5

151 12 0
                                    

        Kendall, Gigi, Hails dan Cara selesai marathon film dan waktu sudah menunjukkan 23:13, mereka memutuskan untuk tidur. Ranjang milik Cara cukup luas sehingga mereka memutuskan tidur dalam satu ranjang yang sama. Berbeda dengan ketiga temannya yang sudah terlelap, Kendall justru belum mengantuk, dia ketakukan pergi tidur. Takut jika nantinya ia akan menganggu teman-temannya. Diam-diam gadis itu turun dari ranjang, meraih tasnya lalu mengambil obatnya. Dia melupakan soal obat itu. Dia ingin meminumnya tapi ragu, apakah obat itu bisa membantunya tidur. Akhirnya Kendall keluar kamar sambil mengendap-endap untuk tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Gadis itu turun ke dapur untuk mengambil air. Dia memutuskan meminum obatnya. Tidak ada salahnya mencoba, begitu pikirnya. Setelah meminum obatnya, Kendall kembali. Sampai di ruang tengah, ia kembali ragu apakah dia bisa tidur atau mimpi itu akan kembali mengganggunya. Setelah berpikir cukup lama, dia memutuskan untuk tidur di sofa saja. Dia tidak mau sahabat-sahabatnya terganggu.
***
         Kendall terbangun akibat seseorang mengguncang bahunya. Gadis itu mengerjapkan matanya sebentar sebelum akhirnya dia bisa melihat dengan jelas siapa yang membangunkannya. Cara. Gadis itu berjongkok di depan muka Kendall dengan kelopak mata menyipit.
"Hai?" sapa Kendall kikuk. Dia tidak tahu harus menjawab apa karena tertangkap tidur di sofa. Semalam dia mendapatkan mimpi buruk sekali tapi tidak begitu mengganggunya, dia terbangun dengan nafas berat lalu kembali tidur karena matanya seperti di lem dan dia tidak merasakan apa-apa lagi hingga Cara membangunkannya. Obat itu sangat membantu, pikir Kendall.
"Mengapa kau tidur di sini?" tanya Cara.
"Aku. Aku. Jam 5 tadi aku sudah bangun dan aku memutuskan ingin menonton tv tapi rupanya aku ketiduran," jawabnya beralasan. Sepertinya Cara tidak langsung percaya, alisnya terangkat sebelah lalu memutar kepalanya ke arah tv dan mendapati tv itu tidak hidup.
"Aku mematikannya sebelum ketiduran. Acaranya tidak ada yang menarik," ujar Kendall, mengerti apa yang sedang Cara pikirkan.
"Eh, jam berapa sekarang. Apakah Gigi dan Hails sudah bangun?" Kendall mengalihkan topik.
"Mereka sedang mencuci muka. Aku akan menyiapkan sarapan."
"Aku ikut," sahut Kendall yang dijawab anggukan oleh Cara. Gadis itu mengekor di belakang Cara menuju dapur. Dia membantu Cara menyiapkan sarapan. Cara membuat waffle sementara Kendall menghangatkan susu. Tak berapa lama Hails dan Gigi menyusul setelah Cara selesai membuat waffle.
"Wow, kelihatannya enak." Hails berkomentar melihat waffle yang sudah tertata di meja makan.
Dia segera menarik kursi dan menempatinya disusul Gigi, Kendall dan Cara.
"Bagaimana kalau setelah ini kita ke pantai," usul Gigi.
Ke pantai, wow kelihatannya menarik. Sudah lama Kendall tidak ke pantai dan dia sangat suka dengan pantai.
"Sepertinya menyenangkan." Kendall berseru antusias.
"Fine, kita ke pantai," ujar Cara membuat Gigi dan Kendall berseru senang. Hails tidak merespon, dia terlalu fokus dengan sarapannya. Diam-diam mengakui bahwa waffle buatan Cara adalah yang terbaik dari yang pernah dia makan tapi terlalu gengsi untuk memuji Cara. Bisa-bisa gadis itu besar kepala.
"Wafflenya enak," ujar Kendall tiba-tiba. Cara tidak jadi meneguk jus jerus yang sudah di depan mulut. Dia menatap Kendall lalu tersenyum sebelum akhirnya dia menggumamkan terima kasih.
***
         "Ayo kita ke sana, Gi." Kendalll menarik tangan sepupunya mengajaknya masuk ke dalam air. Kendall terlihat antusias dan bahagia. Dia terus tertawa lepas sejak mereka tiba di pantai. Hails menyusul mereka sementara Cara tidak tertarik untuk basah-basahan. Dia memilih mengambil gambar teman-temannya menggunakan kamera polaroid miliknya.
        Setelah tiga jam mereka bermain-main akhirnya mereka memutuskan untuk kembali pulang karena sudah kelelahan. Mereka terlebih dulu mengantar Kendall pulang sebelum kembali ke rumah Cara karena mobil Gigi dan Hails ada di rumah Cara.
         Begitu memasuki kamarnya, Kendall langsung membanting tubuhnya ke ranjang dan mulai memejamkan mata. Matanya sangat berat karena kelelahan.
Dia terbangun karena merasakan pipinya ditepuk-tepuk. Kendall membuka matanya yang langsung mendapati Brody tengah menatapnya.
"Brody?" ucapnya lirih. Dia menoleh mencari jam mengapa kakaknya sudah ada di rumah memangnya ini jam berapa. Kendall terkejut saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 5. Dia sudah tidur lumayan lama dan itu kemajuan karena dia tidur tanpa bermimpi buruk.
Setelah kesadarannya pulih dia langsung bangkit sambil meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku.
"Bersihkan tubuhmu, kita makan di luar ok," kata Brody.
"Emh," gumam Kendall disertai anggukan kepala. Brody lantas keluar dari kamar Kendall yang juga akan membersihkan tubuhnya yang juga baru pulang dari kantor.
***
         Pulang dari makan malam Kendall tidak langsung tidur tapi dia memgerjakan beberapa tugas sekolahnya dulu meski besok adalah hari minggu Kendall memang terbiasa mengerjakan tugasnya jauh hari sebelum tugas itu dikumpulkan. Dia takut lupa dan juga takut bermasalah dengan guru apalagi statusnya saat ini adalah murid baru.
Setelah waktu menunjukkan pukul 9:30 Kendall sudah mulai lelah dan mengantuk, beberapa kali dia menguap dan beruntung tugasnya sudah selesai dia kerjakan. Membereskan buku-bukunya lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi.
Saat dia hendak mencari obatnya dia baru ingat jika tempat berisi obatnya tertinggal di rumah Cara. Seketika Kendall menjadi panik, dia menggigit bibirnya kuat-kuat sambil berpikir apakah dia harus memberi tahu Brody atau tidak, mengingat ini sudah malam dan bagaimana jika Cara menemukannya, bagaimana jika dia bertanya macam-macam dan apa yang harus dia katakan pada Cara nantinya. Bodoh, mengapa dia harus lupa sih, mengapa setelah minum dia tidak langsung memasukkan ke dalam tasnya.
         Dua hari kemudian saat sarapan Kendall memberanikan diri meminta resep obat-obatnya  kepada Brody, kemarin dia sudah memikirkannya untuk membeli obatnya lagi. Dia tidak mau Cara bertanya macam-macam jika dia mengatakan bahwa obat-obat yang ada di rumahnya adalah miliknya.
"Brody, apa aku boleh meminta resep obatku dari dokter?" tanya Kendall hati-hati.
"Ada apa?" tanya Brody tanpa mengalihkan perhatiannya pada piring berisi sarapan di hadapannya.
"Obatku hilang," jawab Kendall pelan. Dia menggigit bibir bawahnya saat melihat kakaknya meletakkan alat makan ke piring dan beralih menatap dirinya dengan tatapan heran.
"Apa maksudmu hilang?" tanyanya.
"Aku sudah memberitahu temanku tempatku menginap kemarin untuk mencarikan obatku tapi ternyata tidak ada, mungkin terjatuh saat kami pergi ke pantai," jelasnya. Kendall berusaha untuk tidak gugup dan terus menatap ke arah Brody agar kebohongannya tidak diketahui.
"Kau ini ada-ada saja, kenapa tidak bilang dari kamarin? tanya Brody sambil menggeleng, dia tidak marah tepatnya tak ingin membuat adiknya takut.
"Lalu apa semalam kau mendapatkan tidur yang cukup?" tanya Brody.
"Aku tidur." Kendall menjawab cepat tapi kurang meyakinkan. Dia memang tidur tapi beberapa jam sebelum alarm membangunkannya lebih tepatnya setelah pukul 2 pagi.
"Ya sudah biar nanti aku belikan lagi," kata Brody lalu melanjutkan sarapannya.
***
           "Terima kasih," ujar Kendall pada Brody sebelum dia keluar dari mobil.
"Jaga dirimu dan belajar sungguh-sungguh," jawab Brody lalu membiarkan Kendall turun sebelum meninggalkan pelaran halaman tempat Kendall bersekolah.
Masih sama seperti pertama dia menginjakkan kakinya di sekolah ini tatapan murid-murid masih mengganggunya. Mereka masih terang-terangan memperhatikannya setiap dia lewat di hadapan mereka. Ingin sekali Kendall mengatakan pada mereka agar mereka berhenti menatapnya karena itu membuatnya sangat tidak nyaman tapi dia tidak cukup berani untuk melakukannya. Terkadang dia berpikir mengapa dia terlahir sebagai gadis yang pemalu dan penakut, mengapa dia tidak bisa seberani kakak-kakaknya ataupun adiknya. Dari seluruh anggota keluarganya mengapa dia harus memiliki sifat yang jauh berbeda dengan anggota keluarganya yang lain, meski begitu Kendall tidak pernah meragukan apakah dia benar-benar anak kandung dari orang tuanya karena secara fisik dia memang mewarisi gen dari ayah dan ibunya.
Sampai di loker Kendall mengambil beberapa buku yang akan dia gunakan untuk kelas pertamanya. Saat dia hendak berbalik Kendall dikagetkan oleh Cara yang tiba-tiba muncul di hadapannya tanpa suara. Saking kagetnya Kendall sampai terengah.
"A-ada apa, mengapa kau muncul tiba-tiba?" tanya Kendall terbata.
Melihat ekpresi Kendall membuat Cara ingin tertawa. Gadis yang aneh tapi lucu, batinnya.
"Maaf membuatmu kaget tapi aku tidak akan menggigitmu jadi jangan takut," ujarnya sambil tersenyum miring membuat kedua pipi Kendall memerah karena malu.
"Ini milikmu?"
Kendall mengangkat wajahnya yang tadi menunduk melihat apa yang disodorkan Cara membuat kelopak mata Kendall membulat sempurna. Itu adalah obat miliknya, apa yang harus dia katakan jika Cara bertanya macam-macam.
"B-bukan." Entah dari mana, kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.
Cara memiringkan kepalanya sedikit dengan dahi yang mengkerut seperti meneliti ekpresi Kendall dan itu sungguh membuat gadis itu tidak nyaman. Dia menundukkan wajahnya dalam-dalam memperhatikan sepatunya yang tiba-tiba menjadi menarik.
"Mengapa kau harus berbohong," ucap Cara yang membuat Kendall langsung mengangkat kembali wajahnya.
"Aku."
"Tidak ada yang salah jika kau memang mengkonsumsi obat ini," sela Cara. Hening, Cara membiarkan Kendall dengan pikirannya sendiri sementara dirinya masih mencoba membaca ekpresi wajah Kendall.
"Keluargaku tidak mengkonsumsi obat apapun, begitupun dengan Gigi dan Hails," ujar Cara yang secara tidak langsung ingin membuat Kendall mengaku.
Menghembuskan nafas berat akhirnya Kendall berani menatap Cara.
"Itu memang punyaku," ucapnya lalu memgambilnya dari Cara dan segera memasukkannya ke dalam tas.
"Terima kasih. Aku hanya. Aku takut." Kendall menggumam.
"Kenapa harus takut?"
"Aku tidak tahu."
"Aku tidak akan menggigitmu," canda Cara membuat Kendall ikut tersenyum.
"Jadi kau mengalami depresi?" tanya Cara saat mereka melangkah meninggalkan loker.
"Apa? Tidak," sahut Kendall.
"Aku memiliki gangguan tidur," jelasnya.
"Maaf aku sempat membukanya dan disitu ada obat anti depresi," lanjut Cara.
"Terkadang aku mengalami rasa cemas yang berlebihan jadi ya begitulah."
"Aku mengerti. Sampai jumpa di kafetaria nanti." Cara melambaikan tangannya lalu meninggalkan Kendall karena kelas mereka berbeda. Kendall kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas setelah mengulas senyum tipis untuk Cara.
Sampai di kelas Kendall langsung mengirim pesan singkat untuk kakaknya agar tidak usah membeli obat baru dengan memberikan alasan yang masuk akal.
***

Teen..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang