[15]

2.9K 441 46
                                    

Hari ini kau telah memantabkan diri untuk menembak Jihoon. Terdengar konyol memang, tapi hati mu telah mengatakan bahwa Jihoon adalah pilihannya. Kau hanya tinggal menunggu bertemu dengannya dan berkata jujur.

Kau mengenakan kemeja soft pink dan celana jeans untuk bertemu dengannya. Kalian akan bertemu di kafe. Kafe tempat kau melihat Jihoon mengobrol dengan gadis kafe itu.

Kau menatap cermin dihadapanmu, merapikan rambutmu. Kemudian kau menghirup nafas panjang dan menghembuskannya.

"Oke, siap."

>•<

Kau kesal.

Kesal karena keheningan yang melanda antara kau dan Jihoon. Yang terdengar kini hanya suara esapan kopi yang diminum Jihoon berkali-kali atau suara dentingan antara cangkir dengan piring.

Kau pun menghela nafas dan memulai pembicaraan, "apa kabar, kak?"

"Baik. Kamu?"

"Baik juga."

Setelah, hening kembali melanda. Kau sedikit bingung untuk mencari topik. Kau tak mungkin langsung to the point yang jelas akan mengejutkannya.

"Gimana...kabar payung?"

Kau menatap Jihoon yang mulai mendapat topik, "masih bagus. Ngga rusak. Tapi sering basah."

"Akhir-akhir ini emang sering hujan ya? Kamu ga hujan-hujanan kan?"

"Ngga lah. Kan ada si Payung."

Jihoon terkekeh. Itu membuat terpana. Selama ini kau tak pernah melihat Jihoon tersenyum. Dan karena ia tersenyum, kau juga ikut tersenyum.

"Kak, kemarin-kemarin kemana aja sih? Abis sakit ngilang. Ga ngabarin di Line pula."

"Kenapa? Khawatir?" goda Jihoon dengan sedikit kekehan.

Pipimu memanas, "ya-ya jelas lah. Kan aku kirain kakak masih sakit selama itu. Kakak ngomong aja lewat perantara segala."

"Aku sibuk."

"Sesibuk itu?"

"Iya."

Kau menggaruk tengkukmu, "kakak kan yang mau ketemu aku. Kok malah ga ngomong apa lagi?"

Jihoon berdehem, "oh ya. Kenapa kemarin ngembaliin payungnya?"

Kau melihat ke luar jendela dan menunjuk orang-orang yang tengah berhenti dibelakang garis putih, menunggu lampu lalu lintas berubah warna, " dari sana, aku bisa lihat sesuatu."

Jihoon ikut mengarahkan pandangannya pada hal yang kau tunjuk, "lihat apa?"

"Lihat kakak lagi ngobrol sama kakak kafe sini. Sampe ketawa juga. Ak–"

"Cemburu?" Jihoon memotong ucapanmu, "dia temennya Soonyoung yang lagi nyeritain kekeselan dia sama Soonyoung kalo lagi di kafe. Lagian, aku bukan siapa-siapa mu dek. Ngapain cemburu."

Nah ini.

"Aku..." kau menggantungkan kalimatmu dan menunduk, "aku suka sama kakak," kau bisa melihat Jihoon melirik sedikit sebelum akhirnya kembali menatap keluar jendela, "aku suka banget sama cara kita ketemu tiap hujan dibawah payung yang sama. Aku juga suka sama sifat kakak yang cuek."

"Waktu kakak ngilang ga ada kabar, aku kangen. Waktu kakak ngasih bunga, aku bukan senang karena dapet hadiah. Tapi karena tau kalo kakak itu baik-baik aja," kau tersenyum kecil, "ak–"

"Aku tau ini ngarah kemana," potong Jihoon.

Kau mendongak, membuat pandangan kalian saling bertemu.

"H-hah?" tanyamu yang sebenarnya juga mengharapkan jawaban.

Jihoon menghela nafas, "maaf."

Satu kata itu sukses membuat kau membeku. Matamu memanas tanda akan menitihkan bulir kesedihan. Tapi kau menahannya dengan menunduk sebentar.

Kau dapat mendengar Jihoon mengambil ponselnya kemudian berdiri, "aku pergi," setelahnya  Jihoon keluar dari kafe melewati kaca jendela yang berada disampingmu.

"Setidaknya kasih aku alasan kak.."

Kau berdiri, mengambil payung hitam yang tadi kau letakan di tempat payung. Membawanya dengan lesu keluar kafe. Kau masih menahan tangismu. Namun cuacanya tiba-tiba berubah. Yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Rintik air hujan pun mulai turun. Perlahan, gerimis ini menjadi hujan deras.

Tapi apa yang kau lakukan, menyeret payung itu tanpa niatan membukanya.

Karena kini kau tahu kenapa hujan turun sekarang.

Untuk membiarkanmu menangis dan menghapus jejak tangisanmu hingga kau merasa lebih baik.

>•<

(~・ิω・ิ)~

Umbrella ; Woozi [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang