❄❄❄
Hari-hari berlangsung dengan cepat. Seakan semua detik yang berputar itu langsung berubah menjadi jam tanpa melewati menit.
Sebuah senyum terlukis di bibirnya. Senyuman tipis yang sangat tipis.
Auri menatap dirinya di depan cermin. Sebuah refleksi dimana disana hanya terpantul bayangan, hanya bayangan. Andai Auri berada di sana, hanya sebagai bayangan tanpa ada hal lain yang membuat hidupnya pilu.
Auri tersenyum ketir, melihat refleksinya.
Suara ketukan yang disusul suara deretan pintu itu menampilkan sosok wanita tangguh yang memperjuangkannya.
"Makan yuk." Sebuah senyum yang tak pernah hilang diterpa ribuan kata lelah itu selalu di sana, terbit bersamaan dengan matahari dan tenggelam dalam malam yang dipenuhi bintang.
Auri mengangguk mengerti. Dilihatnya punggung itu yang kian lama kian melenyap. Sempat rasa itu datang namun ia cepat menghilangkannya. Agar ia tak menyesal pastinya.
Auri mulai menuruni anak tangga. Langkah yang kian lama kian mendekat kian terasa hangat, membuatnya menghela nafas.
"Pagi." Sapa Anita sambil mengoleskan selai cokelat kesukaan Auri.
Auri duduk dan mulai menikmati sarapannya.
"Ulangannya gimana?" Tanya Anita.
"Gak gimana-gimana." Jawab Auri ketus, tidak menghiraukan Anita yang mencoba untuk mencairkan suasana.
"Hari ini hari terakhir?"
"Iya."
Hening, suasana menjadi hening. Auri masih serius dengan roti selai coklat itu sedangkan Anita melamun.
***
Auri melangkahkan kakinya yang terasa ringan.
Tangan yang senantiasa dilipat di depan dada dan telinga yang disumbat dengan earphone adalah rutinitas paginya.
Hari ini adalah hari terakhir ujian. Auri bersemangat untuk menuntaskan hari ini. Ia harus bisa mencapai lebih dari yang bisa ia capai.
Bel berbunyi, memperlihatkan guru pengawas dengan tubuh gempal dan kerudung cokelat muda menghias rapi menutupi rambutnya.
Nomor absen paling awal menuntut Auri duduk di bangku paling depan tepat di depan meja guru, sama dengan tempat duduknya saat di kelas. Duduknya yang sendirian membuatnya senang.
Guru pengawas mulai membagikan LJK dan soal-soal dengan mata pelajaran bahasa inggris. Sebelumnya guru pengawas menyuruh para murid untuk mengumpulkan contekan beserta tas mereka di depan kelas.
Auri mulai mengisi kolom nama. Mendengar bisikan kecil yang memanggilnya, Auri pun mendongak.
"Ssttt... kamu." Auri bingung, guru itu sedikit juling membuatnya berpikir jika matanya tidak sedang menatap Auri.
Auri menunjuk dirinya. "Iya kamu, dari tadi saya manggil kamu. IQ kamu berapa sih?!" Tanya guru itu sambil melotot, membuat kedua matanya terlihat mau jatuh.
Guru pengawas itu sedikit ngegas sambil membenarkan kacamatanya. "Dari tadi lo saya manggil kamu! Bendaharanya siapa?"
"Lena Bu, kelas sebelah!" Jawab Auri yang tak kalah. Guru itu hanya mangut-mangut mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iota
Teen Fiction"Cuma orang bego yang nganggep dirinya bego! Dan itu lo!" Auri tidak habis pikir jika dirinya akan terjebak dalam sandiwara murahan ini. Terjebak antara penasaran dan rasa takut.