❄❄❄
Sebuah pesan masuk membangunkan lamunan Zavin.
Hellboy :
Hai,
Lo masih pegang janji gue kan?
Gue masih sabar buat nunggu. Dan sebagai balasan karna lo gak gercep, gue mau main-main dikit boleh dong.Pesan panjang itu membuat tangan Zavin meremas hebat. Tangannya yang memegang air mineral gelasan membuat remuk seketika.
Zavin memaki dalam hati. Ia segera pergi dari kantin itu meninggalkan sepiring nasi goreng yang masih utuh.
"BAJINGAN BANGSAT!!"
Zavin menyusuri lorong dengan makian yang tiada habisnya. Matanya merah dan nafas yang memburu. Tangannya terus menggenggam. Inilah yang ia takutkan. Ia segera menuju ke kelasnya.
Zavin tiba di kelas saat bel kurang 5 menit. Ia langsung menuju bangkunya yang tepat di samping Leon.
Leon melihat Zavin tersentak pelan karena Zavin duduk dengan kasar, sedikit menendang mejanya. "Eh Zavin, gue tadi udah mabar sama Ayes. Lo nanti istirahat jam kedua aja ya." Zavin terus menatap Leon yang entah mengapa selalu bersikap polos padanya.
"Enggak, lo nanti nginep di rumah gue aja. Gue lagi sendirian di rumah." Sudah hal biasa bagi Leon untuk menginap di rumah Zavin. Bahkan ia sering melakukannya saat libur panjang datang.
"Bokap lo?"
"Keluar kota. Lo bisa mabar sampe puas sama gue, gimana?"
"Ya mau lah!!" Tanggap Leon dengan semangat. Leon menepuk pundak Ayes yang tengah berbincang dengan temannya yang tak jauh dari bangku Leon. "Lo ikut gak? Nginep di rumahnya Zavin."
"Ah... gue gak bisa. Bisa marah tuh bokap nyokap." Ayes lesu menanggapinya. Sebenarnya ia juga ingin bisa menginap bersama-sama di rumah Zavin, tapi orang tuanya selalu melarang.
"Ya udah. Gak papa kok."
"Setidaknya untuk saat ini sedikit aman." Batin Zavin.
Tak berlangsung lama bel berbunyi memanggil guru mapel untuk datang bersama dengan pelajaran yang membosankan.
***
Auri tengah berjalan agak cepat. Baru saja bel pulang berbunyi dan dia harus memanfaatkan waktu yang mepet ini untuk menyusuri lorong depan laboratorium komputer. Ini adalah salah satu cara agar ia tak bertemu Zavin.
Ada dua lorong yang sebenarnya bisa ia lewati. Yang pertama lorong yang paling cepat sampai namun lorong itu melewati kelas Zavin dan yang pasti Auri tidak akan lewat. Yang kedua lorong paling aman untuk menghindari Zavin namun Auri harus pikir-pikir dulu jika lewat sana karena jarak kelas dengan melewati lorong itu tidak memungkinkan.
Akhirnya ia sampai di gerbang depan dengan selamat. Namun sayang ia harus menunggu ibunya.
Disisi lain ada dua orang yang tengah berbincang sambil duduk di depan laboratorium komputer. "Jadi lo biasa nunggu Auri disini?" Leon memandang ke sekitar tampak menyeramkan, sepi.
"Iya." Zavin menghentakkan kakinya karena kebosanan melanda. Sudah 10 menit ia menunggu tapi tetap saja yang ditunggu tidak muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iota
Teenfikce"Cuma orang bego yang nganggep dirinya bego! Dan itu lo!" Auri tidak habis pikir jika dirinya akan terjebak dalam sandiwara murahan ini. Terjebak antara penasaran dan rasa takut.