"Apa kau tidak terlalu keras pada orang-orang itu, Anjani?"
Wanita yang diajak bicara Septian tidak menanggapi. Mata birunya sibuk terpaku ke luar jendela mobil, tepat ke arah denyut utama kota Jayagiri yang perlahan berlalu di luar sana.
"Tidak." Wanita itu sama sekali tidak berpaling dari jendela. "Apa yang mereka inginkan di luar batas kemampuan Manusia. Aneh justru jika aku tidak keras pada mereka."
"Manusia." Septian melirik lewat spion tengah, mencoba menarik perhatian Anjani, tapi gagal. Wanita itu masih mematut wajahnya ke jendela mobil. "Tapi secara biologis, kamu bukan Manusia, Anjani."
Anjani mendengkus sebal. "Rasis."
Septian mengedikkan bahu. "Kamu yang terlalu spesifik."
Anjani menghela napas dan menggerutu, lalu menghadap ke depan. Septian mengerjap bingung, tapi tidak banyak bertanya. Entah apa yang membuat Anjani akhirnya memandang ke depan. Mungkin pemandangan di samping kiri mobil tidak begitu menarik lagi. Penasaran, Septian pun ikut mencuri pandang ke sebelah kiri. Mereka telah benar-benar meninggalkan pusat kota Jayagiri.
Sungai Bhagasasi yang besar membentang di bawah jembatan tempat mereka melintas. Pintu-pintu air ditutup secara otomatis oleh sistem pusat Irigasi Jayagiri. Sungai yang terpotong dari aliran induknya, perlahan mengalir tenang di bawah. Tidak butuh waktu lama, orang-orang berkumpul di tepian sungai, menghabiskan sisa senja untuk bermain-main.
Di bantaran sungai bagian ini, masih banyak orang-orang yang mencuci di tepi sungai dan anak-anak yang bermain, Septian memperhatikan. Kemudian fokusnya kembali ke jalan raya dengan beberapa pikiran berkecamuk di dalam kepala.
"Kamu tahu dengan jelas kalau misi ini sebenarnya ada dua, kan?"
Sekali lagi, Septian melirik dari spion tengah. Tampak tidak paham. "Maksudmu?"
"Misi dari Simmo dan misi ini saling berkaitan," ujar Anjani. "Misi dari suami istri itu membuatku harus ke Batavia dan misi yang secara resmi aku ambil juga ada di Batavia. Kasus yang sama: perusakan Batavia, dengan dua terduga. Terduga satu—Damien—dan Terduga Dua."
Anjani menguatkan pendapatnya dengan mengangkat dua jari ke udara.
"Secara kebetulan, misi penyelamatan ini membutuhkan pembuktian bahwa Damien tidak bersalah atas hancurnya Batavia," ungkap Anjani. "Sementara misi resmiku membutuhkan Terduga Dua bersalah atas Hancurnya Batavia. Jika dugaan pemerintah bahwa Terduga Dua memang terlibat dan aku bisa mengklaim hadiah buruanku, sementara di saat yang sama juga membebasakan Damien dari tuduhan, itu artinya sama saja sekali tepuk, dua-tiga pulau terlampaui. Simmo mengincar ini dan membuatku tidak punya pilihan lain selain menerima misi lain ketika misi resmiku saja belum selesai."
Itu masuk akal. Septian bukannya tidak tahu misi resmi Anjani. Ia yang menyerahkan misi itu kepada Anjani satu minggu lalu. Misi untuk mencari terduga yang diduga terkait dengan Penghancuran Batavia.
Misi itu aneh. Simmo memperingatkan semua anggota Serikat Pemburu Hadiah di Jayagiri untuk tidak membocorkannya ke pihak lain, terutama warga sipil. Artinya itu misi yang seharusnya tidak ada. Wajar saja. Semua orang mengetahui Batavia hancur karena kecelakaan lab. Penyebab teknis. Tidak perlu mencari pelaku.
Tapi kenyataannya justru puluhan orang dari berbagai Serikat Pemburu Hadiah mencari siapa pelaku yang menghancurkan Batavia.
Misi pertama sudah dalam penyelidikan sang perempuan dan dirinya secara bersamaan sebagai rekanan resmi sang wanita. Misi itu sendiri berlangsung lambat. Penyelidikan mereka banyak tersendat karena sedikitnya bukti yang tersedia dan minimnya kerja sama yang bisa didapatkan dari semua pihak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandhikala [ARSIP]
Fantasia"Menikahlah denganku." Sekala, segala yang tampak. Niskala, segala yang tidak tampak. Di tengah Marcapada yang penuh sesak oleh mesin-mesin uap, mobil, dan kapal udara raksasa, dua dunia serta dua jalinan takdir bertemu. ...