tiba-tiba pingsan," jawab Harry. Kini dia benar-benar khawatir bukan karena Kendall pingsan melainkan Taylor yang melihat dirinya terlibat dengan gadis ini. Harry menggeram marah, mulai detik ini Kendall berada dalam masalah dan itu karena dirinya. Seharusnya dia tadi tidak perlu menghentikan Justin tapi dia benar-benar marah saat Justin, playboy keparat itu menyakiti gadis ini. Dia benci Justin yang suka menyakiti wanita tapi eh sejak kapan Harry peduli soal itu. Rasanya dia tidak pernah tertarik dengan kelakuan Justin tapi mengapa jika ini menyangkut gadis bernama Kendall Jenner membuatnya ingin terlibat. Kendall telah menarik perhatian Harry, sejak pertama ia melihatnya.
"Hei, kenapa dengan wajahmu?" Pertanyaan Mrs. Molly membuyarkan pikiran Harry.
"Duduklah, biar kuobati," perintah Mrs. Molly.
"Obati dia dulu saja," pinta Harry. Mrs. Molly diam-diam tersenyum, cukup memahami anak muda.
***
       "Berapa kali kubilang, berhenti berurusan dengan gadis lain. Aku kekasihmu Justin," omel Selena saat dia mengobati luka di wajah Justin. Dia menekan kapas cukup keras karena kesal tak peduli dengan rintihan Justin yang kesakitan.
"Jika sekali lagi aku melihatmu mendekati gadis itu lagi. Aku benar-benar."
"Selena, stop. Kau mau mengobatiku atau memarahiku," protes Justin.
"Dua-duanya," sahut Selena membuat Justin tergelak. Selena melotot ke arah Justin membuat pria itu segera berhenti tertawa.
"Ayolah, aku hanya bercanda baby."
"Jangan panggil aku baby jika kau masih suka merayu gadis lain," sembur Selena.
"Baiklah, aku minta maaf. Aku tadi hanya ingin menolong Kendall karena gadis itu sangat pucat tapi malah si brengsek itu menonjokku, aku membalasnya dan tiba-tiba Kendall pingsan."
"Lalu mengapa kau mesti berebut untuk membawanya, seharusnya biarkan Harry yang membawanya," omel Selena. Dia benar-benar tidak percaya dengan ucapan kekasihnya, jangan dikira Selena tidak tahu dengan sifat playboy Justin. Tapi sebrengsek apapun Justin, Selena tidak mau mengakhiri hubungannya karena dia terlalu mencintai Justin.
"Sudahlah baby, seharusnya kau bangga punya kekasih berhati malaikat," rayu Justin membuat Selena mendesis sebal.
***
        Sudah setengah jam Kendall menemui guru pembimbing tapi mengapa belum kembali, mengapa lama sekali. Apa yang gurunya lakukan kepada Kendall. Gigi tiba-tiba menjadi cemas karena sepupunya tak kunjung kembali ke kelas.
"Ada apa Gi, kau terlihat gelisah?" bisik Hails.
"Aku mencemaskan Kenny," jawabnya.
"Kenny baik-baik saja, dia bersama Mr. Marshal," jawab Hails.
"Tapi mengapa lama, Mr. Marshal hanya memberinya tugas, seharusnya dia sudah kembali. Apa dia tersesat, apa terjadi sesuatu padanya."
"Kau berlebihan Gi."
"Ehemmm, ada masalah miss Hadid dan miss Baldwin?" tanya Mr. Gray yang sedang mengajar.
"Tidak. Maafkan kami," jawab Hails, sedikit takut.
"Tolong simak penjelasan saya," ucapnya.
"Baik," ucap Hails dan Gigi hampir bersamaan.
***
         "Tay, kau sedang merencanakan sesuatu?" tanya Stella yang curiga karena sejak tadi Taylor hanya diam dan seperti tengah berpikir keras.
"Tentu saja. Murid baru itu sudah melangkah terlalu jauh, dia harus diperingati," desis Taylor. Stella dan karlie saling berpandangan lalu sama-sama menyeringgai, tahu apa yang ketua squad mereka tengah pikirkan.
***
         "Ini sudah terlalu lama. Ada yang tidak beres dengan Kenny, aku harus mencarinya," ucap Gigi begitu pelajaran Mr. Gray selesai. Hails setuju dengan Gigi. Mereka berjalan keluar kelas. Baru mencapai beberapa langkah mereka bertemu dengan Zayn dan Nial.
"Babe, ada apa. Kau terlihat cemas?" tanya Zayn kepada Gigi.
"Aku mencari Kenny, sedari dia belum kembali."
"Dia berada di ruang kesehatan."
"Apa! Apa yang terjadi?" sahut Gigi kalap.
"Dia pingsan, aku baru akan menemuimu," jelas Zain.
"Astaga, bagaimana bisa. Ayo kita ke sana," ucap Gigi. Mereka berempat berjalan cepat menuju ruang kesehatan. Gigi dan Hails terkejut melihat ada Harry di sana dengan wajah memar.
"Harry?" gumam Gigi dan Hails nyaris bersamaan.
"Apa yang kau lakukan kepadanya, brengsek?" umpat Gigi. Harry tidak menjawab melainkan  berdiri lalu meninggalkan ruang kesehatan begitu saja.
"Dasar bajingan," sungut Gigi.
"Tolong jelaskan, apa yang terjadi?" tuntut Hails. Zayn dan Nial menggeleng bersamaan membuat Gigi kembali menggeram marah.
"Sebaiknya kami pergi dulu. Aku sungguh tidak tahu apa-apa, Harry tidak mengatakan apapun," jelas Zayn yang dibenarkan Nial. Kedua pria itu menyusul Harry keluar dari ruangan itu.
"Ken, bangunlah. Apa yang terjadi denganmu?" ucap Gigi.
"Dia sudah pingsan sejak dua jam yang lalu," ucapan Mrs. Molly menginterupsi kedua gadis itu. Mrs. Molly lalu menjelaskan apa yang terjadi pada Kendall.
Beberapa menit berlalu akhirnya Kendall membuka mata. Gigi dan Hails berseru senang.
"Kau sudah bangun, ya Tuhan aku sangat mengkhawatirkanmu. Apa yang terjadi padamu, apakah kau baik-baik saja?" cercah Gigi bahkan sepupunya itu belum sepenuhnya pulih dari kesadarannya.
"Diamlah Hadid, beri dia waktu," omel Hails ketus.
Melihat kedua temannya mulai berdebat, Kendall segera menyungging senyum menandakan bahwa dia baik-baik saja.
"Aku baik-baik saja," ucap Kendall lalu berusaha untuk duduk. Melihat Kendall sudah bangun Mrs. Molly segera menghampirinya.
"Bagaimana perasaanmu, apa ada yang kau keluhkan?" tanya Mrs. Molly.
"Tidak ada. Aku sudah merasa baik," jawab Kendall.
"Baiklah, kau boleh kembali ke kelas," ucap Mrs. Molly. Kendall tersenyum lalu mengangguk. Dia merangkak turun dari ranjang. Ketiga gadis itu meninggalkan ruang kesehatan setelah mengucapkan terima kasih kepada Mrs. Molly.
"Ceritakan padaku," cercah Gigi saat mereka berjalan menuju kelas. Dia sudah tidak sabar ingin menanyakan pertanyaan tersebut. Kendall lalu menceritakan kejadian tadi sedetail mungkin. Dia sama sekali tidak menyadari ekpresi khawatir yang tiba-tiba muncul di wajah sepupunya sementara Hails terus menggodanya dengan menyebut bahwa Harry dan justin menyukainya tapi Gigi tidak suka dengan gagasan itu. Gigi tidak mau sepupunya berada dalam masalah.
***

Teen..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang