VII

11 0 0
                                    

***

Ruangan dengan bacaan "HEMODIALISA" membuat seluruh tubuhku gemetar, tidak henti-hentinya aku berdoa agar mamah tidak terjadi apa-apa. Di balik pintu luar aku hanya menunggu proses itu selesai. Sekitar setengah jam, pintu terbuka oleh dokter yang beranjak keluar. Aku masuk perlahan, mataku melirik-lirik sekitar ruangan dengan alat yang membuatku dag dig dug. Mamahku terbaring lemas, aku bertanya...

"Mah gimana sakit ga?" Kataku.
"Gila, sakit banget. Sampe teriak-teriakan gua. Cuman sebentar doang sih." Ia menceritakan dengan wajah penuh serius.
"Sabar ya mah, kalau pertama mungkin sakit, besok-besok udah engga kok." Ucapku yang masih melihat kondisi mamah dengan dibaluti selang-selang yang didalamnya terdapat darah berwarna merah pekat. Kedua mataku mulai berlinang, aku pun mengatakan kepada beliau:

"Mah, keluar sebentar ya mau ke kamar mandi.", Ia mengangguk sembari merasakan kesakitan.

Ketika diluar barulah aku menjatuhkan air mataku. Karna aku tidak ingin terlihat sedih oleh beliau. Itu sama saja membuatnya jadi semakin memikirkan orang-orang yang ia sayangi. Apalagi mamahku adalah tipe orang yang gampang memikirkan sesuatu. Setelah aku puas menangis, barulah aku masuk lagi keruangan tadi. Semampu ku harus bisa menghibur beliau dengan cara-cara konyol. Kadang aku mengubah rambutku menjadi belah tengah, atau cerita-cerita yang lucu demi menghalaukan rasa sakit yang dialami beliau.

Aku tidak bisa memberikan kamu sesuatu yang besar. Hanya dengan sederhana, melalukan hal-hal yang bodoh, agar kamu bisa tetap tertawa dengan kesulitan dan kesusahan yang kamu alami. Mom, your everything...

Selama beberapa hari cuci darah, beliau harus dipasangkan seperti alat jarum kecil supaya tidak terasa sakit jika sedang melakukan proses cuci darah. Dokter menyarankan dirumah sakit Sentra Media, Cibinong. Setelah mengurus surat-suratnya, keesokan harinya aku berangkat pagi-pagi sekali menggunakan mobil online ditemani tante ku dan anaknya bernama Fira. Tiba disana aku langsung mengeluarkan kursi roda bekas almarumah nenek ku dulu
yang sudah aku taruh didalam mobil sebelum berangkat. Aku mengangkat beliau dibantu oleh supir online dan satpam yang ada di lobby rumah sakit. Mamah memang sudah tidak kuat jalan, berdiri saja pun sudah tidak kuat. Setelah mamah dibangku kursi roda, aku pun mendaftarkan diruang depan sebelah administrasi.

Disana rumah sakit nya luas sekali, ornamennya bagus dengan motif putih dengan lantai berwarna abu-abu. Mamah dan tanteku hanya menunggu diruang tunggu. Kejadian hari itu membuat aku kesal, nyatanya lama sekali dipanggilnya untuk diperiksa ke ruangan dokter dan menunggu lagi hasil keputusannya.

Waktu sudah menunjukan pukul 13.00 tapi belum ada kepastian. Wajah mamaku sudah pucat sekali karna menunggu terlalu lama. Sampai pada akhirnya pukul 14.00 aku dipanggil keruang administrasi, katanya bisa melakukan operasi pemasangan jarum untuk cuci darah, tapi nanti malam, karna belum ada kamar yang kosong. Jika tidak mau, dipindahkan ketempat rumah Ssakit yang lain. Seketika aku ingin emosi saja disitu, tapi aku lagi-lagi dapat meredamnya.
Aku bilang ke mamah, jika melakukan pemasangannya di malam hari, bahkan selesai bisa esok pagi.
Harus menginap. Tapi beliau sudah tidak mau, tidak betah dan ingin segera minta pulang. Karna sudah kelelahan, aku memutuskan untuk pulang lagi kerumah.

Banyak perdebatan terjadi soal pemasangan jarum itu, termasuk Bapak ku yang menolaknya karna berbahaya. Takut jadi membusuk di dalam dagingnya. Ah, dalam hatiku yasudah aku ikuti saja daripada aku disalahkan terus. Tugasku sekarang hanya mencari tempat cuci darah, karna rumah sakit polri hanya memberikan selama sebulan, setelah nya di pindahkan kerumsh Sakit lainnya. Aku diberikan oleh pihak sana dimana saja rumah sakit yang menyediakan cuci darah. Dan aku harus mendatangkan satu persatu rumah sakit di jakarta.

Satu hari itu sejak pagi hari, aku menggunakan sepeda motorku.
Di awal aku datang ke rumah sakit terdekat dari rumahku di Pasar Rebo, nyatanya sudah penuh, aku mencoba lagi menyambangi rumah sakit Harapan Bunda yang tidak jauh dari rumah sakit Pasar Rebo, namun sama saja. Aku berjalan lagi mencari opsi dirumah sakit Budhi Asih dan rumah sakit Hermina yang lumayan jauh dari rumah, tetapi kembali lagi semua sudah penuh. Dan terakhir sore hari aku datang kerumah sakit Angkatan Udara di dekat Bandahara Halim Perdana Kusuma. Ya, benar. Masih ada yang kosong untuk cuci darah, lega rasanya sudah mendapatkan rumah sakit yang jarak tempuh nya hampir sama dengan rumah sakit Polri. Aku menunggu petugas mencatat nama mamahku agar bisa dilakukan proses cuci darah pekan depan.

"Mas, ini suratnya, hari senin mulai cuci darah. Dilakukan seminggu dua kali, hari senin dan hari kamis." Petugas wanita sambil memberikan lembaran surat.

"Terus nanti bagaimana mba?" Aku bertanya.
"Iya nanti hari senin, mas nya kasih surat ini ketempat sebelah sana." Menunjuk arah gedung administrasi. Kasih saja surat ini ke petugasnya, nanti dikasih lembaran jadwal cuci darah selama satu bulan. Ucapnya lagi.
"Baik mba, terimakasih." Kemudian aku pulang menuju rumah sambil menggerutu sendiri.

Bingung sama sistem dari pemerintah soal kebijakan rumah sakit. Harus kesana, harus kesini, harus kesitu, menyulitkan pasien-pasiennya. Ya, memang sudah ada aturannya, tapi apakah harus sesulit ini? Apakah mereka hanya memilih-memilih tingkat kasta dan kedudukannya? Tidak adil rasanya, karna semua pada dasarnya sama di Mata Allah Ta'ala.

Allah Azza wa Jalla berfirman:
ﻭَﺃَﻗْﺴِﻄُﻮﺍْ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟْﻤُﻘْﺴِﻄِﻴْﻦَ
Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. -Hujarat Ayat 9-

Setelah aku sampai dirumah, aku menyampaikan kepada mamah dan keluargaku untuk proses cuci darah dirumah Sakit Halim. Dan aku menyarankan supaya mamah dipindahkan kerumah kakek ku saja, biar banyak yang menjaga. Disana juga ada saudaraku. Lagipula kalau dirumah dengan posisi dibelakang sangat khawatir, mengingat bapak ku yang sedang bekerja, adik ku sekolah, dan tidak terlihat banyak orang. Selalu was-was jika terjadi sesuatu. Meskipun ada tante ku disana, tapi alangkah baiknya di pindahkan kerumah kakek ku yang posisinya ramai di depan jalan. Beliau pun mau, tapi bapak ku tidak menyetujui, tanteku demikian. Tapi semua keluargaku yang lain termasuk kakek ku, bapak dari mamahku yang kala itu sedang sakit juga menyetujui nya. Supaya bisa sama-sama menjaga.

Setelah dipindahkan, mamah ditaruh di dekat ruang tamu yang cukup lebar. Dengan membawa kasur dari rumah, suasana rumah kakek ku menjadi cukup ramai.

Hari senin di awal Bulan Mei. Sekitar pukul 06.00 pagi aku sudah siap berangkat ke rumah sakit Angkatan Udara menggunakan mobil online lagi. Seperti biasa ditemani tantek ku yang bernama Risma dan anaknya untuk menemani mamah. Adik ku tidak bisa ikut dikarenakan sekolah, bapak demikian yang sedang bekerja.

***

KULAKUKAN SEMUA UNTUKMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang