6

32 2 0
                                    

Senja adalah jingga yang membawa pada kepiluan. Sinarnya menembus kenangan lalu yang kesedihannya belum usai hingga sekarang. Namun aneh, meski sakit aku selalu menatap senja. Menikmati setiap kesendirianku ditemani senja. Tapi kini malam merenggut senja dariku.

10 Juni 2018, pukul 17.27
Bumi mengembun. Harum tanahnya yg basah terasa menyesakkan. Di bawah rerindangan pohon ini, aku termenung menyilami kenyataan yang telah mendatangiku. Mengapa perjalanan membawaku pada pesakitan. Menyesalpun tiada guna, sebab kenyataan telah menyelimuti hati dalam mendung.
Rasanya masih sulit untuk membuka mata. Bagaimana bisa masa lalu kembali mendatangiku. Wanita yang dahulu pernah menghiasi hariku dengan senyuman, kembali menyapaku.
Hari ini, untuk pertama kalinya setelah 8 tahun lamanya kami terpisahkan oleh takdir. Namun takdir jua yang kembali mempertemukan.
Entah bagaimana kesannya terhadap pertemuan kami tadi pagi. Apakah dia terkejut? Jika benar adanya, berarti diriku cukup membekas dimasa lalunya. Namun jika pertemuan itu hanyalah angin lalu baginya, itu artinya aku hanya salah satu hal tak berharga di antaranya banyak hal dihidupnya.
Aku ingat saat pertama kali berpisah dengannya. Setelah kelulusan. Aku harus melanjutkan studi ke Korea. Terpuruk, tak tahu arah. Aku tak bisa menetralkan hatiku dari kesedihan. Bagaimana bisa aku menjalani hariku tanpanya. Bagaimana hari hariku tanpa melihatnya. Apa aku bisa?
Meski cinta sepihakku sulit, namun tak melihatnya jauh lebih sulit.

Jumat, 4 Juni 2010
Sambil tersenyum cerah ia mendatangiku yang sedang terduduk sendiri di taman belakang sekolah.
"Selamat atas kelulusanmu. Setelah ini, kau akan melanjutkan studimu ke luar negeri, kan? Saya turut bahagia."
"Belajar dengan baik dan jaga kesehatan selalu."
"Ah, kau akan pergi meninggalkan sekolah ini. Saya sebentar lagi juga harus berhenti, lalu siapa yang akan merawat kaktus ini? (sambil menunjuk pohon kaktus yang ia tanam tempo hari)"

Aku cukup terhentak kaget mendengar penggalan kalimat terakhirnya. Ku tatap wajahnya dengan penuh tanda tanya. Dia langsung memahami kebingunganku.
"Saya akan menikah bulan depan, dan saya memutuskan untuk mengikuti suami saya yang bekerja di Jakarta."

Kalimat ini jauh lebih menyambar lagi. Aku terkejut seterkejutnya. Kabar pernikahan yang aku dengar tiba tiba. Meskipun tak aku sudah membayangkan kalau dia dan calon suaminya pasti akan menikah juga pada akhirnya. Tapi tidak secepat ini. Tidak disaat saat seperti ini.
"Kalau kau belum berangkat, datanglah! Saya ingin kau turut menyaksikan hari bahagia saya."

Ya benar. Hari bahagia. Tentu saja dia bahagia menikah dengan orang yang dicintainya. Sedangkan aku? Harus menghadapi kenyataan cinta sepihakku berakhir dengan menyedihkan, bahkan aku mendatangi pernikahannya sebagai tamu undangan spesial. Semacam itu? Miris sekali.

"Aku akan membawa kaktus ini dan merawatnya." ucapku mencoba untuk mengalihkan pembahasan.
"Semoga, jika kita dipertemukan lagi. Kaktus ini masih hidup. Nanti tunjukkan padaku ya!" pintanya

Dipertemukan lagi? Aku harap tidak akan terjadi.
Tobe continued

Note:
Jangan lupa votenya ya! Terima kasih

Senja yang LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang