"Wah, wah, dua anak kelas unggulan mental kesini?" Nana menyikut lengan Rianti yang sedang sibuk mencoret-coret buku di atas mejanya. Gadis cantik berpostur peragawati itu memang suka tiba-tiba menulis ketika mendapatkan ide untuk lagu barunya.Rianti mengalihkan pandangan, mengikuti tatapan Nana ke dua orang lelaki yang baru saja memasuki kelas. Dia mengenali kedua cowok itu. Salah satunya pernah sekelas dengannya waktu baru masuk SMU, dan yang satunya lagi diingatnya sebagai gitaris Band Linggar.
"Iya, kabarnya malah ada yang masuk IPA 6. Nilai rata-rata juara kelas kemarin kan nggak jauh beda dengan juara kelas di IPA 1, beda banget sama waktu kenaikan kelas kita sebelumnya." Rianti menanggapi.
"Iya juga yah, malahan juara umum kemarin bukan dari XI IPA 1, ataupun XII IPA 1 tapi malah dari XI IPA 3. Mending nggak usah ada aja deh kelas unggul, wkwkwkwk." Nana tergelak.
Satu dari kedua cowok itu terhenti di meja paling depan yang berada di dekat pintu, kemudian meletakkan tasnya sembari duduk dengan tenang. Sementara rekannya masih berjalan, melewati Rianti dan Nana dengan tak lupa menyapa ramah, "Hai, met pagi."
Cowok yang tiba-tiba salah tingkah ketika dihadiahi senyuman manis Rianti itu, terus berjalan hingga ujung, dan meletakkan tasnya di bangku paling belakang. Nana segera menyusulnya dan meninggalkan Rianti yang duduk di bangku paling depan begitu saja. Hari pertama memasuki sekolah di tahun ajaran baru memang sangat penting bagi Nana. Khusus untuk momen spesial ini, dia selalu memastikan untuk tidak terlambat ke sekolah, demi tidak kehilangan kesempatan memilih bangku sesuka hatinya.
"Eh, kalo nanti wali kelas kita bilang nggak boleh duduk campuran, kamu yang pindah, ya!" Nana memperingati lelaki yang sedang duduk bersandar itu.
"Eh, kamu yang duduk di sini? Bukannya kamu duduk di depan bareng Rianti?" Ia menunjuk kursi sebelahnya yang berisikan tas Nana.
"Di depan? Pas di depan meja guru?? Heloooo ... buat apa aku capek-capek dateng pagi kalo cuma untuk ngambil tempat duduk di situ," gerutu Nana.
"Kamu Rangga yang dulu XI IPA 1, kan?" tanya Nana sembari mengambil topi yang tergeletak di atas mejanya.
"Iya,"
"Malu ya, nggak masuk kelas unggul lagi?" goda Nana tak tanggung-tanggung.
Rangga tertunduk. Sedari SMP dia selalu berada di kelas unggul. Kali ini, untuk pertama kalinya dia gagal mempertahankan prestasinya dan terdepak dari kandidat penghuni XII IPA 1.
"Biasa aja keles! Yuk ah, upacaranya dah mo mulai." Nana menepuk pundak calon teman sebangkunya itu dan mengajaknya bersama-sama keluar kelas.
"Duluan aja deh. Aku nanti sama Ken." Rangga memilih untuk tidak mengikuti ajakan Nana. Jantungnya masih belum berhenti berdebar usai melihat senyuman Rianti tadi. Bisa-bisa dia pingsan sebelum sampai di lapangan upacara jika harus berjalan beriringan dengan gadis cantik yang selama ini hanya bisa dilihatnya dari jauh itu.
***
"Gile, Bro. Masih deg-deg-an gini." Rangga menarik paksa tangan Ken dan menempelkannya di dada kirinya.
"Ya ampun, segitunya amat!" Ken menarik tangannya.
Mereka berdua sedang menuruni tangga yang sudah tak begitu ramai. Ken sengaja mengajak Rangga belakangan saja menuju lapangan, agar terhindar dari cewek-cewek yang seakan tak ada habisnya menyapa setiap kali ia berjalan.
"Kamu tuh ya, kaya nggak pernah naksir orang aja!" protes Rangga.
Mata Ken menerawang jauh. Mereka sudah hampir sampai di barisan, dan entah kenapa, pandangannya langsung tertuju pada sesosok cewek mungil, hitam manis, berambut ikal sebahu di barisan paling depan, yang sedang bercanda dengan cowok di sebelahnya.
"Kamu kan pendek, sana cepat ke depan!" Ken mendorong sahabatnya itu sesampainya mereka di barisan kelas XII IPA 2. Tatapan matanya mengikuti Rangga yang kini tepat berada di sebelah cewek yang sedari tadi diperhatikannya. Ada sebersit rasa iri melihat Rangga ternyata sudah akrab dengan Nana.
***
Nana bergegas menyelempangkan tasnya dan langsung berdiri ketika Bu Emma bersiap hendak ke luar kelas. Arini, teman sebangkunya memilih untuk bergeser dan menyediakan ruang bagi Nana untuk keluar, ketimbang membereskan buku-bukunya yang masih berserakan di atas meja. Baru saja Nana melangkah melewati satu meja di depan tempat duduknya, sebuah kejadian di pintu keluar kelas membuatnya ternganga.
"Itu fans-nya Ken," ujar Rangga yang duduk tepat di dekat Nana berdiri. Pak Azwir, guru agama yang menjadi wali kelas mereka, tak mengizinkan anak asuhnya duduk bercampur di satu meja. Alhasil, Rangga harus berpindah duduk.
"What?! Gila aja mereka udah sampe sini. Ini lantai tiga loh, jam berapa mereka keluar kelasnya tadi?" Nana nyaris berteriak.
"Nggak tau, dari dulu juga begitu. Coba aja kamu tanya Rianti, kan dia pernah sekelas juga sama Ken waktu kelas X," jawab Rangga santai.
Nana mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dan menyadari bahwa tak hanya Rangga dan Rianti yang sepertinya maklum dengan kondisi saat ini. Hampir separuh siswa di kelas ini tetap berada di tempat duduknya dan tak terkejut dengan riuhnya cewek-cewek yang menghalangi jalan keluar sembari mengelu-elukan nama Ken.
"Hm, bukannya kamu anak Linggar juga? Kenapa nama kamu nggak mereka sebut?" Nana melekatkan tinjunya perlahan di bahu Rangga.
"Ah, pertanyaan retoris itu." Rangga menghela napas panjang sembari melanjutkan tulisannya di atas sebuah kertas.
"Wah, wah, ada chordnya? Kamu lagi bikin lagu?" Nana menatap lekat ke ujung pena Rangga.
"Iya, mumpung dapat ilham."
"Aku pikir cuma Rianti aja yang begitu."
Seketika wajah Rangga merah padam. Bahagia sekali rasanya ada yang mengaitkan hobinya dengan kebiasaan wanita pujaannya. Naas, perubahan ekspresinya itu ditangkap dengan mudah oleh Nana.
"Ri—" Baru saja Nana hendak bersorak memanggil sahabatnya.
Dengan sigap Rangga berdiri dan menutup mulut Nana sebelum gadis itu sempat menyelesaikan panggilannya.
"Jangan gitu donk. Kamu simpan rahasiaku ini dan aku nanti akan kasi kamu informasi menarik tentang Ken," ucapnya tergesa.
Spontan Nana mendorong Rangga hingga terduduk kembali.
"Apa-apaan anak ini, berani benar dia kasar begitu. Untung aja nggak ada anak sispala lain yang sekelas. Jika ada, mungkin dia tak akan pulang dengan aman siang ini. Ditambah lagi dia membuat penawaran tentang Ken, apa menurutnya aku termasuk salah satu fans Ken?" Pikiran Nana berkecamuk.
Tanpa sadar Nana malah melihat ke arah Ken yang keluar kelas dan diikuti oleh cewek-cewek yang tadinya memblokir pintu kelas.
"Ah, pastilah Rangga tak akan percaya bahwa aku tak tertarik pada Ken." Nana menepuk dahinya usai Ken hilang dari pandangannya.
"Itu masih belum seberapa dibandingkan ketika kami manggung," ucap Rangga kemudian.
"Belum seberapa?" Rasa penasaran Nana semakin terpancing.
"Na! Kamu bareng aku, nggak?" tanya Rianti separuh berteriak dari bangkunya.
"Kamu hutang satu rahasia Ken untuk aku, yah!" Nana mengacungkan telunjuknya sembari berlalu meninggalkan Rangga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia
ChickLit= No one talk about love = Ariana, cewek sispala yang cuek bebek, ternyata menarik perhatian Ken, cowok kece yang bandnya sedang naik daun. Selain berkutat di alam bebas, hobi main gitar Nana ternyata membuatnya punya akses lebih terhadap Ken. Akank...