4. Mungkinkah itu dia?
. . .Cici berlari kecil saat menuruni tangga menghampiri Nata dan Fania yang sedang asik sarapan sambil mengobrol. Terlihat Nata yang sudah rapi memakai baju putih abu-abu, sepertinya dia bersemangat sekali untuk masuk sekolah hari ini.
"Tumben lo lebih cepet dari gue." Cici berkomentar sesaat setelah Nata meminum tehnya.
"Iya dong! Gue kan mau masuk sekolah baru. Hari ini aja semangat besok ga tau deh." Nata terkekeh geli.
"Of course you are." Cici memutar bola matanya.
Nata menyetir mobil dengan kecepatan rata-rata. Sambil mengikuti arahan dari Cici dengan seksama. Dia tidak tahu-menahu arah sekolah baru nya itu, jadi dia harus dengan cermat mengikuti arahan Cici sekaligus menghapalnya.
Mereka tiba di sekolah 15 menit lebih cepat dan parkiran masih setengah terisi.
Nata keluar dari mobil bersamaan dengan Cici yang masih mengenakan earphone. Belum sempat Nata menghirup udara segar disekolah barunya ini, pekikkan seorang siswi memekakkan pendengarannya.
Teriakan itu mengagetkan Nata yang dengan spontan memegang dadanya sambil menarik napas dalam-dalam. Saat Nata baru saja ingin membuka mata, para siswi yang sepertinya maniak sekali dengan Nata mengambil fotonya tanpa meminta izin. Cici tidak mendengar apapun, dia asik dengan ponselnya.
Nata bersusah payah berteriak untuk memanggil Cici, tapi si empunya tidak mendengar.
"Cici! Dek! Ya ampun, tolongin! Buset dah ni anak!" Nata tidak tahan lagi, dia langsung menerobos kerumunan dan menarik lengan Cici sambil berlari.
Dia masih mendengar samar-samar suara kekecewaan saat Nata berlari menjauhi kerumunan.
"Apaan oi? Kok narik-narik?" Tanya Cici saat mereka sudah duduk di bangku taman yang jauh dari parkiran tadi. Cici melepas earphone-nya.
"Sekolah lo mainstream banget dah, masa gue baru keluar udah dikerumuni gitu. Sesak napas gue, buset dah." Nata bersandar dibangku taman, kelelahan.
Cici tertawa terbahak-bahak. Tidak bisa berkata-kata. Dia lupa mengatakan kalau siswi disini sedikit agresif. Maksudnya, terlalu agresif.
"Mungkin aura kegantengan gue keluar ya. Kalo di anime yang sering gue tonton, nanti di sekelilingnya ada kayak kerlap-kerlip gitu. Terus semuanya silau nengok kegantengan gue." Nata memegang kepalanya takjub.
Sumpah! Kali ini Cici ingin sekali menenggelamkan Nata. Khayalannya tinggi sekali.
Cici memincingkan matanya heran. "Kebanyakan nonton anime Hentai makanya gini nih."
Nata berdecak kesal. "Apaan kok malah Hentai!"
"Lo ga ke bagian TU dulu? Emang lo udah tau kelas lo dimana?" Cici mengalihkan pembicaraan. Dan sukses.
"Nanti aja. Gue mau ke kantin dulu. Haus gilak!"
"Yaudah sono, gue mau kekelas. "
"Ish, temenin." Nata menatap Cici seolah-olah Cici akan luluh.
Cici menatap datar. "Ga."
"Jahat bat dah."
Cici bangkit dan meninggalkan Nata yang masih mengumpat kesal di bangku taman. Terkadang melihat atau mendengar Nata mengumpat, merupakan hal yang menyenangkan baginya.
"Zen. Lo udah ngasih biodata ke bu Redni?"
Zena mengangkat kepalanya dari ponselnya, "udah, tadi si David yang ngumpulin biodatanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA♕[ON GOING]
Roman pour Adolescents⚠️FOLLOW SEBELUM BACA!!!⚠️ Takdir memang suka bermain dengan kehidupan, seperti takdir Cici yang bertemu kembali dengan Divo diwaktu yang tidak disangka. Mereka kembali bertemu dan masih dihantui oleh masa lalu yang kelam. Divo berusaha mencari seb...