Part 3

208 93 92
                                    

Kadang aku berpikir, tidak ada gunanya semua ucapan dan perilaku manismu dulu jika saat ini semuanya tengah sirna dan hanya menyisakan sebuah kepedihan.
~ Cassandra Gabriella Jensen

*****

Matahari yang semula menampakkan diri perlahan semakin menghilang menenggelamkan dirinya,  berganti dengan sinar bintang dan bulan. Entah kenapa dua ciptaan Tuhan kali ini secara bersamaan menujukkan cahayanya. Menemani agar salah satunya tidak merasa kesepian.

Rafa yang merasakan tangannya menyentuh sesuatu, buru-buru membuka matanya. Kini ia mengamati gadis yang tidur dengan posisi duduk di lantai dingin itu, siapa lagi jika bukan Gebi. Pikirannya melayang kala ia menyuruh Gebi untuk pulang dan ternyata gadis itu tidak mengindahkan omongannya.

Secepat kilat Rafa bangun lalu pergi ke kamar mandi. Dia mengambil gayung yang di dalamnya sudah berisi air dan berjalan ke arah Gebi. Tanpa berperasaan, Rafa menyiramkan air itu ke tubuh Gebi. Membuat sang empu tersentak kaget, lalu dengan cepat membuka matanya.

Tubuh Gebi sudah basah oleh air, matanya beralih menatap orang yang telah melakukan itu pada dirinya. Sekali lagi Gebi terkejut mengetahui siapa pelakunya, "Rafa?" lirihnya pelan yang masih bisa di dengar oleh Rafa.

Gebi kedinginan? sudah pasti. Bagaimana tidak? ini sudah malam dan Rafa mengguyurnya dengan air dingin, apalagi dirinya berada di lantai. Sedangkan di lain sisi, Rafa hanya menatap Gebi datar tanpa mau memberikannya handuk atau apapun itu untuk menghangatkan diri. Jangankan handuk, dia saja tidak menanyakan keadaan Gebi sekarang.

Tiba-tiba Rafa menarik Gebi kasar untuk berdiri, tangannya mencengkram bahu Gebi. "Kenapa lo masih disini?" tanyanya datar.

Gebi hanya tersenyum lalu menjawab, "Kan Gebi tadi udah bilang mau nungguin Rafa sampai Rafa bangun terus ngomong baik-baik sama Gebi"

"Ciihhhh, gue gak sudi ngomong baik-baik sama pengecut kayak lo," Entah kenapa Gebi selalu tersenyum mendengar omongan kasar Rafa. Tersenyum sendu ingat bukan tersenyum senang, dan hanya Gebi yang tau apa artinya senyuman Gebi.

"Sekarang lo pergi dari sini, gue gak mau ngomong sama lo, " setelah mengucapkan itu Rafa membalikkan badannya membelakangi Gebi.

 "Tapi ini udah malem Rafa, " kodenya agar Rafa berinisiatif untuk mengantarkan Gebi. Namun sekali lagi, sepertinya Gebi harus ingat situasi sekarang berbeda dengan yang dulu.

"Gue gak peduli," hanya tiga kata yang mampu membuat hati Gebi berdenyut sakit. Entah dorongan dari mana, Gebi tiba-tiba memeluk Rafa dari belakang, tubuh Rafa menegang dalam pelukan Gebi.

"Apa memang yang Gebi lakuin ke dia itu salah ya? tapi Gebi ngelakuin itu ada alasannya. Rafa harus tau itu dan juga bukan Gebi yang bertanggung jawab atas semua ini, "

Mendengar ucapan Gebi membuat Rafa kembali mengingat bagaimana perlakuan Gebi pada orang yang ia sayang. Dan membuatnya kembali merasakan perih kala melihat orang yang ia sayang pergi meninggalkan dirinya. Dan itu ulah Gebi. Rafa tidak tau pasti apa yang terjadi, tapi Rafa melihat sendiri bahwa Gebi lah penyebabnya.

Dengan kasar, Rafa menyentakkan tubuh Gebi hingga terjatuh ke lantai.'Awww'  Tak sengaja lengan Gebi tergores oleh kaca bekas minuman tadi yang ditumpahkan oleh Rafa, menimbulkan luka yang cukup lebar. Karena mereka berdua tidur dan tidak ada siapa-siapa di Rumah selain mereka, akhirnya pecahan itu tidak ada yang membereskannya. Dan beginilah akibatnya.

Nothing Is Perfect Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang