10

174 14 7
                                    

         Hailey memandang Justin yang sedang menyanyi dengan pandangan kagum sambil sesekali ikut menyanyi.
Saat ini mereka sedang berada di sebuah cafe yang kebetulan menampilkan live music dan Justin tiba-tiba ingin menyumbang lagu. Bukan karena Hailey menyukai Justin lantas memujinya tapi Justin memang memiliki kemampuan menyanyi disamping suaranya yang lembut, jelas pria itu memang berbakat.
Begitu Justin kembali Hailey langsung bersorak dan memberikannya sebuah pelukan bangga.

"Kau sangat luar biasa," serunya semangat.

Justin yang memang memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi hanya memberikan respon dengan mengangkat kedua tangannya dengan ekpresi 'inilah aku'.

"Kalau aku menyanyi di depan Kendall apakah dia akan suka?" tanya Justin sambil menggerak-gerakkan satu alisnya naik turun.

Hails mendengus, senyum dibibirnya langsung sirna.
Kendall lagi - Kendall lagi, pikirnya. Hailey pikir Justin menyanyi untuknya apalagi lagu yang dibawakan Justin adalah lagu Just the way you are milik Bruno mars yang membuat Hails awalnya melambung, ternyata Justin memikirkan Kendall. Dasar lelaki buaya, dia kan sudah punya Selena untuk apa dia memikirkan Kendall. Tapi kalau memikirkan dirinya sih tidak apa-apa. Nah, pemikiran macam apa itu.

"Mengapa kau malah melamun."

Ucapan Justin mengembalikan kesadaran Hailey. Sedikit menghela nafas, Hailey mencoba mengontrol moodnya agar tidak memburuk. Dia bukanlah gadis yang pesimis, menjunjung harapan setinggi langit dan berpikir positif adalah satu-satunya cara agar dirinya tidak menderita. Dia akan mendapatkan Justin, itu pasti, suatu saat nanti.

"Dia pasti suka, menyukai suaramu tapi jika pertanyaanmu adalah apakah Kendall akan 'menyukaimu' maka jawabannya adalah tidak."

"Bagaimana kau tahu," sahut Justin cepat, dia sedikit tidak terima dengan pendapat Hailey.

"Apa kurang jelas."

"Tidak ada gadis yang tidak menyukaiku."

"Kecuali Kendall."

Justin mendengus, bibirnya mengerucut membuatnya terlihat menggemaskan hingga Hails ingin sekali mencubit pipi pria itu.
***
        "Aku tidak percaya pada akhirnya aku menemukan orang yang sependapat denganku," kata Harry.

"Aku tidak bilang A Walk to remember lebih baik dari The Notebook tapi aku hanya lebih menyukai A Walk to remember," sahut Kendall.

"Kebanyakan orang lebih menyukai The Notebook hanya karena itu adalah film romantis tapi percayalah A Walk to remember lebih menguras emosi." Harry kembali menimpali. Kendall mengangguk setuju.

           Setelah tidak sadar menghabiskan waktu lebih dari setengah jam menunggu Cara kembali yang ngomong-ngomong memang belum juga kembali. Nampaknya dia benar-benar membiarkan Harry berdua saja dengan Kendall. Pada kenyataannya itu berhasil, Harry dan Kendall sudah lebih nyaman satu sama lain melupakan fakta bahwa mereka belum pernah bicara sebanyak ini sebelumnya meski Kendall terkadang masih tampak malu-malu tapi dia merasa sudah mengenal Harry lama begitupun juga dengan Harry yang sudah tidak canggung lagi. Meski dia tidak bisa mengontrol detak jantungnya tapi dia bersyukur otak dan mulutnya bisa diajak bekerja sama. Hanya dengan membicarakan film The Notebook dan A Walk to remember membuat keduanya merasa nyaman dan melupakan ini adalah misi Cara.
Harry tersenyum, ternyata tidak serumit seperti bayangannya, kenapa tidak dari dulu dia melakukan hal ini. Ah iya, dia lupa posisinya selama ini yang membuatnya tidak memiliki keberanian.
Pada dasarnya Kendall juga lebih nyaman berteman dengan pria karena di tempat tinggalnya dulu dia hanya memilki sahabat laki-laki, jadi seharusnya itu tidak akan membuatnya kesulitan berteman dengan Harry.

"Mengapa Cara belum kembali?" Kendall mendesah, mulai agak gelisah karena terlalu lama berdua dengan Harry.

Harry memutar kepalanya ke arah gadis yang kini tatapannya sudah kembali ke film yang sedang mereka tonton.

"Aku akan menelphonenya," kata Harry kemudian mengambil ponsel di saku celananya dan mulai menggerakkan jarinya di layar sebelum menempelkan benda itu ke telinganya. Butuh beberapa detik agar panggilannya tersambung.

"Tidak diangkat,"gumam Harry, kemudian mencoba lagi.

"Tidak diangkat," ucapnya lagi.

"Ya sudah," lirih Kendall.

Harry menangkap ketidaknyamanan dari gadis di hadapannya lantas dengan dahi berkerut Harry berusaha memikirkan sesuatu untuk bisa menghilangkan suasana itu.

"Emm Ken," panggil Harry. Kendall mengarahkan pandangannya ke Harry.

"Bisakah kita berteman?" lanjut Harry.

"Kita sudah berteman Harry," jawab Kendall lembut.

"Maksudku, bisakah kita bertemu lagi, setelah ini?"

Hening. Kendall tidak tahu harus menjawab apa, ia hanya menatap lekat pria yang saat ini juga menatapnya dengan tatapan memohon.

"Kita bisa bertemu di luar sekolah atau dimanapun yang tidak akan ada orang lain yang melihat kita," tambah Harry mencoba meyakinkan namun ia sepertinya salah bicara melihat reaksi terkejut Kendall.

"Aku bukan laki-laki itu, maksudku, kau tahu, aku tidak seperti apa yang kau dengar, tolong jangan salah paham." Harry buru-buru meralat kalimatnya.

Kendall tergelak kecil melihat Harry yang seperti ketakutan.

"Baiklah," sahutnya disertai senyuman.

"Baiklah?" tanya balik Harry.

"Kita bisa berteman," jelas Kendall. Seketika Harry merasa lega.

Senyum lebar langsung merekah di wajahnya. Hatinya kembali menghangat dan dia tidak tahu mengapa rasanya dia ingin menarik gadis di hadapannya lalu memeluknya namun ia menahan diri untuk tidak melakukannya.
***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teen..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang