Aku membuka mataku perlahan. Dari yang terlihat di jendela sepertinya hari sudah sore. Aku meringis kesakitan saat mencoba duduk. Taehyung melakukannya terlalu kasar seperti biasa. Aku berusaha mengusap mataku yang sembab. Aku berjalan perlahan mendekati cermin yang ada di atas meja riasku.
"Ck, Taehyung selalu saja meninggalkan bekas." Ujarku menghela nafas.
Aku menatap perlahan pergelangan tanganku yang masih berbekas. Ya, tentu saja. Dia mengikatku agar aku tidak kabur. Aku mengambil sweater dari dalam lemari dan mengganti bajuku. Baju kemaja putih punya Taehyung terlalu kebesaran untukku. Apalagi, these marks are completely visible so I can't wear this. I need to cover these.
I am so tired. I want to run away.
Kenapa Taehyung tidak bisa melepasku? Aku sangat tersiksa.
Aku memang mencintainya tapi berapa banyak orang yang sudah kami sakiti? I have sinned so many times. Aku tidak bisa menjadi egois dan merelakan kebahagiaan orang lain. Semua berhak bahagia.
Aku berhak bahagia.
Tanpa kusadari air mataku jatuh lagi dari kedua netraku. Memang tidak jarang aku terdiam dan menangis sendirian. Aku mengusap mataku lagi dan menatap meja rias. Eh? Buket bunga? Dari siapa? Bukannya Taehyung sudah berangkat kerja tadi pagi ya? Apa dia Sudah pulang?
Aku melangkah dengan cepat keluar kamar.
"Tae—"
Sosok itu menoleh.
"Ki-Kim Jimin?"
"Yoongi ssaem, Sudah bangun?"
————————————————
"Bagaimana? Enak supnya? Aku bikin sendiri loh, ssaem." Tanya Jimin tersenyum. Ia tidak berhenti menatapku daritadi.
Aku meletakkan sendok yang barusan kugunakan. Aku menunjukkan senyuman.
"Hm, enak. Aku tidak tau kamu bisa masak, Jimin."
Dia tertawa kecil. Matanya menyipit.
"Benarkah? Haha, padahal ini resep asal asalan loh."
"Ah, pasti kamu sering masak untuk pacarmu kan? Ayo jujur" Godaku dengan menatapnya.
Dia menggeleng dan tersenyum. selanjutnya, Aku menerima balasan tatapan yang membuatku terlena. Tatapan yang sama dengan Ayahnya.
"Tidak, baru ssaem yang merasakannya kok. Ini pertama kalinya aku memasak untuk seseorang."
Aku terdiam. Apa karena mereka berdarah daging jadi tatapan mereka bisa sama sama mematikan seperti ini? Mungkin bila Jimin tidak mengusap rambutku, aku masih terdiam menatap kedua bola mata itu.
"By the way, kenapa pantry ssaem kosong? Tadi makanya aku pergi sebentar ke minimart sebelah untuk bikin supnya."
Aku menunduk ke bawah. Mukaku pasti masih semerah tomat.
"Ah iya, aku—ah ssaem tidak sempat belanja."
Jimin mengangguk. Ia mendekat ke arahku dan menatapku lembut.
"Kenapa ganti jadi pakai sweater? Dingin ya?"
Ah, mati aku.
"Ti-tidak apa apa. Ng, iya dingin." Jawabku. Yaampun apa apaan sikapku ini? Kenapa aku selalu gugup berada di dekat Jimin? Dia lebih muda darimu jika kau lupa!
Jimin membalasnya dengan senyuman seperti biasa.
"Ji-jimin kenapa kesini?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
YOU ARE READING
Tangled Strings.
RomanceAku Kim Jimin, bukan kebiasaanku menceritakan kisah hidup. Tapi, kalau kamu sebegitu penasarannya, Why don't you stay and drink your cup of tea with me?