❄❄❄
Mereka turun tepat di depan gerbang sekolah. Sepi, keadaan benar-benar sepi.
Zavin mengendap-endap mulai menjauh dari gerbang, tangannya masih menggenggam Auri.
"Mau kemana lo?" Auri pun ikut mengendap-endap.
"Sssttt... pelanin suara lo. Lo liat pager belakang sekolah? Kita akan lewat sana." Bisik Zavin.
Sebenarnya hati Auri sedari tadi ingin memberontak. Bodoh, jika ia mengikuti Zavin namun hatinya menolak jika nanti ia harus menjalani hukuman karena telat.
Mereka terus mengendap seperti mata-mata sampai mereka berada di belakang sekolah.
Pagar pembatas ini memang tidak terlalu tinggi namun terdapat jeruji kawat yang tergulung lancip di atasnya.
Auri berpikir dua kali untuk mengikuti saran Zavin. "G-gue gak ikut!!"
Alis Zavin tertaut, "maksud lo?"
Zavin tampak berpikir, "lo takut celana dalam lo keliatan?"
Auri melotot, benar kata Zavin namun hal pertama yang membuat dia tidak yakin adalah resiko. "Gue gak mau sampe kawat tajam itu kena kulit gue."
"Dasar cewek, ngomong aja takut tergores!!"
Auri melipat kedua tangannya di depan dada menunjukkan sifat sombongnya. Ia terheran-heran melihat Zavin yang berjongkok di depannya. "Apaan lo?!"
"Udah naik aja, dengan gini lo gak bakal tergores!!" Ucap Zavin menekankan kata tergores sekaligus rada meledek.
"Ihh... ogah-ogah!" Auri membuang muka, sejenak berpikir. "Kalau gue tolak gue bakal dapet poin, tapi kalau dipikir-pikir mungkin gak papa dapet poin aja lagian gue juga gak pernah dapet poin!"
Auri segera beranjak, ia ingin menyerahkan diri dengan konsekuensi yang sudah ia terima.
"Eh mau kemana lo?" Zavin menahan tangan Auri—membenarkan posisinya.
"Mau nyerahin diri ke BK."
"What!! Gila lo? Lo emang ga—"
"Ssttt... diem-diem! Gue gak mau ya jadi pengecut, yang hanya bisa berbuat tanpa tau tanggung jawab!" Tegas Auri.
Tak butuh jawaban atau sanggahan dari Zavin, Auri melangkahkan kakinya.
"Pengecut? Bullshit." Zavin mulai memanjat dinding dengan bantuan kayu reyot kecil sebagai tumpuan.
Tidak butuh tenaga besar untuk bisa mencapai dinding itu. Dengan mudah Zavin bisa melewati obstacle ala-ala ninja warriors itu.
Zavin kembali mengendap-endap. Ia memicingkan matanya, menoleh kanan-kiri depan-belakang dengan waspada. Langkahnya pun dibuat sehati-hati mungkin. Halaman belakang kelas 10 ini merupakan tempat diadakan patroli rutin tiap pagi, maka dari itu Zavin benar-benar hati-hati.
"EEHEMM..." Langkahnya terhenti. Deheman itu terdengar tidak asing lagi di telinga Zavin.
"ZAVIN!!" Tegas Pak AA alias Agus Anang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iota
Roman pour Adolescents"Cuma orang bego yang nganggep dirinya bego! Dan itu lo!" Auri tidak habis pikir jika dirinya akan terjebak dalam sandiwara murahan ini. Terjebak antara penasaran dan rasa takut.