❄'Prolog

10 2 3
                                    

❄❄❄

Cewek dengan rambut bergelombang itu berdecak. Bukan hal baru baginya terjebak dalam situasi ini. Berbagai makian telah terlontar namun sempat masih tersimpan dalam hatinya.

"Lo bisa ambil bola ini jika lo terima gue. Tapi lo bisa pergi jika lo nolak gue." Ucapan datar itu membuat Auri memutar kedua bola matanya.

Sungguh receh dan murahan. Kedua tangannya masih setia di depan dada. Matanya menatap intens pemilik manik coklat itu. Sorakan-sorakan menggema dalam lapangan futsal beralas rumput plastik. Tak kalah jutaan mata melihat mereka. Sungguh menyebalkan terjebak dalam kerumunan orang yang tidak tau apa-apa.

"Sok mahal banget sih tuh cewek. Benci gue!" Jangan dikira bisikan kecil itu tidak tertangkap di telinganya. Cewek dengan baju ketat itu melirik tajam ke arahnya.

"Ih... greget deh. Jangan jual mahal oey, nanti lo gak laku." Disusul teriakan pula, dasar wanita.

Semakin lama bisikan menyakitkan itu semakin menjadi-jadi. Hatinya memang menolak untuk sakit, untuk hal recehan seperti ini. Akhirnya kedua tangan itu meraih bola yang sedari tadi menjulur ke arahnya. Pertama yang mereka dengar adalah sorakan antusias dan senyum merekah dari orang dihadapannya.

Tidak berhenti sampai disitu, kedua matanya membidik cewek mulut toa itu. Sampai ia terfokus dan melempar bola futsal tepat pada bibirnya. Kemudian ia pergi beranjak dari kerumunan, tidak mempedulikan jeritan kesakitan dari cewek tersebut.

"Auri, itu artinya apa? Lo terima gue apa kagak sih?!" Senyum yang tadinya mengembang sempurna bak mawar mekar kini berubah jadi penasaran.

IotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang