10

37 1 0
                                    



"Bianglala?" tanya Angkasa pada Pelangi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bianglala?" tanya Angkasa pada Pelangi.

"Iya bianglala, bentar lagi kan udah mau malem, gue bakal ajak lo naik bianglala, jadi di atas sana, lo akan nikmatin indahnya senja yang hanya bisa lo rasain beberapa jam doang."

Angkasa hanya memandang Pelangi, dia tidak menyangka wanita jutek seperti Pelangi ini suka menaiki wahana yang begitu kontras dengan hal-hal yang Pelangi lakukan di sekolah.

"Ngapain lo liatin gue kaya gitu?" tanya Pelangi dan hanya dijawab dengan gelengan.

Pelangi pergi mengantri untuk membeli tiket yang ia butuhkan, setelah dua tiket berada ditangannya, Pelangi terlebih dahulu mengajak Angkasa membeli permen kapas.

Sesaat setelah mendapatkan apa yang Pelangi inginkan, mereka kembali ke tempat bianglala, memberikan tiket kepada penjaga dan menaiki bianglala yang berwarna kuning, mereka duduk berhadapan, Pelangi sibuk memakan permen kapasnya, dan Angkasa yang sibuk memperhatikan Pelangi, kadang dia tersenyum kecil, saat Pelangi menggigit bagian ujung permen kapas itu.

Setelah berputar selama lima menit, kini mereka berhenti tepat di atas bianglala, dan pada saat itu langit biru kini terganti dengan jingga yang begitu indah, baik Pelangi maupun Angkasa keduanya diam, memperhatikan perubahan langit sore yang mereka nantikan, disini mereka dapat melihat senja yang selalu memberikan keindahan di langit, walau hanya datang sesaat.

Tiba-tiba Pelangi teringat dengan salah satu quotes yang selalu ia baca, mengatakannya dengan suara yang begitu pelan, "senja itu saksi mata. Dimana sang langit tak perduli lagi pada mentari yang telah pergi, dan yang ia perdulikan saat ini adalah perjumpaannya dengan sang rembulan."

Walau Pelangi berkata dengan suara yang begitu pelan, namun Angkasa masih dapat mendengarnya dengan jelas, dia tersenyum, kemudian berkata, "senja akan selalu hadir, memberikan goresan indah di langit, agar semua orang dapat mengerti, tuhan menciptakan sesuatu dengan begitu elok, walau hanya datang sesaat, tetapi senja mengajarkan arti keindahan."

Pelangi menghadap Angkasa, dia begitu kaget ketika Angkasa berkata seperti itu, Angkasa saat ini, begitu berbeda dengan Angkasa yang selalu Pelangi jumpai pada saat di sekolah.

Angkasa berguman lagi, "ibu itu bagaikan senja, dia datang walau hanya sesaat, namun memberikan keindahan untuk hidup gue, memberikan pelajaran yang sulit untuk gue lakukan, mengikhlaskan, adalah hal yang gak pernah bisa gue lakuin, ibu gue pergi tiga tahun lalu, tapi sampai saat ini, gue gak pernah bisa mengikhlaskan kepergian dia.." Angkasa menjeda ucapannya, sedikit mengambil napas, dan menghilangkan sesak dalam dadanya, "tapi untuk saat ini, gue bisa mengerti, senja mengajarkan gue bagaimana harus mengikhlaskan sesuatu tapi tidak untuk melupakan, semuanya akan terkenang dalam memori ingatan gue sama halnya dengan senja, dia akan selalu ada dalam memori langit yang begitu indah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang