4

51 4 0
                                    



Di kediaman Angkasa kini mereka bersantai-santai, memakan segala cemilan yang ada di dalam lemari pendingin Angkasa, tidak perduli apakah sang empunya akan marah, karena keadaan saat ini mereka sedang berada dalam fase kelaparan, bagaimana tidak, tadi mereka ikut turun ke dalam pertempuran antar sekolah, padahal mereka ini harus mengerjakan tugas yang diberikan oleh pak Tisno.

Aldam yang teringat saat Angkasa akan bercerita, kini ia mulai menanyakan bagaimana kronologisnya Angkasa bisa berada dengan Pelangi. "Lo kenapa tadi tiba-tiba bisa bareng Pelangi?" tanyanya.

"Ketemu."

"Yaiyalah ketemu, lo kira lo bisa tiba-tiba nyelamatin si Pelangi kalau gak ketemu?" ucap Evan, "lo ganteng-ganteng ogeb juga ya." tambahnya dengan menggeleng-gelengkan kepala.

Satria yang memiliki otak lebih 'waras' dari yang lain membuka suara, menjelaskan pertanyaan yang dimaksud oleh Aldam. "Maksud mereka tuh, kenapa lo bisa sampai nyelamatin si Pelangi, padahal tadi kan lo lagi bareng sama kita ikut berantem."

"Harus gue cerita panjang lebar?" jawabnya dengan masih memainkan benda pipih yang selalu ia bawa.

"Kali-kali dah lo cerita panjang lebar sama kita, lagian selama ini lo kalau cerita dikit banget, heran gue mah, lo padahal sariawan kagak, bisu apalagi, tapi kok males banget buat ngomong." ucap Omar, karena sedari tadi dia sudah gereget dengan Angkasa yang tak kunjung bersuara, sekalinya ngomong malah bikin darah tinggi.

Angkasa memutar bola matanya, dengan malas dia menceritakan garis besarnya kepada orang-orang yang begitu kepo.

Percuma mengajak Angkasa berbicara panjang lebar, dia tidak akan menyia-nyiakan suaranya hanya untuk bercerita sesuatu hal yang dianggapnya tidak begitu penting.

"Lo padahal cocok loh sama si Pelangi." ucap Omar tiba-tiba, yang membuat Angkasa tersedak oleh cemilannya.

"Gak."

"Gue yakin, suatu saat lo bakal tertarik sama Pelangi," tambah Evan, "lagian ya, si Pelangi tuh cantik, cuman ya kelakuannya aja kaya cowok, judesnya naudzubilleh."

Angkasa hanya mengangkat bahu tidak perduli, saat ini dia hanya ingin ketenangan, bahkan dia tidak pernah berpikir untuk kembali menjalin hubungan dengan seorang wanita.

Dia tidak mudah mencitai, tapi tidak mudah juga untuk melupakan, sesuatu yang pernah menjadi miliknya, tidak akan pernah bisa hilang diingatan Angkasa, terkecuali ada seseorang yang dapat menggantikannya, namun kali ini Angkasa belum bertemu dengan seseorang itu.

"Lo masih mikirin dia?" tanya Aldam hati-hati karena dia tidak ingin menyinggung perasaan Angkasa.

Angkasa hanya diam, bila sudah membahas segala sesuatu tentang dia, Angkasa masih selalu merasakan sesak di dalam dadanya, padahal Angkasa sudah sangat melupakan dia, tapi tetap saja, hati tidak akan pernah berbohong.

Ingin Angkasa menghilangkan goresan dihatinya, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya, bagaimana dia harus menghilangkan goresan luka juga kebahagiaan yang pernah dia rasakan, entahlah Angkasa merasa masa lalunya masih menghantui pikirannya.

"Lo semua gak bakal balik?" Angkasa mencoba mengalihkan pembicaraan, sebab dia tidak ingin bernostalgia sesuatu yang membuatnya sesak.

Aldam hanya bisa merutuki ucapannya, seharusnya Aldam tidak perlu bertanya mengenai dia pada Angkasa, karena Angkasa bahkan sangat membenci seseorang yang membahas masalalunya.

"Kita nginep sini ya, boleh kan?" tanya Omar, dan dijawab dengan anggukan, Angkasa melenggang pergi ke lantai dua, lebih tepatnya ke arah kamarnya.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang