Sudah seminggu sejak aku mengungkapkan perasaanku pada Vian. Dan sampai saat ini aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi begitu juga dengan Merry. Kudengar Merry masuk Rumah Sakit. Tapi aku tidak tau dia sakit apa sampai harus dirawat. Hapenya juga tidak bisa dihubungi. Aku bahkan sudah mengunjungi rumah Merry tapi tidak ada siapa-siapa di sana.
**
"Heii" Seseorang mengagetkanku.
"Ray.."
"Melamun aja, lagi nungguin siapa? Merry ya?" Tanyanya sembari duduk disampingku.
"Nggak juga, lagi duduk-duduk aja" Jawabku.
"Emangnya Merry kemana sih? Akhir-akhir ini nggak keliatan" Lanjutnya.
"Ahh.. Katanya dia lagi sakit"
"Katanya? Kata siapa?"
"Denger-denger sih" Jawabku.
"Hmm.." Sambung Ray sambil menganggukkan kepalanya."Oiya, Merry sama Dosen kita itu deket ya?" Kata Ray sambil menunjuk ke arah..
"Pak Vian"
Akhirnya aku melihatnya setelah seminggu sejak kejadian di mobil waktu itu. Apa dia baik-saja? Bagaimana dengan Merry? Aku juga ingin menanyakan di Rumah Sakit mana Merry dirawat.
"Mungkin dia tau" Batinku.
Aku pun bergegas menghampirinya. Ray yang masih berbicara langsung mengikutiku dari belakang.
"Permisi.. anu.. pak. Apa Bapak tau di Rumah Sakit mana Merry di rawat? Udah seminggu Merry tidak ada kabar. Saya..."
Dia tidak menghiraukanku sama sekali. Dia hanya melewati kami berdua sambil membawa tasnya yang berwarna hitam.
"Hei kalo orang nanya dijawab dong!" Tiba-tiba Ray berteriak. Mendengar perkataan Ray, Vian langsung menghentikan langkah kakinya.
"Ray..." Kataku sambil menarik lengan bajunya.
"Kalau kamu minta maaf sekarang, kuanggap ucapanmu tadi tidak pernah kudengar" Kata Vian tanpa membalik badannya.
"Hah? Jangan karna kamu Dosen di kampus ini terus seenaknya memperlakukan orang lain!"
"Teman saya cuma nanya aja apa susahnya dijawab?" Lanjutnya lagi.
"Udah Ray, kita pergi" Kataku ingin mengakhiri perdebatan mereka."Atau jangan-jangan kamu takut kalau aku tau Merry dirawat di mana?" Tambahnya.
Vian terlihat menarik napas dan mengepal tangan kanannya ingin memukul Ray. Tapi dia mencoba menahan amarahnya. Dan melonggarkan dasinya.
"Saya sedang sibuk." Dia pun pergi meninggalkan kami."Kamu apaan sih? Kekanakan banget" Kataku sambil menatap Ray.
"Aku kan..."
"Udah deh, nggak usah banyak alasan" Kataku kesal.
"Kamu mau aja digituin sama dia? Emang dia siapa? Karna dia dosen di kampus kita jadi dia bisa seenaknya memperlakukan orang lain, gitu?"
"Kamu nggak dengar tadi dia bilang apa?"
"Dia lagi sibuk" Kataku sambil berjalan lebih cepat."Aku tau Ray khawatir, tapi bukan berarti dia bisa bicara seenaknya aja.." Batinku.
"Maaf"
Kata Ray tiba-tiba.
Sontak aku merasa bersalah. Aku seharusnya berterimakasih karna Ray sudah membelaku. Tapi aku malah marah padanya. Aku hanya diam dan memperlambat langkah kakiku."Hana.."
"Hm?"
"Nanti malam ada acara nggak?" Tanya Ray.
"Nggak ada.""Ahh.. Aku baru sadar kalau ternyata besok hari libur. Apa aku tidur seharian aja ya.." Batinku.
"Gimana kalau kita jalan. Hm.. Maksudku kamu kan nggak kemana-mana. Aku. juga bosan di rumah. Hehe"
"Jalan kah? Tapi.."
"Boleh deh." Jawabku singkat.
"Nanti ku jemput ya"
"Hm oke"Dia pun pergi tanpa menanyakan alamat rumahku.
"Hahhh.. Kayaknya malam ini istirahat aja"
**
Jam menunjuk pukul 19.15. Dan belum ada kabar dari Ray. Tentu saja, dia bahkan nggak minta nomor hapeku."Ting..tong...." Bell berbunyi.
Aku segera berlari menuju pintu masuk. Aku kaget melihat Ray yang sudah rapi. Dia memakai kaos dan jaket. Yaa.. Udara malam memang cukup dingin.
"Hei kamu belum siap-siap? Atau jangan-jangan kamu mau aku main ke rumah kamu aja"
"...nggak akan.." Jawabku singkat.
Tiba-tiba dia tertawa mendengar jawabanku. Aku tidak peduli dan langsung mengambil jaketku yang masih tergantung di ruang tamu."Ray tau alamatku dari mana ya? Ah sudahlah. Nggak perlu dipikirkan"
Kami pun pergi ke suatu tempat. Lumayan jauh dari kota. Aku bahkan nggak tau ini di mana. Tapi sepertinya Ray sangat mengenal tempat ini.
"Ini tempat favorite aku" Kata Ray sambil memasukkan tangannya ke kantong jaket.
Tempatnya seperti bukit, jadi harus menaiki beberapa anak tangga agar bisa sampai ke atas. Dari tempat ini terlihat jelas cahaya rumah dan lampu-lampu kota.
Ray mendekati sebuah pohon. Mungkin dia ingin menunjukkan sesuatu di pohon itu. Tiba-tiba dia berhenti.
"Apa kamu benar-benar menyukai Dosen itu?"
"Hah?"
"Maksudnya""Kamu nggak perlu bohong. Semuanya terlihat jelas di mata kamu. Cara kamu ngeliat dia, cara kamu bicara sama dia, bahkan namanya ada di buku tulismu"
Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara angin malam dan terkadang bunyi jangkrik..
"Apa aku nggak bisa?"
"Nggak" Batinku.
"Ka..kamu apaan sih..hahaha.." Jawabku sedikit kaku.
Ray tiba-tiba menarik tanganku dan langsung mencium bibirku. Aku mencoba melepasnya, tapi tidak bisa. Tatapannya terlihat putus asa. Akupun melepas genggamannya.
"Kamu udah gila ya?"
Dia kembali menarikku dan mendorongku ke arah pohon yang ada didekatnya. Dilumatnya bibirku tanpa mengijinkan aku bernapas. Napasku semakin cepat. Kurasakan detakan jantungnya.
"Apa ini? Merry menyukai Ray. Apa yang sudah kulakukan? Aku bukan teman yang baik. Seharusnya aku menolak ajakannya tadi..
Ray semakin mempererat pelukannya. Dia pun mulai mencium telingaku.
"Aku harus menghentikan Ray"
"Mmhh.."
Diciuminya leherku hingga menimbulkan tanda merah di beberapa bagian. Dia mencoba melepas pengait bh ku."Nggak..nggak.."
"Ini sudah gilak"
"Bagaimana ini?"
"Aku sama sekali nggak berkutik"Hay gays...
Karna banyak yg minta ceritanya di perpanjang yaaaa udah yaaa...
Jangan lupa Vote dan komennya.
Happy reading. Ditunggu komennya(♥ω♥ )
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen atau Pacar
Romance(Bijaklah memilih bacaan anda!) "To..tolong jangan bunuh sa...saya" kataku terbata-bata. Orang tersebut hanya diam dan menggenggam pergelangan tanganku yang kecil. Aku sangat takut sampai tidak berani melihat kearah wajahnya. Aku hanya ingin tidur d...