3

29 2 0
                                    

Hari ini benar benar melelahkan, karena aku harus berkomunikasi dengan orang. Ah, aneh memang. Pada dasarnya, mayoritas orang menganggap bahwa bercengkrama dengan orang bukanlah hal yang akan menguras energi dan membuatmu lelah. Tapi lagi lagi aku berbeda. Karena aku adalah manusia yang hanya aku sendiri yang bisa menggambarkannya.
Berbicara dengan orang adalah salah satu hal yang paling memuakkan bagiku. Apalagi orang yang baru aku kenal. Dia pasti akan banyak bertanya tentang diriku. Aku malas menjawab pertanyaan basa basi semacam itu. Rasanya aku ingin lari meninggalkan orang yang bertanya tersebut.
Kali ini aku tak bisa menghindar. Guru pengganti itu sukses menahanku cukup lama. Ia menyita waktu istirahatku.
Setelah ku antarkan ke perpustakaan, ternyata permohonan bantuannya belum selesai.
"oh jadi ini ruang perpustakaannya. Terima kasih, telah mengantarkanku ke sini."
Aku hanya merespon dengan sebuah anggukan kemudian berbalik arah untuk maksud pergi.
"tunggu dulu, nama kamu siapa?"
Hhhh,,, ini dia, hal yang paling menyebalkan di mulai. Haruskah aku menjawabnya?
"Putra" jawabku singkat
"ah, jadi nama kamu Putra. Kelas 12.1 bukan?" tanyanya lagi.
Cukup mengejutkan, dia mengingat di mana kelasku.
"hm.."
"selesai pelajaran, sebelum pulang tolong ke sini ya. Ada modul pelajaran yang akan saya bagikan ke anak 12.1."
Kenapa harus aku? Kenapa Anda tidak memanggil ketua kelas kami saja? Gerutuku dalam hati.
"maaf merepotkan, seharusnya saya menyuruh ketua kelas kalian. Tapi saya di sini masih baru, saya tidak tahu yang mana ketua kelas kalian. Lagipula sekarang saya masih sangat sibuk, akan lebih praktis dan efektif jika saya meminta bantuan kamu, sebab kamu sudah ada di sini. Iya kan?" senyumnya penuh keceriaan.
Aku hanya mengangguk untuk mengiyakan.
.
.
.
.
Teeett....bel pulang berbunyi.
.
.
Aku kembali ke perpustakaan untuk menemui guru pengganti itu. Kulihat di sana iya sedang sibuk dengan laptop dan buku buku besar di sekitarnya. Dia begitu serius sampai sampai kedatanganku tidak ia sadari. Ku biarkan saja sampai ia menyadarinya. Tak perlu aku menyapanya.
.
1 menit
.
2 menit
.
3 menit
.
1 jam
.
Sampai senja menjelang. Dia tak menyadari keberadaanku juga. Kekuatan fokusnya benar benar luar biasa. Sampai ia selesai dengan pekerjaan mengetiknya, barulah ia menyadari keberadaan ku.
"hei, ternyata kamu sudah ada di sini? Sudah berapa lama? Apa sudah sejak tadi? Kenapa tak menegur saya?" serangnya dengan pertanyaan yang menyudutkan.
Sebenarnya siapa yang salah?
"Anda terlalu asik dengan tugas. Saya tidak enak mengganggu." ah, kata kata bualan yang aku keluarkan.
"ah begitu ya. Maaf ya, menunggu lama. Ini tolong dicetakan ya. Kemudian difotocopy sejumlah siswa di kelasmu."
Dia menyerahkan sebuah flashdisk kepadaku. Aku terbengong. Ku pikir modulnya sudah siap dan aku hanya bertugas untuk membagikan ke teman teman. Ternyata....
"oh iya, apa kamu ada uang untuk biaya itu semua. Saya bisa meminjamkan uang dulu, nanti teman teman kamu dimintai iuran untuk mengganti biaya fotocopynya."
"tidak usah, pakai uang saya dulu saja." jawabku berusaha untuk mengakhiri ini semua.

Senja yang LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang