***
"Yak! Kenapa kau naik turun tangga seperti itu ? Kau bisa tergelincir."seru Sehun panik, menghampiri istrinya yang sedari tadi naik turun ditangga mereka. Tidak mau diam, sibuk melakukan hal apapun hari ini. Aneh sekali.
"Dan untuk apa kau membawa pot tanaman ini ? Mau kemanakan, Lu ? Ini berat sayangku."Sehun menatap pot berukuran sedang yang tengah dibawa istrinya dengan perut besarnya itu, Luhan tersenyum lebar, menampilkan gigi depannya yang menyerupai kelinci.
"Oh ini ? Aku ingin menaruhnya dibalkon, sepertinya akan bagus jika pot ini berada disana."ujarnya santai, Sehun menghela nafas.
"Kau kan bisa minta bantuanku, aku takut melihatmu membawa benda berat itu dengan perutnya yang semakin membesar."ujarnya mengusap lembut perut besar istrinya yang berbalut baju terusan berwarna baby blue, Luhan meringis.
"Entahlah, aku hanya sedang ingin. Rasanya aku akan pegal-pegal jika hanya berdiam diri seperti kemarin-kemarin."Luhan tersenyum lembut lalu kembali mencoba menaiki tangga namun entah kenapa keseimbangannya goyah dan hampir saja tergelincir jika sang suami tak sigap menahan tubuhnya, wajahnya kaku membuat wanita hamil itu tak enak hati. Membiarkan tubuhnya dibopong ke kamar lalu dibaringkan dengan hati-hati diatas ranjang mereka.
"Abu..."
"Biar aku yang melanjutkannya, kau disini saja. Aku memohon."ujarnya sebelum berlalu keluar dengan bunyi pintu kamar yang tertutup dengan keras, Luhan mengigit bibir bawahnya. Menahan tangisannya yang memilukan. Memiringkan badannya kesamping lalu menangis tanpa suara. Sehun tak pernah bersikap seperti itu walau sedang marah sekalipun dan Luhan tak pernah berfikir akan melihat sisi lain suaminya yang begitu menakutkan.
"Maafkan aku..."
**
"Perutku nyeri."keluh Luhan sembari memegangi perut bawahnya, duduk bersandar dikepala ranjang, melirik wajah damai suaminya yang sepertinya baru terlelap membuatnya bimbang tapi perutnya tak nyaman. Ia merasa ingin buang air besar sekarang.
"Sehun..."Luhan mengguncang pelan tubuh suaminya dengan telapak tangannya yang terasa dingin, suaranya tak mampu dikeluarkan lebih keras lagi, ia takut yang ia keluarkan hanya suara ringisannya menahan rasa nyeri diperutnya yang timbul dan hilang.
"Sehun, bangunlah. Kumohon."Luhan ingin menangis saja, ia rasa bayinya siap untuk keluar apalagi ia merasakan daerah bawahnya basah dan becek bahkan mulai mengalir dikakinya, ia panik luar biasa. Ketubannya sudah pecah.
"SEHUN!"
"Ah, iya apa ? Lho sayang kenapa bangun ? Dan ada apa dengan keningmu, keringatmu banyak sekali. Apa kau baru saja mendapat mimpi buruk ?"Sehun menyeka keringat yang menghiasi kening istrinya, Luhan diam. Sibuk dengan rasa nyeri yang mulai mereda perlahan. Airmatanya meluruh membuat Sehun panik seketika.
"Ada apa sayang ? Kenapa menangis ?"Sehun mengusap wajah basah istrinya, meremat tangan mungil yang terasa dingin dari biasanya dan hanya isakan yang keluar dari bibir kecil istrinya.
"Lu..."
"Perutku sakit, ketubannya sudah pecah. Aku takut baby kesakitan karena aku tak merasakan pergerakannya lagi."lirihnya dengan airmata yang kembali meluruh tanpa bisa ditahannya sontak membuat Sehun terperangah, jantungnya berdetak cepat. Rasa takut menggelayuti dirinya.
"Ayo kita kerumah sakit. Semuanya akan baik-baik saja."
Ia membopong istrinya, membangunkan asisten rumah tangga yang sengaja ia pekerjakan sejak kehamilan istrinya menasuki trimester akhir untuk menyiapkan perlengkapan bayi mereka dan lainnya lalu mengendarai mobilnya secepat yang ia bisa. Luhan masih menangis sembari mengatur nafasnya yang terengah karena rasa sakit itu kembali muncul namun ia bersyukur karena bayinya baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adik Bayi (Baby Kookie)
FanfictionKeluarga kecil Oh tengah menunggu anggota baru mereka hadir, semuanya antusias apalagi si sulung yang tak sabar untuk pamer pada sahabatnya kalau ia juga akan punya adik yang lucu. Bagaimana kisah mereka ? Apa kenyataan akan sesuai harapan ? Nantika...