Deux.

78 7 3
                                    

"Waah akhirnya datanya lengkap. Nyawaku terselamatkan! Terima kasih Jimin!" Yoongi menyusun kertas kertas agenda yang entah berapa jumlahnya itu dan menyimpannya kedalam map berwarna hitam dengan motif beruang kesayangannya, Kumamon.

Aku dan Yoongi masih setia duduk di kursi pinggir taman sekolah dengan jarak yang bisa dibilang cukup dekat. Udara memang sudah mulai dingin. Aku menyadari itu karena hidung Yoongi yang berubah kemerahan seperti tomat. Lucu sekali. Berkali kali aku mengajaknya untuk pindah lokasi tapi ia selalu menolak dengan alasan tanggung. 

"Hm, sama - sama. Seharusnya dari awal ssaem membuat agendanya seperti ini, jadi lebih enak dilihat dan gampang disusun." Aku tersenyum menatap wajahnya yang menunjukkan gummy smilenya.

Ia mengangguk, "Iya, kau benar Jimin. Aku tidak kefikiran sama sekali, memang bodoh. Pantas aku cuma menjadi guru seni. Untung ada Jimin, kalau tidak nanti aku udah diomelin Namjoon ssaem kalau hari ini belum mengumpulkan agenda.

"Hei tidak bodoh kok, yang penting sekarang ssaem tau caranya. Lagian guru seni asik kok, daripada hanya bercengkrama dengan angka dan variabel tiap hari."

Ia membalas dengan tertawa dan membuat jantungku berdegup lebih cepat daripada biasanya. Tangannya menepuk pundakku.

"Hei! Apa kau lupa kalau guru seni juga bertemu dengan not balok? Itu cukup bikin pusing juga loh!" Mata kami bertemu namun aku tidak bisa lepas memandang bibirnya yang lembut itu maju setiap ia mengucapkan sesuatu.

Ingin kucium. Ah bukan, ingin kugigit.

"Ngomong - ngomong, kamu benar benar bolos jam pertama kan? Aku jadi tidak enak, Jimin. Bagaimana nanti kalau ditanya Park ssaem?" Yoongi bertanya dengan wajah cemasnya. Aku Hanya menaikkan bahu dan tersenyum.

"Tidak apa - apa. Hanya matematika saja kok, aku sudah bosan melihatnya. Tidak menarik. lagian, kan aku yang memaksa ingin disini bersama ssaem."

Yoongi memalingkan mukanya.

"Dasar, mentang mentang jago di segala hal! Tapi kamu gaboleh bolos lagi ya!"

Aku mengangguk, "Ne, ssaem. Lagipula, kalau misalnya aku sekarang tidak membolos jam pertama, paling sekarang ssaem lagi memakan ocehan Namjoon ssaem kan? So, we are mutual now."

Yoongi mengerucutkan bibirnya dan wajahnya memerah. Ingatkan aku untuk tidak membawanya kabur hari ini.

"i-iya sih! Tapi tetap saja!!" Yoongi mengangkat badannya dan beranjak dari kursi taman. Badannya ia balik untuk menghadapku.

"Tapi, makasih ya, Jimin. Berkatmu aku tertolong." Aku menerima senyum cantik itu lagi. Rasanya ingin aku membuat patung Yoongi yang tersenyum dan memajangnya di kamarku. Demi Tuhan, ia sangat cantik.

"My pleasure. Kalau begitu, temani aku makan yuk, ssaem?"

——————————————————————

Jadi, disinilah kami sekarang. Sedang menyantap makanan kami diiringi musik jazz dengan sedikit beat hip hop. Warna putih yang berpadu dengan warna nude mewarnai semua perabotan cafe ini. Aku sedang bersama Yoongi, sesuai dengan ajakanku sebagai imbalan. Kami pun akhirnya makan disini.

"Jimin, Aku jadi makin merasa bersalah deh." Ujarnya dengan memegang garpu yang ia putar putar untuk melilit spaghetti.

Aku menatapnya, "Hm? Kenapa ssaem? Apa salahnya makan denganku?"

"Ya-ya salah! Apalagi ini di cafe luar sekolah! Rasanya seperti aku merupakan guru yang mengajak muridnya untuk bolos sekolah! Kalau ada yang liat bagaimana?!" Ia menaruh garpunya dan membalas tatapan mataku.

Tangled Strings.Where stories live. Discover now