VI

14 0 0
                                    

***

Maka dari itu jika ada seseorang yang meminjam bukan berarti aku tidak memperbolehkan. Istilahnya "Pelit".
Biasanya ketika ingin meminjam tidak pernah bertanggung jawab, kadang tiba-tiba suka lecet atau ada kerusakan lainnya. Apalagi ini pemberian dari mamah, harus benar-benar dijaga sampai kapanpun. Bahkan banyak teman-teman ketika mencoba gitarku mereka bilang "Enak banget sih gitarnya." Sampai-sampai ada yang nawarin lebih dari harga yang aku beli. Ya, Jelas saja enak dimainkan karna memang aku selalu merawatnya. Senangnya, gitarku juga sudah dibawa kemanapun untuk event musik, recording ataupun manfaat-manfaat lainnya di seni musik.

Sebenarnya mamah pernah bilang, "Itu kan udah gitar, sana ikutan audisi nyanyi, loe kan suaranya bagus, mumpung gitar nya juga enak." Tapi aku bilang, "belum siap mah, nanti aja masih malu." Sembari cengangas-cengenges. Beliau memang ingin aku ikutan audisi nyanyi di televisi gitu, namun sampai saat ini permintaan mamah belum aku kabulkan. Ya, aku berkata dalam hati, akan ada saatnya hari itu aku coba bersama gitar pemberian dari mamah.

Nada-Nada baru selalu menemaniku, Menggantikan Nada lama yang telah hilang. Suatu saat, kau adalah benda sejarah dalam hidupku. Aku pastikan...

Hari ulang tahunku terlewati, gejala batukku juga sudah hilang. Anehnya, setiap tahun sampai sekarang aku mengalami hal seperti itu. Lebih anehnya lagi, jika sudah lewat dari ulang tahunku, maka gejala batuk itu sembuh.

Kembali lagi...

Namun, mamahku masih saja tetap batuk-batuk, juga tidak sembuh dari bengkak nya. Dibiarkan begitu saja tanpa ada perawatan sama sekali. Semua berusaha untuk membujuk agar cuci darah, karna hanya itu jalan satu-satunya yang menghilangkan bengkak-bengkak di bagian tubuhnya. Beliau pasrah, setelah itu malam harinya kembali lagi kerumah sakit yang pertama kalinya mamah dirawat. RS Polri. Aku tidak ada waktu sama sekali bermain dengan semua teman-temanku, sekalinya bermain itupun sangat sebentar sekali.

Aku disana bersama bapak, adik ku, dan beberapa keluarga besarku di ruang IGD khusus. Ya, khusus. Dalam artian penyakit yang cukup parah. Beliau hanya duduk di kursi roda dengan selang-selang dihidungnya. Saat itu juga belum mendapatkan ranjangnya, karna cukup penuh. Aku duduk dibawah beliau, sekali-kali memberikan minyak kayu putih, memijat-mijatnya, bahkan bersenda gurau cerita yang aneh-aneh.

"Mah, dicariin." Kataku
"Sama?" Jawabnya sambil menoleh
"Sama Gua mah." Aku sembari tertawa. Ia memonyongkan bibirnya, aku tertawa lagi.

Diruang IGD khusus tidak banyak, hanya 3-4 orang saja termasuk Mamahku.

Sekitar 6 jam berlalu, beliau akhirnya mendapatkan ruang kamar. Namanya Intermediate. Tapi ruangan itu bukan seperti ruangan pada umumnya, sama seperti Ruang ICU, di disain seperti kamar yang masing-masing mempunyai gorden untuk menutup jikalau ingin mengganti pakaian untuk pasiennya-pasiennya.

Keesokannya tepat malam minggu, aku kerumah sakit tengah malam. Selagi ada bapak dan adik ku, serta keluarga-keluarga yang sedang berkumpul, aku menyempatkan waktu bermain sebentar bersama teman-temanku. Ya, hanya bermain gitar ataupun nongkrong. Disela-sela menjaga mamahku memang seperti ini, jika ada kesempatan ya aku bermain, jika tidak ya aku menghibur diriku sendiri. Lagi pula jika aku tidak dirumah, aku selalu disalahkan sama Bapak ku, apapun yang ia katakan selalu menyinggung perasaanku selama aku menjaga mamah. Padahal aku benar-benar tidak merasa bersalah. Tapi aku hanya bisa terdiam tidak mau melawan sama sekali. Aku ingin fokus menjaga mamahku sekuat dan semampu ku. Itu saja...

Tengah malam aku berangkat sendirian dari tempat kosan teman kuliahku. Sampai disana aku melihat dari kaca jendela beliau sudah terlelap. Di luar ruangan itu juga banyak orang-orang yang sedang tidur, mereka sama denganku menjaga keluarganya yang sedang diberikan cobaan oleh Sang Pencipta.

Aku melihat ada barang-barang keluargaku seperti karpet tidur, makanan, dan bantal yang sudah dirapihkan. Mungkin juga itu sengaja untukku supaya bisa tidur atau memakan cemilan jika perutku keroncongan. Tapi aku jujur saja, selama dirumah sakit aku tidak bisa tidur, makanpun jarang. Aku lebih suka melihat-lihat sekitar rumah sakit. Terlebih lagi melihat dokter laki-laki yang memakai jas putih gagah. Bahkan aku suka bertanya-tanya fungsi-fungsi alat dokter, penyakit, dan lain-lain.

Aku memang sejak dulu ingin sekali menjadi dokter dan menyembuhkan banyak orang. Bagiku dengan memberikan kebaikan kepada seseorang dengan penuh keikhlasan adalah kepuasan batiniah. Akan tetapi cita-cita menjadi seorang dokter harus dikubur dalam-dalam, karna sudah cukup telat dengan umurku yang sekarang. Lagi pula disisi lain ada bakatku di bidang seni yang menurutku cukup untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Ya, Inilah takdir Sang Pencipta, kita tidak bisa menebak-nebak apa yang akan terjadi dikemudian hari. Bahkan dengan sedetik pun keadaan bisa berubah yang tidak disangka-sangka. Semuanya sudah diatur oleh Tuhan Semesta Alam, kita hanya cukup meminta Rahmat dan KeridhoanNya.

Lanjut kedalam cerita...

Paginya aku terbangun oleh suara dari seorang suster yang berada di depan pintu ruangan.

"Keluarga Ibu Rita..."

Aku membuka mataku, tadinya aku fikir ada sesuatu yang terjadi dengan amahku, tapi nyatanya suster bilang:

"Mas, ini ibunya di lap-lap dulu, abis itu dikasih makan ya."
"Oh iya sus." Kataku sambil menguap.

Aku menghampiri mamah, ia sudah bangun sejak subuh tadi.

"Kemana aja a?" Ucapnya.
"Tadi malem main mah, terus kesini langsung tidur." Kataku.

Aku segera mengambil baskom berisikan air dan lap yang sudah di sediakan. Menutup gorden, lalu membersihkan beliau dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Begitu selesai, aku memberikan sarapan yang sudah disiapkan oleh susternya. Juga obat-obatan dengan kotak kecil untuk diberikan kepada mamah.

Terus seperti itu sampai pada akhirnya hari kelima dirumah sakit, beliau disarankan oleh suster untuk cuci darah karna ada kerusakan pada ginjalnya. Ini semua dari faktor akibar mamah jarang minum air mineral, tidak memakan-makanan yang sehat, selalu ingin yang pedas-pedas, bahkan sering sekali aku melihat maksn ES batu. Aku selalu bilang sejak dulu agar jauh dari hal-hal yang dipantang, tetapi beliau kekeh dengan keinginannya.

Ia masih saja menolak untuk cuci darah, bahkan semua keluargaku berupaya untuk membujuknya, aku juga mengatakan sambil memegang erat tangannya.

"Mah, mau ya cuci darah. Cuma ini doang satu-satunya bisa cuci darah. Bismillah... Gak sakit kok, biar cepet sembuh, biar kita bisa jalan-jalan beli makan lagi." Kataku sambil menatap wajahnya dengan senyuman.

"Yaudah..." Mamah mengangguk.

Beliau ingin memutuskan untuk cuci darah, aku langsung mengisi form syarat-syarat yang diajukan oleh dokter.

Keesokan harinya mulai proses cuci darah pertama. Sayangnya waktu itu aku tidak bisa menemani karna memang sedang UAS di kuliahku. Disana hanya ada tante dan kakek yang menemani beliau.

Usai UAS hari kelima, aku buru-buru pergi kerumah sakit. Aku kira belum dimulai cuci darahnya, tapi nyata sedang di lakukan.

***

KULAKUKAN SEMUA UNTUKMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang