"I want to be with you,
It is as simple, and as complicated as that."
Suasana kelas yang semula gaduh tiba-tiba sunyi, semua mata memandang kearah Singto. Sebagian bahkan ada yang memanjatkan syukur kepada Tuhan karena bisa berada di kelas B yang sama dengan Pangeran Singto. Well, salah satunya adalah aku. Tidak pernah terpikir olehku bahwa aku akan berada di kelas yang sama dengannya. Sungguh.
Singto masih berada di depan kelas, mengedarkan pandangannya seperti mencari sesuatu. Lalu aku berani bersumpah bahwa mata kami bertemu, aku bahkan tidak tahu untuk apa dirinya menatapku. Astaga! Dia berjalan kearahku! Apa yang harus kulakukan?!
"Aku duduk di sini, ya?" Tanya Singto lalu segera mendudukan dirinya di sampingku. Dia duduk di sampingku. Kuulangi. Dia duduk di sampingku. SEORANG SINGTO PRACHAYA DUDUK DI SAMPINGKU! Bahkan itu sama sekali bukan pertanyaan tapi pernyataan.
Bingung, Aku menatap Knot meminta bantuan karena hanya dia yang bisa kuharapkan. Tapi sayang sekali, dia hanya mengedikkan bahu dan berusaha setengah mati menahan tawanya. Kulihat Bright dan Toota sudah seperti ingin mati, gatal sekali ingin meledekku habis-habisan. Ya tuhan, aku harus bagaimana?
"Kuharap kau tidak keberatan, Krist. Lihatlah, tidak ada kursi kosong yang bisa kutempati," Perhatianku kembali padanya lantas mengedarkan pandangan dan menemukan memang tidak ada satu pun bangku yang kosong, semua sudah memiliki pasangan duduknya masing-masing. Knot duduk dengan Prem, Bright dengan Toota, bahkan Toota seperti sengaja memonopoli dua bangku sekaligus. Lalu yang lain.... Mendadak aku curiga, bisa dipastikan ini merupakan kelakuan....
Bright..
Toota ..
Prem..
Dan Knot...Mataku melotot sempurna kearah mereka yang sedang berpura-pura melihat sesuatu. Sial, apa yang harus kulakukan? Melihat Singto dari kejauhan saja bisa membuat detak jantungku terpompa dengan cepat lalu bagaimana jika saat ini ia bahkan duduk di sampingku? Di sampingku.
"Ya, duduklah sesukamu," aku berusaha terlihat cuek. Baiklah, tidak perlu kalian katakan aku sudah paham bahwa usahaku gagal total.
"Terimakasih, Krist." Balasnya sambil tersenyum padaku. Ya, kan? Kalau seperti ini bagaimana aku bisa bersikap tidak perduli? Mukaku memanas, bisa kurasakan empat temanku yang lain sudah hampir pingsan karena menahan tawa melihat tingkahku
"Singto, kau masih mengingat namaku?" Setelah menerima nasib, aku baru bisa berpikir. Bagaimana pun kami tidak pernah terlibat dalam interaksi selain bertukar nama dan itu nyaris tiga tahun lalu.
"Kenapa? Kau juga masih ingat namaku," Bodoh! Di sekolah ini siapa yang tidak mengenalmu?
"Kau adalah ketua OSIS sekolah ini, betapa bodohnya jika aku tidak mengenalmu," jawabku malas.
"Mungkin lebih tepatnya mantan ketua OSIS, Krist. Lagipula aku tidak akan melupakanmu." Senyuman itu lagi! Tuhan... mungkin mukaku sudah semerah tomat saat ini dan aku harus menghadapinya untuk satu tahun kedepan. Bersyukur? Tentu saja, aku sangatlah bersyukur. Tapi aku juga khawatir akan kesehatan jantungku. Berada di dekat orang ini benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantungku.
Tunggu, apa katanya? Tidak akan melupakanku? Apa maksudnya?
"Pagi, Anak-anak!" Ya, Pelajaran Kimia Dasar yang ajaibnya bisa membuat kepalaku pusing dan mataku berkunang-kunang jika membaca bukunya terlalu lama akan segera dimulai,
"Pagi, Pak!""Wah, semangat sekali kalian! Bagus sekali! saya suka," Begitu mendengar pujian Pak guru, Bright langsung mencibir. itu hanyalah sandiwara kami, Pak, siapa pula yang perduli dengan kimia dasar di hari pertama sekolah? Yah, kecuali....
"Hari ini apa yang akan kita pelajari, Pak?" Semua mata memandang kearahku—salah—singto maksudku. Terlihat semua mata memandangnya, begitu kagum akan semangat belajarnya. Sedangkan aku hanya melongo, Ya tuhan, mengapa engkau menciptakannya dengan sebegitu sempurna?
"Bagus sekali, Singto. Hari ini kita akan belajar stoikiometri. Tapi sebelum itu, Bapak akan membentuk kelompok belajar yang terdiri dari dua orang," Ucap Pak guru dan langsung disambut heboh oleh anak-anak.
"Pak, hari ini adalah hari pertama kami masuk sekolah. Masa sudah mulai membentuk kelompok?" – New,
"Pak, saya terima dengan siapapun kecuali Bright," – Toota,
"Hei, siapa pula yang ingin denganmu?" – Bright,
"Apa pula stoikiometri itu? Mendengarnya saja sudah membuat kepalaku pusing" – Masih Bright,
"Pak, apa kelompok ini berlaku untuk satu tahun?" – Tew,
"Kalau berlaku untuk satu tahun, aku benar-benar berharap tidak bersama Bright. Tuhan, tolonglah..." – Toota lagi,
Aku menoleh setelah mendengar seseorang tertawa. Ya, siapa lagi kalau bukan The Almighty Singto Prachaya. "Kau tidak ikut protes, Krist?' Tanyanya sambil lanjut tertawa.
"Hei, kau meledekku, ya?" Jawabku sengit.
"Pak, apa kami boleh memilih pasangan kami?" – Prem
"Aku ingin dengan Singto, Pak!" sahut seorang murid perempuan—jujur aku tidak tahu namanya—dan diikuti dengan seruan murid perempuan yang lain.
"Aku juga!"
"Enak saja! Dia sudah bersamaku, tahu?"
"Singto punyaku!"
"Saya ingin bersama Singto, Pak!"
Suasana kelas menjadi semakin ribut. Aku berdecak kagum dengan karisma seorang Singto Prachaya yang mampu membuat hampir satu kelas merebutkannya. Aku juga ingin bersamanya...
"Tolong tenang anak-anak! Ya, kelompok ini akan berlaku untuk satu tahun atau sampai ujian akhir kalian. Dan tidak, kalian tidak bisa memilih pasangan kalian. Kalian bisa memilih pasangan jika kalian adalah Singto! Hahaha...." Pernyataan Pak guru disambut dengan decakan kecewa. Aku juga kecewa tentu saja. Tidak rela sekali bila melihat Singto dengan yang lain. Poor me.
"Baiklah, Bapak akan mulai membagi kelompok. Prem dengan Toota, Bright dengan Knot, Tew, kau dengan.. hmm... Oak, lalu...." Aku menahan napasku, hanya tinggal beberapa orang yang belum mendapat pasangan.
"Lalu yang terakhir, Krist dengan New dan Singto dengan May," Lanjut Pak guru dan aku langsung merasa terpukul sekali. Bagaimana bisa dia dengan May?
Kelas kembali ribut terutama di bagian murid perempuan. Mereka kompak menyuruh May untuk segera menolak dan tak perlu kuperhatikan pun aku sudah tahu dengan pasti May sedang senang sekali. Astaga... siapa pula yang tidak senang jika mendapat pasangan seperti Singto?
KAMU SEDANG MEMBACA
The One I Love
Roman d'amourLagi, aku hanya bisa memandangi punggungnya berharap suatu hari ia bisa menyadarinya. Lagi, aku terpukau dengan senyumannya berharap suatu hari aku adalah alasan dari senyumnya. "Berharap dapat bersama dengan seseorang yang kita cintai merupakan si...