***
Tidak terasa terik matahari muncul begitu menyengat. Aku melihat kearah jam tanganku sudah pukul 09.30, masih sekitar satu setengah jam lagi. Kemudian aku mencari makan sambil ber-istirahat sejenak disana. Aku ingat betul ditempat makan percis disampingnya ada seorang lelaki pedagang gorengan dan lelaki yang terlihat berumur 28 tahun memakai baju kantornya sedang berdiskusi Politik Indonesia. Bahkan aku catat sedikit percakapan mereka di buku kecilku. Begini suaranya:
"Sekarang mah, pemerintah makin banyak aja yang korupsi." Ucap pedagang yang berlogat jawa.
"Kok bisa tau sih mas? Tau dari mana?" Tanya lelaki itu.
"Iya mas, lihat aja yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin." Jawab pedagang.
"Semua kan udah di atur rezeki nya sama Tuhan mas. Tinggal usaha sama doa nya aja." Lelaki itu sambil tertawa kecil.
"Bener sih mas, cuma saya makin khawatir sama negara kita. Kalo pemerintahnya aja gak jujur, gimana rakyat-rakyatnya? Kalo pemerintah saling tusuk menusuk, gimana rakyat-rakyatnya?" Ucap pedagang itu sembari menggoreng-goreng adonan gorengannya.
"Wah bener juga tuh mas." Jawab lelaki tadi dan seketika meninggalkan tempat itu karna ada handphone nya berdering cukup keras.Aku mendengar percakapan tadi hanya tersenyum-senyum saja. Memang benar, bangsa ini harus dimulai dari pemerintahnya. Kalau pemerintahnya saja sudah tidak benar, apakah masyarakatnya tidak segan dengan problem yang terus menerus terjadi? Korupsi masih merajalalela, Narkoba, Alkohol, Sex Bebas, Pembegalan, dan lain-lain masih marak terjadi. Dibenakku, bukan lagunya Peterpan atau yang sekarang Noah "Ada Apa denganmu" tapi "Ada Apa Dengan Negaraku".
Kembali ke cerita...
Waktu menunjukan Pukul 10.30 siang, aku masuk keruangan untuk menunggu giliran. Melihat tulisan digital berbentuk persegi empat dengan angka-angka antrian. Nomer 80. Kataku. Masih harus menunggu 7 orang lagi untuk sampai ke nomer antrianku. Sekitar setengah jam, akhirnya nomer antrianku disebutkan melalui speaker disela-sela dinding. Aku menghampiri, membawa berkas dan memberikan kepada pengurus BPJS.
"Ini pak, saya daftar baru. Tapi kartu BPJS mamah saya minta untuk di aktifikan sekarang pak, Karna beliau ada dirumah sakit." Ucapku.
"Oh iya, tunggu sebentar ya." Jawab petugas lelaki berkulit sawo matang.Berkas-berkasku kemudian ia cek satu persatu, terutama berkas dari Rumah sakit untuk mamah. Selesai di cek, aku disuruh mengisi formulir. Hampir 10 menit aku mengisinya. Cukup banyak.
"Nah, kalo udah di isi, nanti mas bayar bulan pertama untuk semua keluarga nya ya mas. Tapi untuk mas, bapak, dan adiknya belum bisa aktif kartunya, berbeda dengan Ibu nya yang lagi dararut langsung dibuatkan.
"Baik pak, kira-kira untuk ketiga itu jadinya kapan ya?" Jawabku.
"Sekitar dua mingguan mas, nanti dikabarkan melalui SMS. Oh iya, kalau sudah pembayaran, mas balik lagi ya, untuk mengambil kartu Ibunya." Ucapnya.
"Baik pak, terimakasih." Jawabku. Kemudian aku menuju gedung Bank Mandiri yang tepat berada di sebrang nya. Membayar administrasi lalu kembali lagi kegedung BPJS untuk mengambil kartu nya."Alhamdulillah..." Sambil tersenyum. Rasanya lega sekali pada waktu itu kartu sudah ada di tangan. Ingin cepat-cepat segera menuju rumah sakit untuk memberitahukan keluarga termasuk mamah. Ketika sudah menyalakan sepeda motorku, azan dzuhur berkumandang.
"Allahhu Akbar...Allahhu Akbar..."
Aku mematikannya, menyempatkan sholat di masjid yang tidak jauh dari tempat kantor BPJS. Juga sudah tidak lama aku sholat berjamaah di Masjid. Dengan khusyuk aku melaksanakan moment yang jarang sekali aku lakukan. Usai sholat aku berdoa kepada Sang Pencipta, seperti ini:
"Ya Allah... Yang Maha Mengetahui, Maha Perencana dan Maha Besar. Tolong angkat penyakit Mamahku, hanya engkaulah aku meminta dan memohon. Jaga selalu Mamahku Ya Allah, Aku sayang padanya. "Sambil meneteskan air mata."
Aku keluar dari masjid dan menuju Rumah sakit. Diperjalanan mulutku tak henti-hentinya "ngedumel"
sendiri karna Macet tak kunjung reda. Terkadang juga bingung, semakin lama Kota Kelahiranku di Jakarta ini semakin sesak saja. Menurutku Jakarta begitu padat karna banyaknya warga pendatang yang mengais rezeki di Ibu Kota. Aku tidak menyalahkan mereka, justru para pebisnis mencari kesempatan besar. Contohnya adalah: Harga motor dan mobil bisa di dapatkan dengan DP yang murah. Jadi, pantas saja kalau volume kendaraan tingkat nya bertambah. Bahkan pemerintah kebingungan mengatasi macet di kota Metropolitan ini. Perjalanan pulang untuk sampai ke Rumah Sakit cukup lama, hampir satu setengah jam. Aku buru-buru memarkirkan motorku dan langsung keruang ICU untuk memberitahukan mamah dan keluarga. Di tempat ruang tunggu ICU tidak terlihat satu keluargaku, aku fikir mungkin sedang makan diluar. Kemudian aku masuk, kala itu mamah sedang tertidur pulas. Wajahnya cantik, aku memandangnya sambil duduk di sebelahnya.Engkau ciptakan Bidadari dunia untuk kami para lelaki. Dan IBU adalah kekuatan yang nyata Untukku. Titik, tidak memakai Koma.
Mamah kemudian membuka kedua matanya perlahan, sambil menguap ia bilang kepadaku, loe udah buat BPJS nya a? Katanya. Udah dong, nih mah. Sambil memegang kartunya. Mantap! Jadi gak mahal-mahal dah bayarnya. Beliau sambil tertawa. Memang aku dan mamah bukan saja seperti seorang anak ke-ibunya, tapi bisa seperti teman, bahkan kalau sedang jalan berdua kaya orang lagi pacaran. Selagi wajahku yang tidak terlalu boros, mamahku juga demikian.
Hal yang membuat gelak tawaku adalah, mamah ingin dibelikan makanan donat dari J.CO. Ya, dia meminta padaku karna waktu itu pernah ketika almarhumah nenekku sedang dirawat dirumah sakit, ada salah satu keluargaku dari jauh membawa makanan itu, mamah bilang kalau roti nya enak banget. (Bukan promosi lho ya) Mungkin karna lagi sakit, apapun ingin diminta.
Sore nya aku membeli JCo di dekat Mall yang tidak jauh dari Rumah Sakit. Setelah aku sampai ditempat dan ingin memesan, hape ku lalu berbunyi. Aku melihat ke layar ponselku, ternyata pacarku yang menelfon, Ria namanya.
"Iya hallo, kenapa?" Tanyaku.
"Kamu lagi dimana?" Jawabnya.
"Beli makanan buat mamah." Aku sambil menenteng bungkusan JCo.
"Aku mau besuk mamah sama temen-temen yang lain." Jawab kembali.
"Yaudah dateng aja, aku juga lagi jagaiin kok." Jawabku.Sembari aku menunggu pacar dan teman-teman kelas di kampusku.
Akembali lagi keruang ICU,
bersenda gurau dengan mamah sambil memakan Jco yang baru saja aku beli."Mah, nanti ada teman kampus Ryan mau pada jenguk." Tanyaku. Ia hanya mengangguk sambil melahap roti Jco.
Beberapa jam kemudian, Ria Whatsapp aku kalau ia sudah di depan Rumah Sakit. Mah, keluar sebentar ya temen-temen udah pada di depan. Beliau hanya mengangguk sambil mengusap-usap bibir nya. Diruang tunggu yang berada diluar ada cukup banyak keluargaku, bapak dan adikku juga terlihat ada disana.
"Mau kemana a?" Tanya tanteku.
"Itu ada temen kampus mau pada dateng." Jawabku.Sampai disana pacarku dan kedua teman perempuannya, Urip dan Riska terlihat dari kejauhan. Salah satu dari mereka menunjuk kearah ku dan langsung menghampiri.
Jadi gimana nyokap kamu,
kok bisa masuk ICU ? Tanya ria.
Iya yan kok bisa sih? Urip menimpal.Ya gitu, kekurangan darah, jadi harus tambah darah. Jawabku kepada mereka. Padahal kan cuma nambah darah, tapi kok bisa sampe ICU ? Aneh banget ya? Riska bertanya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Kata dokter sih memang harus dibawa ke ICU, soalnya belum diperiksa secara keseluruhan. Aku menjawab.
Sampai di ruang tunggu ketiga temanku bersalaman dengan saudara-saudaraku. Ada juga yang menyeletuk, "mana pacarnya aa?" Kedua sahabatnya menunjuk kearah Ria. Ia hanya tersipu malu sambil tertawa kecil. Sembari bersenda gurau, pacarku dan kedua temannya ingin melihat kondisi Mamahku. Sayangnya harus dua orang saja dibatasinya yang boleh membesuk kedalam ICU. Tetapi, karna aku ngeyel, aku menyuruh mereka semua masuk. Nyatanya juga memang tidak ada teguran dari para dokter.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KULAKUKAN SEMUA UNTUKMU
Non-FictionIni adalah sebuah cerita perjalanan saya menjaga bidadari dunia hampir setahun lamanya. Ya, Ibuku. Aku menyebutnya "Mamah" Masa-masa sulit di Tahun pertengahan 2015 sampe pertengahan tahun 2016 membuatku harus menyisikan duniaku untuk Beliau yang se...