"Yang paling aku takutkan adalah terlalu mengharapkanmu,
Menyimpan perasaan yang begitu dalam,
Lalu harus menerima kenyataan, kalau kamu bukanlah takdirku." – Anonymous.
Hai, bagaimana kabar kalian? Baik? Baguslah.
Aku? Haruskah kita membicarakannya sekarang?
Ya, ya, baiklah.
Keadaanku sangat tidak baik. Hubunganku dengan Singto sukses memburuk, aku menabuh genderang perang dengan menjauhinya seperti menganggap dia tidak ada. Aku tidak pernah melibatkan dia dalam urusan kelompok kami. Aku dan Singto kembali menjadi asing—bahkan lebih parah.
Sedih? Tentu saja!
Napasku serasa terhenti setiap kali teman-temanku memberitahu bahwa Singto bertanya ada apa denganku. Aku seperti orang gila jika sedang kalap berusaha menghindarinya saat ia menghampiriku. Aku jatuh bangun berusaha berdiri sendiri walaupun tahu bahwa ia ada di sana mencoba membantuku. Dan aku menutup mata saat ia memandangku dengan kesedihan di matanya.
Tapi... semua perlakuannya terhadapku seakan menguap setelah aku melihatnya dengan orang lain. Dengan seseorang selain diriku. Perasaan tersakiti karena cemburu menggulung habis semua, tidak tersisa dan menghasilkan satu kesimpulan untukku: Kau hanya dianggap teman olehnya. Sadar diri, dan menyerahlah.
Ia sangat baik hati..
Ia seperti itu karena aku temannya...
***
Pagi ini guru yang mengajar kelas kami izin tidak masuk. Kami sangat kompak bersorak penuh kemenangan. Maklum saja, sebagai murid tingkat akhir hal seperti ini sudah sangat jarang kami temukan. Bahkan, jam pelajaran kami ditambah guna menghadapi ujian akhir. Tapi sudahlah! Yang penting sekarang kami bisa bersenang-senang selama 2 jam ke depan, yeay!
Kami sedang bermain perang-perangan dengan kertas sebagai senjatanya. Tertawa bahagia karena merasa bahwa ini lah yang dirindukan dari masa kecil kami dan mungkin, kenangan seperti ini yang akan kami rindukan pula saat lulus nanti.
Singto? Jangan terkejut karena ia pun ikut bermain bersama kami. Ia berada di tim lawanku dan sebisa mungkin aku menghindarinya. Aku tidak ingin, perasaanku mengambil alih, aku ingin bersenang-senang sekarang. Namun, dia selalu saja melemparkan kertas-kertas itu ke mukaku! Sial!
Aku membalasnya, dan ya! Tepat mengenai....
"Ya! Krist! Terima ini!!!" New langsung membombardir diriku dengan kertas. Kertasku tadi mengenai New yang berada di sebelah Singto. Hehe.
Aku membalas lagi dan sekarang terjadi aksi kejar-kejaran antara aku dan New. Dia larinya cepat sekali! Aku panik! "Prem, tolong aku!!!" berteriak ke arah Prem yang berada di dekatku sambil tetap berlari menjauhi New.
Prem menahan lengan New, dan melemparkan kertasnya ke muka New. Haha! Serve him right! Di sisi kanan Prem, ada Bright yang sibuk melemparkan kertasnya ke segala arah. Ia tidak perduli siapa lawan dan kawannya. Tertawa meledek saat kertas yang ia lempar, sukses mengenai target. Kesal, aku melempari kertas ke arahnya.
"Ow! Krist! Kau ingin mati hah?!" lalu kami sibuk melempari satu sama lain.
Aku tahu, Singto tertawa melihat kekonyolan tadi. Aku tahu, ia tidak melanjutkan bermain tapi berakhir memperhatikanku. Seakan bertanya ada apa. Dan aku juga tahu, detak jantungku berdegup kencang setelah aku sadar bahwa sekarang ia berada tepat di sampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One I Love
RomanceLagi, aku hanya bisa memandangi punggungnya berharap suatu hari ia bisa menyadarinya. Lagi, aku terpukau dengan senyumannya berharap suatu hari aku adalah alasan dari senyumnya. "Berharap dapat bersama dengan seseorang yang kita cintai merupakan si...