❄❄❄
Pagi ini cuaca tak mendukung untuk rutinitas hari Senin. Tak ada satu pun awan yang menyelimuti, dominan langit biru beserta terik matahari yang menyengat.
Kebanyakan orang berpikir cuaca hari ini cerah dan bersahabat namun bagi mereka yang normal cuaca hari ini menyeramkan untuk dilalui di hari pertama minggu ini.
"Ri, nanti pulang sekolah kamu naik taksi aja ya, kelihatannya Mama pulang agak malam deh. Gak papa kan ?" Ucap Anita, Mama Auri.
"Hm." Balas Auri ketus seperti biasa. Ia mengetahui pekerjaan Anita. Sekali pun Auri tidak pernah menuntut Anita untuk selalu mengurusinya. Ia tau posisi Anita sebagai single parent.
Sesampainya di sekolah, Auri langsung turun dari mobil. Tanpa ada pamit ataupun salam kepada Anita. Pilu, melihat anaknya begitu dingin padanya. Auri dan Anita sama-sama diam, menutupi masalah masing-masing. Anita yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan Auri yang selalu menutupi segalanya dari Anita. Dua hal yang Auri tau bahwa ia lahir tanpa kehadiran seorang ayah dan sosok ibu yang berjuang keras mengubah takdir dunia.
Auri melipat kedua tangannya, menatap ke depan. Tiada satu senyuman pun yang menghias di bibirnya saat berpapasan dengan temannya, karena pada kenyataannya Auri tidak punya teman.
Sejak saat itu ia bungkam. Sejak saat itu hanya diam, menerima semua alur kehidupan. Biarlah dunia ini yang menentukan, sedangkan ia hanya memilih dan menerima pilihan yang dibuat oleh dunia.
***
Setelah mengikuti upacara, berpanasan ria, mendengar ceramah yang menguras tenaga, Auri memutuskan untuk tidak kembali ke kelas terlebih dahulu. Ia pergi ke kamar mandi untuk sekedar mengelap keringat. Suara air keran berbunyi, Auri membasuh mukanya dengan pelan, kebiasaan saat keringetan.
"Argh." Seseorang menarik rambut panjang Auri yang dibiarkan terurai. Auri ikut tertarik ke belakang.
"Sekali lagi lo deketin Zavin, gue jambak rambut lo sampai gundul, mau lo!!!" Ucap Shasa yang masih menarik rambut Auri. Auri yang merasa terganggu oleh tarikan itu langsung menepis tangan Shasa dengan kasar. Tak perlu tenaga yang kuat, Auri bisa melepaskan jambakan dari Shasa.
"Lo pakai guna-guna ya agar Zavin tergila-gila sama lo?!!" Tambah Shasa sambil memainkan anak rambut Auri.
Auri sudah biasa dalam situasi ini. Ia hanya menyikapi dengan kepala dingin. Auri melipat kedua tangannya di depan dada. Menatap ketiga cewek dengan wajah dinginnya.
"Gue gak bego, GOBLOK!!! Kalau gue pakai guna-guna gak mungkin gue nolak Zavin. Kalau punya otak dipakai!!!" Tanpa sahutan dari ketiga cewek tersebut, Auri langsung pergi.
Ia menyusuri koridor dengan tenang, seakan masalah yang tadinya membuat naik pitam, teredakan. Auri menghembuskan nafasnya pelan. "Belum apa-apa aja udah datang masalahnya."
Sampai di kelas XI IPA 1, ia menghembuskan nafas lega karena Bu Erni sang guru fisika belum datang. Ia masuk ke kelas dan disambut pertanyaan dari Thea, yang gak ada gunanya bagi Auri.
"Ri, PR fisika lo udah selesai belum?" Tanya Thea teman sekelas Auri.
"Cih teman, kalau butuh aja datang." Auri tidak menjawab, ia langsung beranjak menuju ke tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iota
Teen Fiction"Cuma orang bego yang nganggep dirinya bego! Dan itu lo!" Auri tidak habis pikir jika dirinya akan terjebak dalam sandiwara murahan ini. Terjebak antara penasaran dan rasa takut.