6

31 4 0
                                    



Di tempat yang berbeda, Angkasa cs kini sedang berkumpul di cafe dekat sekolah, langganan mereka. Mereka sedang membicarakan seseorang yang telah menggangu mereka, dengan mengajak mereka untuk ikut adil dalam tawuran.

"Gue males kalau harus tawuran, gue lebih milih fight one by one." ucap Omar dan mendapatkan anggukan dari yang lain. "Karena kalau kita tawuran nama sekolah kita kebawa, gue males kalau harus berurusan sama sekolah, ya walau bobrok begini, gue juga masih mikirin masa depan." tambahnya.

"Tumben cerdas." nyinyir Evan.

"Sa menurut lo gimana?" tanya Aldam pada Angkasa yang masih setia memainkan benda pipihnya.

Angkasa menyimpan handponenya di atas meja, kemudian menjawab pertanyaan Aldam. "Jam sepuluh, malem ini kita datengin markas mereka."

"Lo yakin? Kita cuman berlima, sedangkan mereka seabreg." ucap Evan ngeri sendiri jika harus bertarung melawan banyak orang.

"Iya Sa, bukannya takut, tapi gue masih sayang nyawa anjir, nyawa gue cuman satu gak kaya kucing yang punya nyawa sembilan." tambah Aldam.

"Gue ajak aja anak lain, mereka pasti mau, karena kan tawuran ini bukan cuma masalah kita." ucap Satria.

"Good ide bang Sat, gue suka gaya lo!" ucap Omar dan dihadiahi jitakan keras dari Satria. "Apa sih jitak-jitak, gue baik gini muji lo!"

"Muji sih muji, tapi gak usah bilang bangsat juga kali."

"Maksud gue tuh bang Satria, ah elo mah kudet banget."

"Bodo amat."

••••

Pelangi dan Bintang berada dalam perjalanan pulang, namun Pelangi meminta Bintang untuk mampir terlebih dahulu ke cafe dekat sekolah, karena Pelangi ingin membeli chesse cake greentea favoritenya, mau tidak mau Bintang mengikuti ucapan Pelangi, karena dia tidak ingin Pelangi marah, jika ia melarangnya.

Setelah sampai Pelangi terlebih dahulu masuk, sedangkan Bintang? dia harus memarkirkan mobilnya terlebih dahulu, sebelum mengikuti langkah Pelangi ke dalam cafe.

Cafe nangkring, dipenuhi oleh siswa sekolah juga mahasiswa yang bersantai, atau bahkan mengerjakan tugas, cafe ini buka dua puluh empat jam dan tidak pernah sepi, mungkin karena harga yang ekonomis, juga makanannya yang lezat.

Pelangi memilih bangku di dekat jendela, karena dia suka memandangi jalan, melihat kendaraan yang berlalu lalang, jika hujan, Pelangi akan sangat senang, karena dari sini dia dapat melihat dengan jelas hujan berjatuhan, bercampur dengan tanah yang memberikan aroma yang begitu khas.

Bintang duduk di hadapan Pelangi, memanggil pelayan untuk memesan makanan, setelah itu pelayan meminta agar Bintang dan Pelangi menunggu sebentar.

Pelangi penasaran apa yang dikatakan dokter tadi pada Bintang, jadi dia berinisiatif menanyakannya sekarang. "Bang kata dokter tadi aku kenapa?"

Bintang berdehem terlebih dahulu,  "kamu gak apa-apa, cuman magh kamu kambuh, jadi ya harus makan lebih banyak, intinya sih jangan lupa makan deh."

"Oh gitu, yaudah nanti aku rajin deh makannya hehe."

Tidak lama setelah itu pelayan datang,memberikan makanan yang mereka pesan.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang