Pasar Setan

50 6 0
                                    

Selepas dari sendang panguripan, perjalanan menuju pos 4 ini dirasa tidak terlalu berat oleh Deo. Entah mengapa tapi terasa lebih santai. Mungkin itulah kekuatan sugesti dan pikiran.

"Kok aku merinding ya setiap ada mas-mas nya jaket merah itu..."

Doni memecah keheningan mereka dalam perjalanan

"Jangan-jangan kamu jatuh cinta Don?"
Sahut Fatim berkelakar

"Eh serius ini. Rasanya aneh aja. Ndaki sendirian malem-malem. Udah gitu tadi kan di pos 2 udah jalan duluan kan didepan kita. Trus kita nyampe sendang kok dia masih jalan dibelakang kita. Sepanjang jalan juga kita nggak liat dia kan?"

Doni masih mendramatisir keadaan

"Paling juga mampir boker." Jawab Nerry ketus karena mulai nggak nyaman sama suasananya

"Tapi feelingku juga nggak enak kok setiap dia nyamperin kita. Hawa dinginnya itu jadi nggak wajar."

Ardian menimpali
Kemudian semua terdiam. Yaa... Ardian memang mempunyai kemampuan menalar, merasakan, dan insting yang sangat tajam. Dan sudah terbukti di beberapa kali kejadian.
Itulah mengapa ketika Ardian berpendapat, mereka akan lebih waspada dan mempertimbangkannya baik-baik.

Kemudian sampailah mereka pada sebuah percabangan jalan. Entahlah saat itu Agas pun tidak yakin mereka memilih jalan yang mana.
Agas hanya mengikuti rombongan senior yang baru dikenalnya ini. Entah bagaimana bisa Agas percaya begitu saja pada pilihan mereka. Tanpa memperhitungkan atau mempertimbangkan dulu. Tapi rasanya Agas percaya bahwa mereka sudah ahli dalam hal ini dan yah setidaknya keputusan paling aman dan tepat adalah tetap mengikuti rombongan anak tekhnik industri tingkat dua ini

Ternyata disitulah tepatnya pos 4
Tidak ada bangunan yang menandai adanya pos 4 seperti di pos-pos sebelumnya.
Di tanah yang agak lapang terlihat beberapa tenda. Ada sekitar 5 tenda kira-kira.
Pos 4 ini sering disebut dengan nama cokro suryo. Konon disebut begitu karena merupakan tempat terbaik untuk melihat sunrise.

"Nah disini bro, kalau kalian camp disini aman. Nanti juga dapet sunrise. Tujuannya cari sunrise kan? Disini viewnya bagus kalo buat selfi-selfi"

Tiba-tiba Andika menghentikan langkah dan seperti pemandu wisata mempersilahkan pesertanya untuk beristirahat karena dirasa lokasinya cukup nyaman.

"Ohh oke mas... kalau mas-masnya langsung lanjut puncak?"

Tanya Agas sambil melihat sekeliling.

"Kita tujuannya cari nasi pecel telur cuk kesini. Hahaha"

Doni berkelakar disambut tawa yang lain.
Entah kekuatan dari mana, tiba-tiba saja Deo menjawab

"Lanjut aja Gas, nanggung udah sampe sini masak nggak naik sekalian. Nanti kalau pasang tenda trus istirahat disini mau naik udah males lagi"

Seketika Edo menoleh ke arah saudara kembarnya itu. Seolah tidak percaya. Wajah lelah dan seperti tidak sanggup berdiri lagi yang tadi terlihat selama perjalanan pos 1 sampai sendang panguripan sudah tidak terlihat lagi.
Deo menjadi ber ambisi, tertantang untuk menaklukkan dinginnya lawu.

"Kamu yakin masih kuat yo?"

Kata Agas ragu. Atau mungkin karena tujuan awal mereka mencari view sunrise. Jadi Agas sudah merasa mencapai tujuan mereka.
Tapi entahlah, apa karena ego sebagai laki-laki Deo tertantang untuk terus melanjutkan perjalanan sampai ke puncak.

"Iya. Nanggung."

Jawab Deo singkat.
Dan akhirnya mereka memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan. Meskipun entah mengapa di hati Agas ada sedikit perasaan tidak enak.
Dan benar saja, sepanjang perjalanan pos 4 menuju pos 5 Agas mengalami hal hal yang tampaknya tidak bisa dinalar secara akal sehat.
Entah kenapa, ketika mereka berjalan maju angin berhembus begitu kencang. Seolah menghadang langkah mereka, seolah alam melarang mereka untuk terus maju.
Badan terasa berat karena melawan arah angin.
Tapi ketika mereka berhenti berjalan, saat itu juga angin berhenti berhembus.
Begitu terus berulang beberapa kali. Tapi mereka memutuskan untuk pelan-pelan terus berjalan maju.

Sampai pada di suatu lokasi yang terdapat bekas lahan edelweis terbakar, suasana begitu sepi. Hanya mereka ber 12. Ya menjadi 12 karena dari pos 4 ada 3 pendaki yang ikut bergabung dengan rombongan Agas dan Andika untuk bersama-sama menuju puncak.
Suasana begitu gelap dan terlihat sepi. Iya hanya terlihat sepi, tapi tidak di pendengaran. Entah hanya Agas yang merasakan atau semua merasakan hal yang sama.
Seolah-olah disitu sedang ramai riuh. Suara daun-daun kering yang terinjak, ranting-ranting patah tersenggol sesuatu, dan juga suara orang banyak berbisik bisik bergumam. Tapi sama sekali tidak terlihat olah mata Agas.
Dan tentu saja rombongan mereka tetap terus berjalan ber iringan dalam diam.
Sampai tiba-tiba dengan sangat pelan Edo menupuk bahu Agas dari belakang

"Gas, denger??"

Bisik Edo. Entah takut terdengar oleh siapa (atau mungkin apa) sehingga Edo berbicara berbisik-bisik,

"Ssstt... udah jalan aja."

Jawab Agas yang jadi ikutan berbisik.

Seketika Agas teringat artikel tentang pasar setan. Sambil terus berjalan, dalam hati Agas berdoa...
'Aku nggak ganggu, permisi-permisi numpang lewat. Jangan ganggu jangan ganggu'

Setapak Kisah Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang