IV

8 0 0
                                    

***

Tak terasa esok sudah memasuki awal tahun yang baru. 2016. Selama dua bulan setelah mamah masuk rumah sakit, aku cukup jaga ekstra beliau dengan tidak memakan-makanan yang sembarangan, keluar pergi yang jauh, dan juga sering-sering istirahat.

Tahun baruanku waktu itu pergi bersama teman-teman, sedangkan mamah hanya dirumah bersama saudara dan keluargaku. Tepat pukul 00.00 tengah malam, Beliau sms dengan tulisan "Selamat Tahun Baru, semoga bahagia selalu." Aku tidak membalasnya, hanya tersenyum saja.

Selama hampir satu bulan lamanya tidak ada tanda-tanda penyakit itu datang lagi. Namun setelah di awal bulan februari, mamah terkena penyakit batuk yang tak kunjung reda. Anehnya akupun demikian merasakan hal serupa. Bahkan teman kuliahku saat dikelas mengatakan seperti ini:

"Yan, loe batuk gue perhatiin kaga abis-abis dah." Ucapnya seorang lelaki berambut gondrong. Beni namanya.
"Iya nih, udah hampir satu bulan." Ucapku.

Hari itu firasatku tidak enak, ingin rasanya pulang kerumah. Ketika jam kuliah selesai, aku tidak nongkrong seperti biasanya sama teman-teman kampus. Hatiku bilang, PULANG!
Sampai dirumah ternyata benar, mamah penyakitnya kambuh lagi. Wajahnya pucat pekat.

"Mamah kenapa lagi?" Tanyaku sambil mengusap kepalanya. Mamah terdiam, tanteku bilang kalau dari pagi sudah gak mau makan.
"Dibawa kepuskesmas aja ya mah?" Jawabku. Ia hanya menggelengkan kepalanya. "Jangan bandel mah, abis kemarin gak mau check up, makan sembarangan, gak mau istirahat juga." Aku menegaskan suaraku. Beliau lagi-lagi terdiam. Terpaksa aku membawa beliau nanti sore ke puskesmas 24 jam di daerah Peyakon, Kalisari.

Menunggu sekitar dua jam, aku istirahat sejenak, sambil beberes rumah. Mamah hanya tiduran saja dikamar. Sekitar pukul 16.00 sore, aku berangkat memboncengi mamah dengan motor.

Sampai disana aku bertanya kepada mamah:

"kuat jalan kan mah?"
Ia bilang, "masih kuat kok."

Aku menuntun beliau sampai ketempat duduk diruang tunggu pasien. Setelah nama mamahku dipanggil, dokter pun langsung memeriksa.

"Sakit apa nih bu?" Ucapnya.
"Lemes dok, batuk-batuk juga." Jawab mamahku sambil batuk-batuk. Ia di periksa secara keseluruhan, dan dokter menyarankan mamah harus dirujuk kerumah sakit, jika tidak akan semakin parah. Mamahku semakin lesu, aku demikian. Ia menanyakan kalau dirawat disini saja, karna sama juga dengan rumah sakit. Tapi, dokter itu menolak, jika disini peralatan nya takut tidak memadai. Pungkasnya. Seorang dokter berkelamin perempuan itu, memberikan opsi rujukan dirumah Sakit Pasar Rebo, atau dirumah Sakit Polri Kramat Jati. Aku melihat beliau sangat berat hati jika dirawat lagi. Katanya, takut merepotkan orang-orang.

Berusaha membujuk perlahan agar beliau mau segera dirawat, supaya penyakitnya bisa di segera di atasi.
Setelah ber-argumen panjang,
mamah menganggukan kepalanya untuk dirujuk kerumah sakit.

Pulang dari puskesmas, aku mempersiapkan barang-barang bawaan dan mengabari Bapak, dan keluargaku yang lainnya.

Langit berganti menjadi hitam,
usai sholat isya, aku berangkat menggunakan sepeda motorku berdua dengan mamah. Adik kandungku satu-satunya yang bernama Henny tidak ikut. Ia menyusul dengan tanteku, atau
Bapak ku yang belum pulang dari tempat kerjaannya. Perjalanan kerumah sakit yang kedua kalinya tidak terlalu jauh dibandingkan yang pertama. Sekitar 10 menit kurang dari rumah. Sampai disana aku langsung memarkirkan motorku, dan menuju Ruang IGD. Mamah hanya duduk lemas di pinggir-pinggiran tembok.

"Kebingungan!"

Melihat ruangan IGD tidak seperti biasanya, aku bertanya pada satpam disana.

"Pak, ruang IGD nya dimana ya? Bukannya disini." Sambil menunjuk.
"Sekarang udah pindah mas, disebrang situ." Sambil menunjuk kearah samping. Mau tak mau, aku harus berjalan keruang IGD yang baru di pindahkan. Aku menghampiri mamah. Sambil perlahan berbicara:

"Mah, ruang IGD nya sekarang pindah, kuat jalan gak?" Tanyaku.
"Kok pindah a?" Jawabnya.
"Gak tau, karna juga baru kesini lagi." Ucapku. Beliau langsung berdiri, melangkahkan kakinya perlahan, sembari aku tuntun. Baru berapa langkah ia berhenti, nafasnya tidak beraturan. Aku melirik-lirik siapa tahu ada kursi roda, namun tidak ada.

"Sebentar a, gak kuat." Ucapnya sambil menundukan kepala.
"Sabar ya mah, ini gak ada kursi roda." Wajahku semakin sedih.
Mamah langkahkan kaki nya lagi,
aku menuntunya kembali. Namun beberapa detik, berhenti lagi. Nafasnya semakin tidak beraturan, wajahku bercucuran keringat, air mataku mulai berlinang.

"Ayo mah semangat, masa suka lari pagi gak kuat. Hehe..." Aku bergurau.
"Bentar a, pelan-pelan, Gila, lemes banget." Sambil bersandar tembok.
"Gendong aja deh, Ryan kuat kok." Sambil tertawa.
"Jangan, gua berat." Beliau tertawa kecil.

Mamah mencoba melangkahkan kaki nya kembali, kali ini cukup lama ia bisa bertahan. Sembari aku tuntun seperti pemain bola yang sedang cedera pada kakinya. Namun lagi-lagi berhenti.

5 menit aku terdiam, begitupun mamah.

Namun aku memandang dari kejauhan, ada seorang petugas berdiri di depan gedung IGD, aku langsung saja memanggil untuk meminta kursi roda. Untungnya ia melihat dan berlari sambil membawa kursi roda menuju arahku. Aku dan petugas tadi mendorong beliau yang sudah duduk di kursi roda. Sudah berada di dalam, mamah langsung diperiksa.

Sementara aku mendaftar diruang Administrasi. Sekitar 15 menitan, aku kembali keruangan IGD. Ruangan yang cukup besar, masing-masing ada tiga tempat. Ternyata mamahku diruang pertama, sambil melihat beliau diperiksa dari luar, dengan kaca yang transparan. Ia meringis kesakitan ketika aku melihat Beliau disuntik oleh dokter. Aku bersandar di dekat tembok, berkata demikian kepada Sang Pencipta:

"Ya Allah... Lagi-lagi aku harus memohon padamu, sembuhkan Mamahku. Jika rasa sakit itu bisa ditukar, tukarkanlah kepadaku saja. Aku mohon..." Mataku berkaca-kaca.

Bapak dan adik ku datang, sekaligua bertanya kondisi mamah, aku bilang sedang diperiksa. Keluarga besarku juga beberapa jam kemudian datang satu persatu.

Setelah itu mamahku dipindahkan keruang bagian luar. Sudah dipakaikan alat-alat detak jantung dan lain-lainnya. Aku tak kuasa melihatnya, tapi aku harus tetap tersenyum dihadapan mamah. Ya, seperti biasanya aku begadang semalaman menjaga mamah disana.

Sampai beberapa hari disana, mamah belum juga dapat kamar, aku mulai kesal dengan pelayanannya, tidak seperti rumah sakit sebelumnya. Bahkan, aku melihat kondisi tubuh mamah membengkak dibagian kaki, dan tangannya. Jujur, waktu itu, aku menggerutu dalam hati, jika sampai disepelekan, saya akan bersikeras agar lebih diperhatikan lagi.

Pada akhirnya hari keempat di IGD, mamah baru mendapatkan Kamar. Aku menggeleng-gelengkan kepala saja terhadap rumah sakit ini. Selama diruang kamar yang terletak dilantai 5 dengan nama ruang cemara. Beliau ditempatkan dibagian khusus wanita, dengan beberapa tempat tidur yang sudah diisi oleh pasien lainnya. Sekitar ada 6 pasien termasuk mamahku yang berada disana.

Aku tenang, beliau sudah mendapatkan kamar, sekarang seperti biasa aku menjaganya lebih ekstra lagi, juga seperti biasanya menjaga secara berganti-gantian dengan bapak, adik ku, dan tanteku.

Hari demi hari terlewati, kondisi mamahku semakin tidak stabil. Wajahnya memang sudah tidak pucat, tapi kaki dan tangannya masih saja bengkak.

***

KULAKUKAN SEMUA UNTUKMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang