Karena Jemari ini Hanya untuk Carpathia

74 5 0
                                    


"Na, aku mau bicara!" Tak biasanya Rianti mendatangi Nana ke bangkunya usai bel pulang berbunyi.

Nana menghela napas panjang. Sedikit banyak dia sudah bisa menebak apa yang ingin dibicarakan Rianti. Semalam dia dengan tegas menolak menjodohkan Galuh dengan Ken, dan berujung pada kekesalan rekannya itu yang mengancam akan memberitahu anak-anak Carpathia lainnya tentang "penghianatan" Nana. Tadi pagi saja Nana sempat mengabaikan pula panggilan Nina tepat sebelum Bang Hadi menghidupkan motornya. Alangkah tidak menyenangkan jika pagi-pagi sudah ribut dengan teman kecilnya itu.

"Kita bicara di luar aja, yuk!" ajak Rianti sembari berdiri di samping Arini, teman sebangku Nana.

"Kenapa nggak disini aja?" Rangga memberanikan diri menyela ucapan Rianti.

Gadis putih bersih bermata bulat besar itu terlihat menatap tajam pada Rangga. Ada sebentuk rasa kesal dalam tatapannya, tapi dia tahu, tak bijaksana rasanya jika hanya menyalahkan Rangga dalam perkara ini. Lagi pula ada baiknya jika tidak melibatkan dia dulu, mengingat ini adalah urusan internal Carpathia.

Rianti mengalihkan pandangannya ke pintu kelas yang masih dikerubungi cewek-cewek yang seolah tak ada habisnya menanti Ken keluar kelas setiap hari. "Ah, apa memang ketenaran yang dicari Nana?" batin Rianti.

"Yuk," Nana sudah berdiri di samping Rianti.

"Tunggu, apa betul aku nggak boleh ikut campur? Aku loh yang ngajak Nana, bukan dia yang minta gabung sama kami." Rangga ikut berdiri dan langsung mengeluarkan pendapatnya. Dia yakin benar Rianti hendak membahas penampilan Nana bersama band-nya kemarin.

Rianti menatap Rangga untuk yang kedua kalinya dengan pandangan setajam silet. Lelaki yang hanya setinggi bahunya itu berhasil membuatnya kesal dalam sekejap.

"Ini urusan kami, bukan urusanmu!" ucap Rianti ketus.

Kedua gadis itu pun berlalu meninggalkan Rangga yang hatinya hancur, sehancur-hancurnya. Selama ini Rangga tak sedikit pun punya keberanian untuk mendekati Rianti dan berbicara banyak padanya. Sekalinya dia bicara, justru respons negatif yang diterima dari gadis pujaannya itu. Musnah sudah harapannya untuk bisa menjadi lebih dekat dengan gadis cantik yang sangat berbakat dalam musik itu.

***                                     

Benar saja, personil Carpathia lainnya sudah berkumpul di kantin sekolah yang baru saja dimasuki Nana bersama Rianti.

"Sorry yah, Nin, Bang Hadi tadi buru-buru berangkat karena mo ngejar dosennya. Kamu kan tahu urusan skripsinya nggak kelar-kelar karena dosennya sering keluar kota, mana mau dia kehilangan kesempatan ketemu dosennya itu tadi pagi." Nana merangkul Nina yang cemberut menyambutnya.

"Kamu mau gabung sama Linggar, kah?" tembak Rianti langsung.   

"Enggak," jawab Nana begitu saja, sembari menyamankan duduknya di samping Nina.

"Terus, kenapa kamu bisa tampil bareng mereka, bawain lagu baru pula?!" sela Ame yang duduk berhadap-hadapan dengan Nana. Galuh duduk tertunduk di sampingnya.

"Kebetulan aja. Rangga sempat ngajak ngejam, dan dia kasi tahu lagu barunya itu ke aku. Ternyata Fariz suka dan langsung minta lagu itu dibawain pas tampil kemarin," jawab Nana seadanya.

"Kamu beneran nggak mau gabung sama mereka dan ninggalin kita?" tanya Rianti lagi. Kali ini dia mendekatkan wajahnya pada Nana, ingin memastikan bahwa jawaban Nana memang berasal dari hatinya.

"Enggak kok. Tenang aja, setelah kemarin itu, nggak akan ada lagi tampilan berikutnya." Nana memakan goreng pisang yang tersedia di atas meja. Perutnya tiba-tiba saja terasa aneh, antara lapar dan mulas. Baru kali ini dia diinterogasi begini, biasanya dia yang berada di pihak yang ikut menginterogasi pihak lain bersama rekan-rekan sispalanya yang terkenal brutal di sekolah.

Tentang DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang